Sabtu, Desember 31, 2005

Beny Uleander

Wajah Pariwisata Ringsek

Wisatawan Jepang Siap Disasar
Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Aktivitas perpelancongan yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20, kini telah menjadi kebutuhan manusia dan menjadi industri tanpa cerobong yang menguntungkan. John Naisbitt dalam bukunya Global Paradox (1994) seperti dikutip Prof Dr Nyoman Sutjipta dalam Pariwisata Revolusi di Pulau Dewata (2005) mengungkapkan pariwisata mempekerjakan 204 juta orang di seluruh dunia, atau satu dari sembilan pekerja yang ada, 10,6 persen dari angkatan kerja global.

Pariwisata merupakan industri terbesar dunia dalam hal pengeluaran bruto, yaitu mendekati US$ 3,4 triliun. Pariwisata merupakan 10,9 % dari semua belanja konsumen, 10,7 % dari semua investasi modal dan 6,9 % dari semua belanja pemerintah. Pariwisata akan menghasilkan 144 juta pekerjaan di seluruh dunia sampai tahun 2005 dan di antaranya 112 juta pekerja berkembang di pesat di Asia Pasifik.

Prediksi John Naisbitt bahwa dalam abad ini akan terjadi gelombang wisatawan Asia di pasar-pasar di seluruh dunia dan negara-negara Asia akan menjadi tujuan wisata yang utama ada benarnya. Untuk Bali sendiri, menurut Dirut PT Pengembangan Pariwisata Bali (Bali Tourism Development Corporation) Ir I Made Mandra, wisatawan Jepang khsususnya kalangan lansia di atas 50 tahun menjadi target pasar yang siap disasar. “Selama ini orang-orang Jepang yang sudah pensiun memilih beristirahat di daerah-daerah tropis seperti Bangkok atau Hawaii yang memiliki banyak kondominium,” ungkapnya. Kini BTDC sedang membangun secara patungan Recuperation & Wellness Resort di atas lahan seluas 8 Ha di kawasan wisata Nusa Dua khusus untuk kalangan lansia dari Jepang yang ingin berlibur menikmati hari tua. “Mereka memiliki asuransi selama bekerja. Kami bekerja sama dengan pihak asuransi yang memungkinkan mereka bisa berkunjung ke Bali. Tentunya kami menyiapkan berbagai fasilitas untuk orangtua. Untuk pelayan hotel sendiri kami utamakan mereka yang memiliki latar belakangan pendidikan perawat,” ungkap Made Mandra. Selain itu, BTDC yang memiliki karyawan 180 orang saat ini memfokuskan diri pada revitalisasi asset yang tidak produktif dan pengoptimalan pemanfaatan lahan di dalam kawasan Nusa Dua yang mempekerjakan 7 ribu karyawan.

Indonesia sebenarnya pernah menikmati masa-masa jaya dari peningkatan pariwisata dunia terutama pada periode 1990 - 1996. Badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak akhir tahun 1997, bom Bali I dan II merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi masyarakat pariwisata Indonesia untuk melakukan re-positioning sekaligus re-vitalization kegiatan pariwisata Indonesia. Image pariwisata Bali kini seperti mobil ringsek karena ditabrak. Karena itu selaku praktisi pariwisata, aku Mandra, pihaknya pesimis menghadapi tahun 2006 karena BTDC mengalami penurunan keuntungan 25 persen, yaitu hanya 22 miliar pada tahun 2005. Namun ada harapan agar pemerintah lebih proaktif dengan reposisi sikap lebih kepada kegiatan memasarkan produk-produk pariwisata yang dimiliki daerah. “Ya kalau mau tangkap buaya maka umpannya harus besar,” ujar Mandra beranalogi secara sederhana.agar ada bujet yang besar untuk biaya promosi pariwisata Indonesia di kancah internasional. Peran fasilitator disini dapat diartikan sebagai menciptakan iklim yang nyaman agar para pelaku kegiatan kebudayaan dan pariwisata dapat berkembang secara efisien dan efektif. (Beny Uleander/KPO/EDISI 96/DESEMBER 2005)

Read More

Senin, Desember 26, 2005

Beny Uleander

Nusa Dua, Bukit Tandus Jadi Taman Romantis

Kawasan Zero Accident Dilengkapi 16 Unit CCTV

Bunga warna-warni dibalut hamparan padang rumput hijau segar dihiasi jejeran pohon palma mekar menjadi pesona alami bagi wisatawan yang menjejak kaki di pintu gerbang kawasan wisata Nusa Dua. Tata taman nan apik menjadi santapan mata para pelancong yang rindu melihat dandanan taman romantis di tengah hingar-bingar kendaraan dan polusi udara. Kawasan wisata Nusa Dua, seluas kurang lebih 350 Ha, bagaikan kota impian yang bertabur hotel-hotel berbintang dan berbagai fasilitas hiburan bagi wisatawan yang berlibur ke Bali.

Nusa Dua, dahulunya adalah daerah tandus, tidak produktif dan terpencil di Bukit Peninsula, Badung. Pada tahun 1970, Pemerintah Indonesia menunjuk sebuah Konsultan Perancis, societe Centrale pour I’equipeent Touristque Outre-Mer (SCETO), untuk membuat rencana induk pengembangan pariwisata Bali dengan pemkiran bahwa akomodasi pariwisata pada masa yang akan datang harus dikembangkan lebih lanjut di daerah Sanur dan Kuta.Namun tujuan utama pengembangan di masa yang akan datang akan dikonsentrasikan di Nusa Dua.

Berdasarkan PP No 27 Tahun 1972, pada tanggal 12 November 1973 berdiri PT (Persero) Pengembangan Pariwisata Bali (Bali Tourism Development Corporation). BTDC pun sukses menyulap lahan tandus menjadi kawasan wisatawan yang menarik dan terkenal di mancanegara sebagai salah satu dari 6 kawasan wisata terbaik di dunia. BTDC mengundang investor untuk membangun fasilitas pariwisata yang berkuakualitas internasional.

Pada tahun 1981, Garuda Indonesia Airways sebagai investor pertama, membangun Hotel Nusa Dua Beach, investor berikutnya membangun Bali Sol/Melia Bali dan Hotel Putri Bali. Selanjutnya Club Mediterrance. Tahun 1987 dibangun Sheraton Nusa Dua Indah, Sheraton laguna, Galleria Nusa Dua, Grand Hyatt, Bali Hilton dan lapangan golf. Amanusa berdiri tahun 1991, Lown Bowling tahun 1999 serta pembangunan Villa Kayu Manis.

Meski pariwisata Bali sedang dilanda mendung kelabu, Dirut BTDC Ir I Made Mandra menegaskan BTDC tetap terus berkiprah mengembangkan kwasan siap bangun yang berwawasan lingkungan dengan infrastruktur yang berkualitas internasional. Kini ada tiga hal yang ditanya turis asing sebelum datang ke sebuah destinasi wisata, yaitu security check, patrol check dan call center online. “Kami berusaha meningkatkan keamanan berstandar internasional. Sekarang pintu masuk cuma satu dan ada pemeriksaan umum di pintu masuk serta pemeriksaan berkala keliling kawasan. Pemeriksaan intensif terhadap tamu dan kendaraan dilakukan satpam masing-masing hotel,” ungkap Mandra ketika mengumumkan PT BTDC meraih penghargaan dari Majalah Investor sebagai BUMN Terbaik 2005 untuk Kategori Jasa & Perdagangan.

Meski pernah meraih penghargaan sebagai kawasan Zero Accidennt 2001-2004, kawasan ini berusaha memberikan rasa nyaman bagi wisatawan. “Kami menyiapkan 16 unit cctv untuk merekam setiap orang yang keluar masuk Nusa Dua yang tersimpan selama 10 hari.Untuk tenaga pengamanan, ada 80 satpam dan masing-masing hotel memiliki 16 sampai 20 satpam. Kemudian dibantu polisi pariwisata, polisi air dan polisi Bualu,” ungkap Made Mandra. (Beny Uleander/KPO/EDISI 96/26 DESEMBER 2005)


Read More

Sabtu, Desember 24, 2005

Beny Uleander

Perlu Bangun Image Sekaligus Produk

Recovery Pariwisata Bali
Sudah dua kali, Bali diguncang bom yang oleh kalangan media disebut dengan bom Bali I dan II. Akibat langsung dari dua peristiwa yang memilukan ini adalah anjloknya kunjungan wisatawan ke Bali. Hal ini sangat berpengaruh terhadap berbagai sektor lainnya, misalnya ekonomi, pendapatan, tenaga kerja, keamanan. Pada bom Bali Oktober 2004, tingkat kunjungan wisatawan anjlok seketika tetapi dalam waktu yang relatif singkat sudah pulih bahkan melejit dengan sangat pesat. Bahkan tahun 2004 adalah tahun rekor tertinggi dalam sejarah untuk jumlah kunjungan wisatawan ke Bali. “Kondisi ini sudah menuju ke recovery pariwsata Bali akibat bom Bali I, yang berjumlah 1.453.000-an orang atau naik lebih dari 60-70%. Namun kondisi ini tidak berlangsung lama karena meletusnya peristiwa bom Bali II,” ungkap Nurjaya, Kepala Dinas Pariwisata Propinsi Bali.

Pada peristiwa bom Bali II, kondisi kunjungan tidak langsung anjlok seketika, tetapi menurun secara perlahan-lahan. Harapan dan prediksi dari berbagai kalangan agar kondisi serupa bisa terjadi seperti pada peristiwa bom Bali I sia-sia. Sepinya tamu yang berkunjung ke Bali menjadi keluhan klasik para pelaku hotel, travel agen, pemilik art shop, para sopir dan berbagai usaha jasa lainnya. Banyak kamar hotel ibarat gua dingin tanpa penghuni. Data terakhir menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan menurun hingga 2.000 orang perhari dari 4.500 orang perhari. Angka ini mungkin terus akan merosot bila tidak segera disolusi secara bijakasana oleh berbagai kalangan yang berkompeten di dalamnya.

Menurut Nurjaya, kondisi pariwisata Bali akan pulih dengan membangun image bagi masyarakat umumnya yang disertai dengan penataan produk-produk baru dari berbagai aset wisata. Perlunya membangun image disebabkan isu sentral yang berkembang adalah keamanan yang tidak kondusif. Padahal dari segi keamanan sudah mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini terbukti dengan tertangkapnya gembong teroris Dr. Azhari, terungkapnya kasus ledakan bom Jimbaran dan Kuta, terbentuknya Badan Potensi Pengamanan Daerah, dan bahkan sekarang ada tambahan 6.000 personil polisi yang ditempatkan di Bali, serta bantuan intelijen TNI untuk memperkuat intelijen Polri. “Kita mengakui bahwa fakta di lapangan menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan sepi, tetapi kita mesti menunjukkan kepada dunia tentang berbagai hal yang kita lakukan untuk pemulihan kondisi yang ada,” ungkap Nurjaya optimis.

Nurjaya mengakui masih lemahnya para Public Relation untuk giat promosi di luar negeri, dalam rangka menggarap pasar-pasar baru selain pasar lama yang telah digarap. Sasaran pasar baru terutama Cina dan India, sedangkan pasar lama adalah Australia, Jepang, Korea, Jerman, Perancis. Dalam kondisi seperti sekarang, alternatif terbaik adalah mendorong wisman lokal untuk datang ke Bali. Survei membuktikan banyak orang Indonesia yang tidak mengenal wilayah lain selain wilayahnya sendiri. Kondisi ini membuat pemerintah SBY menghimbau agar orang lebih banyak berlibur ke Bali. Akibatnya, para pelaku pariwisata Bali harus lebih mengutamakan produk-produk lokal yang bisa dinikmati tamu lokal. (Arnold Dhae & Beny Uleander)

Read More

Kamis, Desember 22, 2005

Beny Uleander

Kunjungan Turis Sepi, PR Lemah Berpromosi

Sudah dua kali, Bali diguncang bom yang oleh kalangan media disebut dengan bom Bali I dan II. Dua peristiwa ini mengakibatkan lesunya kunjungan wisatawan ke Bali. Menurut Gede Nurjaya, lesunya kunjungan wisatawan ke Bali adalaha akibat dari lemahnya promosi para Public Relation (PR) ke luar negeri dalam rangka menggarap pasar-pasar baru selain pasar lama yang telah digarap. Sasaran pasar baru terutama Cina dan India, sedangkan pasar lama adalah Australia, Jepang, Korea, Jerman, Perancis. “Kita mengakui kenyataan di lapangan bahwa jumlah kunjungan wisatawan ke Bali menurun drastis akibat isu sentral keamanan yang tidak kondusif. Tapi kita juga mesti menunjukkan kepada dunia bahwa kita telah berbuat banyak untuk mengatasi kondisi ini. Dan ini adalah tugas para PR, para pelaku pariwisata dan pers,” urai Nurjaya meyakinkan.

Nurjaya melanjutkan, tahun 2004 adalah tahun rekor tertinggi dalam sejarah untuk jumlah kunjungan wisatawan ke Bali. Kondisi ini sudah menuju ke recovery pariwisata Bali akibat bom Bali I, yang berjumlah 1.453.000-an orang atau naik lebih dari 60-70%. Namun kondisi ini tidak berlangsung lama karena meletusnya peristiwa bom Bali II. Pada peristiwa bom Bali II, kondisi kunjungan tidak langsung anjlok seketika, tetapi menurun secara perlahan-lahan. Sepinya tamu yang berkunjung ke Bali menjadi keluhan klasik para pelaku hotel, travel agen, pemilik art shop, para sopir dan berbagai usaha jasa lainnya. Banyak kamar hotel ibarat gua dingin tanpa penghuni. Data terakhir menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan menurun hingga 2.000 orang perhari dari 4.500 orang perhari.

Kondisi pariwisata Bali akan segera pulih dengan membangun image bagi masyarakat umumnya yang disertai dengan penataan produk-produk baru dari berbagai aset wisata. Ini menjadi prioritas promosi oleh para PR dan pelaku pariwisata lainnya. Promosi ini tidak mesti harus berkunjung ke luar negeri tetapi dengan menguasai teknologi informasi. Promosi harus diperkuat dengan akurasi data dan foto-foto tentang pemulihan kondisi pariwisata Bali.

Penangan dalam bidang keamanan sudah mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini terbukti dengan tertangkapnya gembong teroris Dr. Azhari, terungkapnya kasus ledakan bom Jimbaran dan Kuta, terbentuknya Badan Potensi Pengamanan Daerah, dan bahkan sekarang ada tambahan 6.000 personil polisi yang ditempatkan di Bali, serta bantuan intelijen TNI untuk memperkuat intelijen Polri. Dalam kondisi seperti sekarang, alternatif terbaik adalah mendorong wisman lokal untuk datang ke Bali. Survei membuktikan banyak orang Indonesia yang tidak mengenal wilayah lain selain wilayahnya sendiri. Kondisi ini membuat pemerintah SBY menghimbau agar orang lebih banyak berlibur ke Bali. Akibatnya, para pelaku pariwisata Bali harus lebih mengutamakan produk-produk lokal yang bisa dinikmati tamu lokal. (Arnold Dhae & Beny Uleander)

Read More

Selasa, Desember 20, 2005

Beny Uleander

Pariwisata Lesu Promosi Digencarkan

Banyak kalangan yang mengatakan bahwa pariwisata Bali, kini mengalami mati suri setelah mengalami pukulan untuk kedua kalinya. Masalah keamanan Bali tentunya menjadi kendala utama untuk mengembalikan pariwisata Bali kepunak kejayaannya. Untuk itu dibutuhkan kerja yang cukup ekstra dari pemerintah, pengusaha serta pelaku pariwisata untuk membangkitkan kembali dunia pariwisata Bali. Seperti yang diungkapkan Grace Jeanie, Public Relation Manager Sector Bar & Club, Bali Beach Golf Course.

Berbagai cara pun ditempuh untuk meramaikan acara malam tahun baru, 31 Desember 2005. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan menggandeng production Jakarta serta artis ibu kota untuk mempromosikan keamanan Bali yang mulai pudar akibat terjadinya bom. ‘’Saya mengajak salah satu production di Jakarta untuk melakukan promosi di kawasan Jakarta seminggu sebelum acara. Kebetulan partner kita kenal banyak artis, jadi sekalian untuk melakukan promosi kalau Bali sudah aman,” jelasnya.

Selain itu, promosi juga gencar dilakukan di kota semarang dan Bali tentunya. Apa yang dilakukan Sector Bar & Club di malam akhir tahun pertama kali ini, bagi Jeanie merupakan langkah kongkrit untuk turut serta menggairahkan kembali pariwisata Bali. ‘’Harapan kami acara ini bisa menarik minat wisatawan domestik baik dari Jakarta maupun daerah-daerah lain di Jawa untuk datang ke Bali. Sehingga kepercayaan wisatawan mancanegara akan keamanan Bali kembali pulih,” harapnya.

Perayaan malam tahun baru dengan tema Coyote Nite, memberikan ambience yang sexy dan luscious ala film coyote ugly yang sangat terkenal di Inggris. Selain itu, acara tersebut juga dimeriahkan dengan kehadiran Kaimsasikun Band dan DJ dari Embassy Club Jakarta. Untuk lebih menarik minat pengunjung di tengah sepinya wisatawan ini, Jeanie pun memberi harga spesial yang relatif murah. ‘’Kita tidak seperti tempat lain yang biasanya mematok harga mahal. Kita disini memberikan harga yang sangat terjangkau, di bawah harga pada hari-hari biasa,” jelasnya. (Beny Uleander & Made Sutami)

Read More

Senin, Desember 05, 2005

Beny Uleander

Sering SMS Kayak Pacaran

Kekompakan Reza Bukan & Farid Aja

Dunia presenter dan talk show rupanya sudah menjadi pilihan hidup Reza Bukan dan Farid Aja. Duo MC ini menyatakan ikrar di Kamasutra untuk terus berpartner dengan title Reza Farid atau Farid Reza. “Pokoknya di mana ada Reza di situ ada Farid. Bedanya, Reza langsung dikenal dari gemuknya, kalo saya karena kurus pakai tanda khas warna di rambut kepala,” ujar Farid Aja didampingi Reza Bukan.

Kisah Farid, dirinya bertemu Reza awalnya di sebuah kafe dalam memandu sebuah acara. Dari situ ada orang yang melihat kami cocok jadi partner. Lalu kami pandu acara ngerjain orang. Dari situ public relation yang tertarik dengan penampilan kami,” kenang Farid kelahiran Pati, Jateng, 7 April 1974 dari pasangan H Ali Muntaha dan Hj Ismiati.

Guna mempererat hubunga, mereka sering berkontak lewat HP. “Kami setiap hari sering sms-sms-an. Pokoknya kayak orang pacaran. Karena kami sudah belajar dari pengalaman untuk selalu bersama. Kadang kami ke jalan-jalan ke mall untuk berdiskusi atau dapat bahan-bahan baru,” sambung Reza, kelahiran Jakarta, 26 November 1980.

Terkait perbedaan umur yang mencolok di antar mereka, bagi Farid, bukan merupakan masalah sebaliknya menjadi sebuah potensi menjaga kualitas penampilan. “Kalo memandu acara orang dewasa, saya beri banyak input kepada Reza. Sebaliknya, kalo acara remaja, saya banyak bertanya kepada Reza, kira-kira gimana sukanya anak muda,” tutur sarjana arkeologi tamatan UI tahun 2000, suami dari Dessy dan ayah dari Deva (2,5).

Soal manajemen, papar Reza, selama ini mereka sendirian dalam menghandle setiap tawaran talk show. “Saat ini kami sudah pikir tentang kehadiran manajemen. Tapi soal manajemen seperti cari pacar. Untuk sementara kami ikuti prosedur tawaran yang ada,” tutur Reza dengan suara ngakaknya yang khas.

Untuk menjaga penampilan, mereka pun sepakat mengikuti trend terkini. “Soal mode kita ikuti trend sekarang. Sesuai dengan anak muda.di Jakarta trend pakai anting berlian,” tutur Reza yang kerap menemani Farid ke Taman Burung berburu barang bekas seperti tape radio, jam tangan dan kacamata. (Beny Uleander/KPO Edisi 5/Desember 2005)

Read More
Beny Uleander

Koleksi Tas Bekas

Profil Rianti Rhiannon Cartwright

Rianti Rhiannon Cartwright (22) termasuk pendatang baru di layar sinema elektronik (sinetron). Hidungnya mancung khas turunan blasteran. Ayahnya Dachlan Cartwright dari Inggris dan ibunya Srie Sutisnawati asal Bandung. Kulit putih mulus dengan tinggi badan 162 cm dan berat 45 kg membuat penampilan Rianti, begitu sapaannya, mencuri perhatian penonton dalam laga fashion show di Kamasutra, Kuta, Bali. Langkahnya ringan gemulai dirangkai senyum artificial selebritis yang memukau. Applaus penonton pun diraihnya.

Puteri bungsu dari dua bersaudara ini mengaku sudah siap terjun di dunia selebritis. Meski begitu, bagi Rianti, gaya hidup haruslah tetap sederhana. Dunia artis kadang diidentikan dengan dunia glamour bertaburan kemewahan. Menurut Rianti soal gaya hidup para selebritis tergantung pada pribadi bersangkutan. “Ada yang bergaya hidup mewah dan ada yang biasa-biasa saja. Bagi saya yang penting kita bisa bergaul dengan siapa saja. Bedanya, seorang artis itu memiliki akses yang luas.,” ujar dara kelahiran Bandung 22 September 1983 yang masih tercatat sebagai siswi Bandung International School University of Tasmania.

Soal belanja pakaian, aku Riantri tidak ada target bahwa setiap bulan harus beli yang baru. Yang penting kalau ada uang dan membutuhkannya pasti ia akan belanja, entah di Jakarta, Bandung atau Bali.

Soal berburu barang bekas, Rianti cenderung mengoleksi tas bekas yang masih berkualitas. “Pernah saya diajak teman berburu barang bekas seperti barang elektronik dan tas bekas yang masih bagus. Kalau ke baju saya tidak beli yang bekas. Kalau bisa beli yang bari kenapa tidak,” tandasnya.

Rianti mengaku sering mejeng di Pasar Kosambi di Bandung yang banyak menjual barang bekas. “Di sana banyak barang masih bagus kualitas hanya kita mesti sabar mencari bisa dua sampai tiga jam. Harganya murah banget,” tuturnya.

Soal penampilan, Rianti menyukai busana casual. “Nggak terlalu ramai. Yang penting simpel dan nayaman. Kalau untuk rok mini, saya hanya pakai di Bali karena di sini suasana pantai, panas dan orang sudah biasa. Tetapi di Jakarta, saya jarang memakai rok mini,” bukanya soal penampilan.

Soal karirnya di dunia sinetron, Rianti mengakui dirinya masih perlu banyak belajar. “Saya merasa belum mampu sepenuhnya. Saya masih belajar. Kalau ada surtadara yang menunjuk saya mampu memainkan peran tertentu akan saya coba,” ujar gadis yang gemar fitness dan menghindari makanan yang berlemak. (Beny Uleander/KPO Edisi 5/Desember 2005)

Read More
Beny Uleander

Koleksi Tas Bekas

Rianti Rhiannon Cartwright

Rianti Rhiannon Cartwright (22) termasuk pendatang baru di layar sinema elektronik (sinetron). Hidungnya mancung khas turunan blasteran. Ayahnya Dachlan Cartwright dari Inggris dan ibunya Srie Sutisnawati asal Bandung. Kulit putih mulus dengan tinggi badan 162 cm dan berat 45 kg membuat penampilan Rianti, begitu sapaannya, mencuri perhatian penonton dalam laga fashion show di Kamasutra, Kuta, Bali. Langkahnya ringan gemulai dirangkai senyum artificial selebritis yang memukau. Applaus penonton pun diraihnya.

Puteri bungsu dari dua bersaudara ini mengaku sudah siap terjun di dunia selebritis. Meski begitu, bagi Rianti, gaya hidup haruslah tetap sederhana. Dunia artis kadang diidentikan dengan dunia glamour bertaburan kemewahan. Menurut Rianti soal gaya hidup para selebritis tergantung pada pribadi bersangkutan. “Ada yang bergaya hidup mewah dan ada yang biasa-biasa saja. Bagi saya yang penting kita bisa bergaul dengan siapa saja. Bedanya, seorang artis itu memiliki akses yang luas.,” ujar dara kelahiran Bandung 22 September 1983 yang masih tercatat sebagai siswi Bandung International School University of Tasmania.

Soal belanja pakaian, aku Riantri tidak ada target bahwa setiap bulan harus beli yang baru. Yang penting kalau ada uang dan membutuhkannya pasti ia akan belanja, entah di Jakarta, Bandung atau Bali.

Soal berburu barang bekas, Rianti cenderung mengoleksi tas bekas yang masih berkualitas. “Pernah saya diajak teman berburu barang bekas seperti barang elektronik dan tas bekas yang masih bagus. Kalau ke baju saya tidak beli yang bekas. Kalau bisa beli yang bari kenapa tidak,” tandasnya.

Rianti mengaku sering mejeng di Pasar Kosambi di Bandung yang banyak menjual barang bekas. “Di sana banyak barang masih bagus kualitas hanya kita mesti sabar mencari bisa dua sampai tiga jam. Harganya murah banget,” tuturnya.

Soal penampilan, Rianti menyukai busana casual. “Nggak terlalu ramai. Yang penting simpel dan nayaman. Kalau untuk rok mini, saya hanya pakai di Bali karena di sini suasana pantai, panas dan orang sudah biasa. Tetapi di Jakarta, saya jarang memakai rok mini,” bukanya soal penampilan.

Soal karirnya di dunia sinetron, Rianti mengakui dirinya masih perlu banyak belajar. “Saya merasa belum mampu sepenuhnya. Saya masih belajar. Kalau ada surtadara yang menunjuk saya mampu memainkan peran tertentu akan saya coba,” ujar gadis yang gemar fitness dan menghindari makanan yang berlemak. (Beny Uleander/KPO Edisi 5/Desember 2005)

Read More

Rabu, November 30, 2005

Beny Uleander

Binatang Teknologi

Manusia adalah binatang teknologi. Inilah salah gelar manusia yang diperoleh bukan oleh faktor genetis tetapi karena hasil pergulatan intelektual manusia dalam pengembangan sains dan teknologi. Lagi-lagi revolusi industri menjadi obor sejarah bahwa manusia dalam kontemplasi (perenungan) teori empiris dan dorongan spiritual terus memaknai hidup sebagai proses pencarian dan penanaman nilai-nilai kebudayaan.

Perubahan teknologi merupakan faktor fundamental dalam evolusi manusia. Inilah pengungkapan yang sederhana bahwa manusia adalah binatang kebudayaan. Sebenarnya dalam dunia binatang berlaku pula penerapan teknologi elementer yang diturunkan lintas generasi. Contoh, berang-berang mendirikan bendungan dan burung membangun sarang. Sementara manusia menciptakan teknologi dan menggunakannya. Teknologi dan pengetahuan ilmiah kerap digunakan manusia untuk mengelola sumber-sumber kekayaan alam yang melimpah ruah, menghapus kemiskinan, mencegah pencemaran lingkungan atau membuat tempat hunian menjadi jauh lebih menyenangkan. Inilah sekilas gambaran manusia sebagai binatang teknologi.

Dalam perkembangan, ternyata teknologi ciptaan manusia selain bersifat mandiri (autonomous), juga pertumbuhan teknologi tidak dapat dikontrol masyarakat manusia. Benarkah hidup manusia harus dikendalikan oleh aneka teknologi temuannya? Ini sebuah pertanyaan yang bernada ‘canggung’ di telinga masyarakat industri era ini. Inilah gugatan dilematis. Suka atau tidak suka, berbagai perangkat teknologi racikan manusia adalah pendukung cara dan pola hidup manusia.

Pada simpul penilaian ini, kita dihadapkan pada fakta bahwa manusia industri hasil besutan kemajuan pilar-pilar teknologi kini dililit aneka masalah yang kompleks dan beragam. Negara maju mendorong percepatan pembangunan di negerinya dengan menyedot sumber-sumber energi dari negara ‘dunia ketiga’. Sedangkan, negara-negara berkembang sibuk melakukan ‘penyesuaian sistem atau perombakan ‘aturan’ demi keseimbangan pertumbuhan ekonomi negerinya. Contoh klasik, negara maju memproduksi pepsi dan coca cola melebihi jumlah penduduk di negara-negara miskin. Sasarannya jelas. Negara ‘dunia ketiga’ menjadi areal pasar yang digarap serius. Dengan kata lain, negara berkembang harus membuat ‘aturan’ yang mendukung arus impor demi konsumen pepsi dan coca cola. Ini sekedar contoh di bidang ekonomi-perdagangan. Belum lagi contoh di bidang politik, hukum, pertahanan dan masih banyak lagi.

Persoalan serius yang dihadapi negara Indonesia adalah julukan sebagai negeri ‘kotak sampah’ penjualan barang bekas maupun tata nilai impor. Kita membeli kapal-kapal bekas untuk memperkuat armada angkatan laut dan udara. Kita pun membeli senjata-senjata bekas untuk latihan perang-perangan TNI. Kita mengadopsi sistem pendidikan luar negeri dengan pola asal comot tanpa mengintegrasikan dengan kultur budaya lokal. Rupanya jauh sebelumnya, kita mengadopsi hukum penjajahan kolonial menjadi pilar-pilar penetapan pasal-pasal KUHAP. Hasilnya, penjajah adalah rezim penguasa, raja adalah kaum berduit dan nasib hidup berjuta-juta rakyat di negeri ini ada dalam genggaman segelintir elite politik.

Lahir sebuah seruan kegelisahan, kalau manusia adalah binatang teknologi mengapa manusia Indonesia belum mandiri membangun teknologinya. Kenapa kita bangga mengimpor teknologi luar negeri. Memang harus diakui bahwa negeri kita masih tertinggal dalam segala bidang kehidupan. Namun ada hal-hal mendasar yang harus terus-menerus diingatkan kepada khalayak bahwa leluhur kita pun sudah memiliki perangkat teknologi tertentu yang kini diabaikan generasi penerusnya. Lihatlah kemegahan Candi Borobudur. Sebuah mosaik kebudayaan yang kini menjadi monumen tanpa nyawa historis.

Leluhur kita tidak mengenal cara merakit bom. Tetapi kini, anak cucu mereka begitu terampil membuat bom untuk menebar teror. Uniknya lagi, kita mengadopsi tata laku bom bunuh diri lengkap dengan perangkat ‘ajaran spiritualnya’. Juga beragam aksi teror yang meresahkan masyarakat kini bergentayangan di setiap daerah. Ini gambaran bahwa segelintir anak bangsa amat lihai menerapkan taktik-taktik teror dari luar negeri. Ada keresahan bila ‘budaya kekerasan dan teror’ mengurat-akar di negeri ini maka Indonesia dapat menjadi ‘daerah Timur Tengahnya’ Asia. Gejala ke arah sana sudah ada bila tidak ditangkal sejak dini. Ini bukan kegelisahan sepele. Ini keprihatinan serius bahwa anak-anak bangsa lemah dalam menyeleksi nilai-nilai budaya dan teknologi impor.

Indonesia dapat kembali bangkit menjadi negeri yang besar bila pemerintah dan rakyatnya kembali menghidupkan teknologi warisan leluhur yang tidak lain adalah nilai-nilai budaya masyarakat nomaden dan agraris yang sangat dekat dengan alam, berjiwa solidaritas dan sangat menjunjung tinggi keharmonisan hidup dengan sesama dan Pencipta. (Beny Uleander/KPO EDISI 94/November 2005)

Read More
Beny Uleander

Film Ciptakan Perilaku Positif Masyarakat

3RD Bali International Film Festival 2005

Film merupakan media hiburan, informasi dan pendidikan. Sebagai cabang seni, film secara fungsional bernilai strategis dalam memberikan pengaruh tertentu terhadap perilaku ataupun pembentukan watak manusia. Bila penyajian sebuah hasil karya perfilm tidak mengacu pada akar nilai budaya yang positif akan menimbulkan dampak negatif dalam perilaku masyarakat.

Selain itu, dunia film merupakan pintu masuk pemahaman akan perbedaan kebudayaan, keanegarakan suku dan nilai-nilai budaya setiap suku bangsa. Kesadaran ini yang mendorong Swadeshi Bali Fashion menyelenggarakan 3RD Bali International Film Festival 2005. “Lewat festival ini kami berusaha memutar film-film dari negara lain yang tidak dapat dinonton masyarakat umum. Dengan harapan, lewat film tersebut masyarakat dapat mengenal budaya dan kekayaan cara hidup bangsa-bangsa lain,” tutur AA Ngrh Arya Wedakarma MWS, SE, Ms,I selaku Presiden Mahendratta Bali Holding Organization dalam acara penutupan festival ini Bali Hilton International, Nusa Dua.

Dalam laga penutupan ini, dewan juri pun mengumumkan nominasi kategori film Indonesia. Kategori scenario terbaik diraih film Gie (Miles) mengalahkan Janji Joni (Kalyana Shira), Untuk Rena (Miles), Banyu Biru (Salto), dan Catatan Akhir Sekolah (Rexinema).

Kategori aktor terbaik jatuh pada Rizky Hanggono dalam Ungu Violet (Sinemart) menyingkirkan Nocholas Saputra “Gie”.

Sedangkan artis terbaik ditorehkan Cornelia Agatha dalam Detik Terakhir (Indika). “Saya mendedikasikan penghargaan ini kepada dunia pariwisata Bali agar kembali bangkit,” ujar Cornelia Agatha usai menerima penghargaan didampangi pengacara dan aktor Ruhut Sitompul.

Sementara Detik Terakhir (Indika) dinobatkan sebagai film terbaik. Untuk best director diraih Joko Anwar dalam Janji Joni (Kalyana Shira). Untuk soundract terbaik dipilih Bad Wolves (BDI). Kategori film internasional terbaik diraih Swhaas dari India.

Festival Film Bali Internasional ini menurut Dr Mukhlis Paeni dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata menjadi tonggak kebangkitan dan tantangan industri perfilm di Indonesia agar bisa bersaing dengan film-film impor dari luar negeri yang memang unggul dalam kualitas dan sarana. Film Indonesia harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Sebelumnya, 3RD Bali International Film Festival 2005 menyelenggarakan road show di tiga tempat yaitu Candidasa, Denpasar, Ubud dan Lovina. Acara diisi dengan seminar seputar industri dunia perfilm, diskusi dan pemutaran film. (Beny Uleander/KPO EDISI 94/ November 2005)

Read More
Beny Uleander

Apa Kata Selebritis Soal Barang Bekas

Mario Lawalata, Baim, Arief To-Fu & Nina Taman.

Dunia artis identik dengan dunia yang glamour dan bertaburan uang. Jangan salah sangka bahwa kalangan selebritis tidak berburu barang bekas. Mereka pun masuk keluar pasar atau lokasi yan menjual barang bekas mulai dari pakaian bekas, perlengkapan rumah tangga, tas bekas, sepatu bekas, alat musik bekas. Prinsip mereka yang penting barang bekas tersebut berkualitas, sesuai selera dan bertahan lama. Berikut simak rekaman pendapat mereka mulai dari Mario Lawallata, Baim, Arief To-Fu, Nina Taman.

Bintang sinetron yang merintis karir sebagai cover boy Majalah Aneka tahun 2004, Mario Santo Michael Lawalata menyodorkan criteria dalam berburu pakaian bekas. “Yang penting layak pakai. Jangan cuma baru dipakai dua sampai tiga hari sudah langsung dibuang. Kita harus cari yang bisa dipakai dua sampai tiga tahun,” ujar anak ke-2 kelahiran Pekanbaru, 3 Mei 1980 dari pasangan Alex Polii dan Reggy Lawalata.

Juga, dalam identifikasi kualitas barang ada solusi praktis. “Untuk tahu suatu barang yang masih bagus atau layak dipakai kita harus membawa teman yang tahu soal kualitas barang itu,” tandas Mario yang kini mulai berinvestasi dengan membangun sebuah rumah di Jakarta dan mengoleksi mobil BMW.

Juga ia memiliki hobi mengoleksi baju basket, sepatu kets, baju kaos. “Kalo saya lihat barangnya keren saya beli. Kadang, saya berbelanja sendiri, sama pacar, bareng sama temen atau keluarga,” ujar pemain sinetron Pura-pura Buta yang mengaku tidak tertarik mengoleksi barang antik.

Sementara penyanyi Baim, yang juga mantan vokalis Ada Band lebih memilih mengoleksi alat musik. “Saya investasi ke alat musik dulu. Soal alat musik bekas untuk sementara saya tidak cari lagi karena ortu dulu pemain band. Jadi alat musik yang tergolong tua sudah ada,” ujar pemilik nama lengkap Ibrahim Imran.

Bukan berarti Baim, ogah berburu barang bekas hanya dirinya lebih selektif dalam hal kualitas barang. “Kalo memang ada alat musik bekas tetap berkualitas ya akan saya beli. Kenapa tidak. Terutama gitar, kalau makin lama makin antik,” ujar pria kelahiran Hongkong, 31 Mei 1975, yan gkini sedang menyelesaikan S2 Magister Manajemen di Trisakti.

Soal gonta-ganti pakaian, menurut Baim hal yang wajar dalam dunia selebiritis. “Tidak mungkin selebritis menggunakan pakaian yang sama dalam setiap penampilannya. Untuk pakaian bekas jangan deh. Sesuatu yang bersentuhan dengan kulit jangan yang bekas. Kalau bisa beli ya yang baru saja,” tandasnya.

Sedangkan vokalis To-Fu Joe Miar Arief mengaku terus teras doyan mengenakan pakaian bekas. Pria kelahiran Bandung, 18 Juni 1975 ini menyukai pakaian casual dan kaos oblong. “Saya masih pakai barang-barang sekend. Yang cocok atau saya syuka akan saya beli. Biasanya di Pasar Senin atau di pasar Bandung. Kadang saya beli bersama teman. Hanya saya tidak periksa keadaan pakaian. Sampai di rumah baru tahu sobek. Ya pakai aja,” tuturnya ringan.

Menyinggung alat elektroik bekas, Arief menyarankan membeli yang baru demi kenyamanan. Soal koleksi barang, Arief berburu barang-barang The Beatles mulai dari CD, fitur-fitur foto, video hingga buku-buku, termasuk bekas sekalipun. “Di Jakarta ada banyak tempat yang jual barang bekas. Saya akhirnya dapat mengumpulkan album The Beatles dari awal sampai akhir termasuk klip-klip yang tak pernah diedarkan. Kemarin waktu ke luar negeri saya dapat barang bekas pringan hitam.The Beatles. I Love The Beatles so much,” ujar mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia, Jurusan Seni Musik.

Berburu barang bekas, menurut penyanyi Nina Taman merupakan hal yang lumrah di kalangan artis. Dirinya tak merasa gengsian mendatangi tempat atau pasar penjualan barang bekas. “Saya ingat waktu ke Makasar ada suatu tempat yang namanya Cakar (Cap Karung) yang pajang barang bekas. Nah, di situ saya lihat ada yang masih bagus bahkan hanya kotor saja, tinggal dicuci sudah nampak baru. Masih murah banget. Saya sukanya beli kemeja,” ujar wanita kelahiran Surabaya, 29 Maret 1975 dan isteri dari Erikar Lebang.

Lanjut pemilik berat badan/tinggi 48 kg/168 cm, selama tiga tahun berkeluarga, ia tidak terlalu memikirkan koleksi barang. Dirinya juga menghindari pembelian aksesoris sekend. “Saya lebih memilih membeli yang baru. Waktu ke Bali saya kagum melihat banyak aksesoris yang dijual seperti kalung cincin, anting. Saya sempat beli kalung untuk kenang-kenangan,” ujar puteri pertama B. Tamam Hoesein dan Inuk Tamam

Soal perlengkapan rumah tangga, Nina memburu tirai bekas. “Kebetulan saya bawa teman yang kerja di garmen untuk melihat kualitasnya. Kalo alat elektronik lebih baik beli yang baru. Soal perabot ya kami diberi orangtua sewaktu baru menikah,” kenang wanita yang jarang mengenakan gaun meski ke pesta sekalipun. (Beny Uleander/KPO EDISI 94/November 2005)

Read More
Beny Uleander

Extrem Tour Bukit Hexon 2005

Menerabas Tanjakan Terjal Menuju Taman Otomotif

Menantang maut, menerjang bahaya sekaligus menikmati keasyikan menerabas jalan penuh tanjakan terjal di tengah guyuran hujan bernada romantik di akhir bulan November. Itulah sepenggal episode pengalaman perdana yang dirintis I Wayan Dhiana (25), anggota Tim Mekanik Bengkel Pak Oles yang mengemudi Hard Top Landcruiser besutan tahun 1982. "Wah, benar-benar asyik. Saya mau ikut lagi kalau ada turing mendatang. Khan, ini pengalaman pertama saya bawa hard top dalam suasana ekstrim off-road," tandasnya bersemangat.

Memang gairah Wayan Dhiana setali tiga uang dengan gelora turing otomotif yang berkecamuk di dada 20 anggota Tim Extrem Tour Bukit Hexon 2005. Rombongan yang dipimpin langsung Pak Oles menumpang lima kendaraan menjajal medan penuh tanjakan dan tikungan maut menuju Bukit Hexon, terletak 70 km sebelah selatan Kota Denpasar. Tepatnya di Dusun Bua Banjah, Desa Lemukih, Kecamatan Sawan, Buleleng.

Pukul 10.30 Wita, rombongan yang diikuti Tim Mekanik Bengkel Pak Oles, Kepala Bagian Umum, Pemred & Konsultan Design Montorku, Koordinator Sekuriti, 3 reporter dan 1 fotografer Montorku berangkat dari Pak Oles Centre menuju Buleleng. Laju kendaraan 60 km/jam bertujuan, mengetahui kinerja HEXON, Vitamin Oli Mesin dalam kondisi tanjakan ekstrim. Pada pukul 12.30, rombongan tur dari Denpasar bertemu rombongan dari Pabrik EM Desa Bengkel, Banyuatis yang dipandu Nyoman Suka dan Ketut Bimbo di Bedugul.

Sepuluh menit berselang, rombongan layaknya tim ekspedisi mulai dihadang suasana setara extrim off-road. Guyuran hujan menambah licin jalan tanjakan berbatu yang dikerjakan secara swadaya oleh warga Lobong, Dusun Batu Dinding, Desa Pegadungan, Sukasada. Sisi kiri dan kanan jalan dihiasi lereng-lereng terjal. Pengemudi yang tak bernyali dipastikan akan shock atau kurang berhati-hati akan menjual nyawa di tebing yang curam.

Acungan jempol layak diberikan kepada Tim Extrem Tour Bukit Hexon ini. Lima mobil: Daihatsu Rocky disetir Kadek Yuliarthana, Grand Cheroke dikemudi Putu Serken, CJ 7 dipelanai Yunus Sugianto, Kijang ditunggang Ketut Bimbo, TS 120 dituntun Putu Budiasa dan Landcruiser dipacu Wayan Dhiana merangkak menantang tanjakan terjal. Sebagian anggota rombongan melompat keluar di tengah hujan deras untuk mendorong mobil maupun memberi aba-aba. Wajah ceria dan pekik gembira seakan menjadi petir kecil yang menemani rintikan air dari langit.

Pukul 13.30, rombongan menjejakkan kaki di Kampung Lobong dan disambut antusias warga setempat. Setelah makan siang bersama, rombongan tur beralih profesi menjadi tim ekspedisi menyusuri perbukitan Hexon seluas 8 Ha. Jalan setapak menuju perbukitan menyuguhkan pemandangan atraktif. Meski ketika menuruni punggung bukit yang terjal, beberapa anggota eksepedisi tergelincir jatuh bangun.

Sekitar 500 m sebelum Hexon Hill, ada 40 pekerja yang sedang membelah dinding tebing dan meratakan jalan masa depan bagi penggemar grasstrack. Pasalnya, menurut Pak Oles, Bukit Hexon akan disulap menjadi garden track. Ya, inilah sebuah terobosan baru di Pulau Dewata yang menghadirkan taman otomotif tanpa master plan yang bombastis di mulut tetapi mangkrak di lapangan. "Selain itu, bisa juga ditanami strawbery dan pohon murbei, termasuk bahan baku pembuatan Hexon," tandasnya. Tepat pukul 15.15, rombongan tur kembali ke Denpasar membawa segudang impian untuk berpetualangan lagi di Bukit Hexon. (BENNY ULEANDER)

Read More

Selasa, November 29, 2005

Beny Uleander

Menguak Sisi-sisi Pergulatan Peramu Berita

Seorang selebritis, tokoh politik, aktivis LSM hingga seniman menjadi terkenal baik tampang wajah maupun aktivitasnya berkat pemberitaan yang diramu wartawan. Bila kehidupan pribadi tokoh publik penuh ulah dan skandal ditulis wartawan, maka karir mereka pun terjungkal dan popularitas merosot. Terlontar sebuah pertanyaan bernada kegelisahan actual. Siapakah yang akan menulis dan menceritakan sisi-sisi suka dan duka para pekerja pers?

Mereka menulis nasib malang kaum buruh yang menerima upah di bawah standar UMR. Mereka mengisahkan duka para pahlawan tanpa tanda jasa –guru- yang hidup sebulan dengan gaji sehari. Mereka mempersoalkan kontrak si artis bernilai ratusan juta yang belum dibayar sebuah rumah produksi. Sedangkan si wartawan yang gaji bulanannya dicicil mendiamkannya dengan hati remuk redam. Padahal ia berpetualang ke sana ke mari memburu sumber-sumber berita. Ke mana ia harus mengadu. Paling-paling teriak frustrasi di meja pemred atau ruang manajemen. Setelah itu dipecat dan kehilangan pekerjaan. Kalau mau ada kerja paling banter jadi wartawan bodres, gadungan, WTS alias wartawan tanpa surat kabar atau CNN alias cuma nanya-nanya. Suaranya pun hilang diserap dinding-dinding ruang. Lengang dan sepi. Itulah balada hidup wartawan.

Menarik menyimak ringkasan laporan Survei Pendapat Wartawan Atas Isu-isu Media dan Jurnalisme yang diterbitkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam Kongres AJI di Bogor, 21-26 November 2005. Wartawan selalu kalah berhadapan dengan kekuatan pemodal. Terpatri sebuah pertanyaan, kalau begitu, hanya orang “bodohlah” yang gigih di jalur profesi. Tapi…hidup adalah panggilan. Suara nurani tidak gelisah menggurat kebenaran, keindahan dan kebaikan lewat ujung pena! (Beny Uleander/KPO EDISI 94/November 2005)

Read More

Jumat, November 25, 2005

Beny Uleander

50 Artis ‘Tebar Surat Cinta Buat Teroris

C U In Bali

Baliku kembali berduka karena ulah teroris. Tetapi Baliku menangisi sikap kekanak-kenakan segelintir anak bangsa yang lupa akan gairah dan semangat juang revolusi para leluhur. Baliku berduka dalam rona keprihatinan melihat sekelompok anak bangsa menjadi antek-antek Dr Azahari dan Noordin M Top yang tidak hidup dalam kultur bertanah air satu, satu bahasa dan satu bangsa.

Dalam pusaran kesadaran ini, 50 artis papan atas dan penyanyi beken kembali menjejak kaki mereka di Tanah Bali meriahkan acara amal Bali Recovery dalam tiga gelombang atas sponsor A Mild Live Production pada tanggal 25 November, 1 Desember dan 9 Desember.

Penampilan perdana 15 artis pada Jumat malam (25/11) di Kamasutra, Kuta, Denpasar seakan menebar surat cinta kepada para teroris dalam laga pagelaran musik, fashion show dan lelang amal. Betapa tidak. Aksi goyang panggung dan fashion show mereka mencitrakan kebanggaan sebagai anak-anak Indonesia yang berprestasi dan kreatif. Wajar bila kehadiran mereka menyedot dan memagnet remaja muda hingga orangtua yang memadati hall Kamasutra sejak pukul 22.00 Wita.

Acara yang dimulai pukul 23.30 Wita diawali penampilan personil Warna dengan mendendangkan lagu favoritnya, disusul Firman IDOL, Nina Tamam yang membuat panas penonton dengan tembang Heaven dan Ayo, Ayo, Ayo, lalu Baim, Sutha Afi, To-Fu serta Katon Bagaskara.

Penonton kian histeris ketika para artis berlenggak-lenggok seperti di atas cat walk dalam sesi fashion show yang menampilkan Mario Lawalata, Reza Bukan, Ira Wibowo, Dewi Rezer, Rianti Rhiannon Cartwright, dan lainnya. Mereka mengenakan busana rancangan Ali Kharisma, Putu Aliki dan Ananda & Brunel. Sebagai lakon pamungkas tampil To-Fu, Desta & Vincent Club 80’S dan T-Five yang menggairahkan acara amal ini hingga pukul 01.30 dini hari. Menurut Joy Kamasutra, acara amal ini terkait dengan penggalangan dana yang akan dihibahkan kepada para korban bom Bali 2 melalui Bali Crisis Centre (BCC).

Kemeriahan acara ini mau menunjukkan kepada wisatawan lokal dan mancanegara bahwa Bali tetaplah sebuah destinasi pariwisata dunia yang aman. Setidaknya, kehadiran para artis dan penyanyi papan atas menegaskan bahwa anak-anak Indonesia tetap bersatu dalam seni dan budaya. Wajar bila malam itu, hadir Ketua DPD PHRI Bali dan juga tokoh Puri Agung Ubud Cokorda Gde Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, Ketua IMI Bali dr Bagus Darmayasa dan penyair A Slamet Widodo.

Sebelumnya, Adhe Jane Marie Lumy dari BCC menegaskan pihaknya akan menggulirkan dana amal lewat lembaga tertentu . “Dana yang terkumpulkan akan disalurkan untuk kepentingan para korban bom seperti rehabilitasi, pendidikan dan keperluan lainnya,” ujarnya di sela konferensi pers, Selasa (23/11) di Kamasutra. (Beny Uleander/KPO EDISI 95/Desember 2005)

Read More
Beny Uleander

Bisnis Barang Bekas Berkualitas

Langkah Ekonomis Bernilai Ekologis
Uang adalah raja kehidupan. Beragam aktivitas manusia yang berdetak 24 jam membutuhkan uang. Namun dari mana dan bagaimana menghasilkan uang yang halal merupakan pertanyaan menarik di era krisis ekonomi ini. Yang pasti, untuk mencari duit, seseorang/lembaga menekuni sebuah bidang usaha, menciptakan system, melahirkan jaringan pemasaran barang/jasa dan menjaga kontinuitas produk.

Ide kreatif layak disematkan kepada para pelaku bisnis barang bekas. Bukannya digudangkan atau dikotaksampahkan, barang bekas dijual kembali setelah dibersihkan, diolah atau diperbaiki kerusakannya. Inilah langkah ekonomis bernilai ekologis, terutama bagi kebersihan lingkungan. Salah satunya dilakoni Putra Widiantara, SE (33), Manajer B3 (Barang Bekas Berkualitas) yang terletak di Jl P Maluku II/IC, Denpasar. Sesuai namanya, Anda dapat menemukan barang bekas tetapi masih bisa bersaing dengan produk baru. Inilah kejelian Widiantara menangkap peluang usaha sekaligus memburu rupiah.

Usaha ini dimulai 1 November 2004 dengan fasilitas gedung 3 lantai. Langkah awal adalah menerima penitipan barang bekas yang tidak dibutuhkan lagi pemiliknya. Barang bekas yang masih bisa dipakai meliputi elektronik, furniture, meubel, handicraft, alat-alat musik, olahraga, rumah tangga, kantor, bengkel, bangunan, aksesoris mobil & motor, jam, busana, sepatu helm, tustel, dll.

“Kami mengutamakan barang bekas yang masih berkualitas. Tentunya, kami kenakan biaya penitipan sebesar 10 persen. Sebelumnya, barang tersebut kami periksa kondisinya apakah masih layak dipakai atau tidak. Setelah itu, kita tentukan harganya,” ungkapnya.

Barang bekas yang paling laris adalah meubel dan furniture karena kualitasnya dapat dilihat langsung konsumen ketimbang alat elektronik yang dijual tanpa garansi. Diakuinya, ada harapan agar bisnis ini terus berkembang dan ada pembukaan unit-unit baru di Kota Denpasar dan sekitarnya.

Bisnis barang bekas sebagai mata pencarian juga dilakoni Sukri Abu Susanto asal Mojokerto yang sudah sepuluh tahun menjual sepatu bekas di Pasar Kreneng,Denpasar. “Saya dari dulu jual sepatu bekas. Untungnya memang besar hanya saya tidak bisa menyimpan uang,” akunya ketika diajak ngobrol suasana kehidupan harian para pedagang barang bekas di Pasar Kreneng.

Ia menerima sepatu bekas dari pemilik yang tidak membutuhkannya lagi. Juga Sukri harus memburu dari barang rongsokan yang dikumpulkan pemulung. “Sepatu yang sudah rusak, saya perbaiki. Kadang ganti alasnya atau dijahit bagian yang robek. Meski bekas, orang yang beli masih lihat merknya seperti Pacalolo, Pinoti, Piero yang paling laris,” ujar pria kelahiran 16 September 1970.

Penghasilannya diterimanya amat mencukupi untuk membayar kos dan makan minum. Itulah sebabnya, papar Sukri, dirinya merasa betah dengan penjualan sepatu bekas. Selain laris, di antara para pedagang barang bekas di Pasar Kreneng telah terjalin rasa persaudaraan yang demikian kental. “Ya kami di sini sudah seperti kakak dan adik. Semua sudah mengerti sifat masing-masing,” ungkap pria yang mengaku berstatus duda lajang. (Beny Uleander/KPO EDISI 94/November 2005)

Read More

Kamis, November 24, 2005

Beny Uleander

Jualan Baju Rombeng, Bangun Dua Rumah

Profil Ni Putu Oka Sudiarti
“Kalo tiga ribu, saya ambil bu,” tawar seorang wanita paruh payah sambil melihat-lihat pakaian bekas yang tersebar acak di atas trotoar sebelah barat Pasar Kreneng. Sementara, wanita penjaja pakaian bekas yang duduk beralas koran dengan cekatan langsung membungkus pakaian yang ditawarkan tadi. Itulah adegan yang terekam pada Kamis siang (24/11), pukul 10.45 Wita.

Sebagian rambut sudah memutih menghiasi kepala wanita penjaja baju loakan itu. Umurnya 58 tahun. Raut wajahnya mengekspresikan keseriusan ketika diajak bicara soal pekerjaan yang dilakoninya. “Ah saya malu kalau masuk koran. Kenapa tidak orang lain saja,” tolaknya ketika diwawancarai.

Kembali, wanita tua ini sibuk melayani para calon pembeli. Kadang ia mengeluarkan kata-kata umpatan bernada gurau kepada sesama pedagang barang loakan di sekitarnya yang kerap berusaha ‘menggugurkan’ rona keseriusan di wajah wanita tua itu. Meski alot, akhirnya pemilik nama Ni Putu Oka Sudiarti ini bersedia diajak ngobrol.

“Saya sudah sepuluh tahun berjualan baju bekas di sini. Saya mulai jualan sekaj jam tujuh sampai jam sebelas siang,” ujarnya tetap dengan ekspresi serius.

Bu Oka demikian nama sapaannya, memiliki tiga orang anak. Sementara suaminya, YS Abdullah asal Minang, sudah lama meninggal. Sebagai tiang penopang keluarga,Bu Oka pun memutuskan untuk berjualan baju bekas. “Kadang saya membeli dan menjual satu ball (sekarung) pakaian bekas. Sehari bisa laku sampai Rp 300 ribu,” ujarnya.

Untuk penjualan harian, Bu Oka membeli pakaian bekas dari ‘agen’ per plastik kresek ukuran besar Rp 60 ribu. Bisa untung Rp 20 ribu. Uang itu dikumpulkan untuk sewa kos per tahun Rp 5 juta. “Kalo untuk makan saya sangat hemat.Pagi masak nasi dicampur ubi ketela,” ceritera wanita yang tetap mandiri tanpa mau hidup bersama ketiga anaknya.

Ditanya soal profesi yang digelutinya, ujar Bu Oka, membawa berkah tersendiri. “Saya dapat membangun dua rumah Mas. Satu di Perum Damai Indah Blok F No 7 dan satunya lagi di P Misol Gg V No 9 yang ditempati seorang anak. Mereka juga sudah mulai membangun usaha sendiri. Saya beri modal dan kredit sepeda motor Supra Fit untuk anak dengan cicilan Rp 580 ribu per bulan,” tambahnya.

Sayang rumahnya di Perum Damai Indah sudah dijual untuk membesarkan ketiga anaknya. Bu Oka tetap ulet. Bangun jam lima pagi untuk mempersiapkan diri sebelum ke pasar. Ia mengaku berjualan di trotoar lebih praktis. Kapan saja barang bisa digelar dan dikumpulkan dengan cepat.

Meski begitu, Bu Oka bangga bisa memperoleh kredit usaha mikro dari BRI Unit Kreneng sebesar Rp 3 juta tanpa agunan. “Paling-paling, mereka (pihak bank –Red) meminta saya untuk mengurus surat keterangan usaha dari Kelian Banjar dan camat,” ujarnya.

Bu Oka dalam nada optimis menyatakan akan terus berjualan pakaian rombengan. Inilah pekerjaan yang bisa dilakukannnya. Selamat berjuang. (Beny Uleander/KPO/EDISI 94/November 2005)

Read More

Selasa, November 15, 2005

Beny Uleander

Pak Oles Hadiri Pertemuan Saudagar Bugis

Selaku pengusaha jamu dan obat-obatan tradisional asal Bali, Dr Ir GN Wididana, M.Agr bersama enam rekan pengusaha Pulau Dewata menghadiri Pertemuan Saudagar Bugis Makassar (PSBM) VII, di Hotel Sahid Makassar, 11-13 November 2005. Pertemuan ini mampu mengumpulkan 1.000 saudagar Bugis perantau dalam dan luar negeri yang terpencar sporadis bersama tamu undangan dari Malaysia, Singapura, Cina dan India.

Menurut Wididana yang diakrabi Pak Oles, pertemuan tersebut selain menjadi ajang silahturahmi para pengusaha Bugis juga moment bertukar informasi sekaligus membangun jaringan serta kemungkinan kerja sama di antara para pengusaha. Wapres HM Jusuf Kalla hadir membuka BSPM VII didampangi 7 menteri dari latar belakang pengusaha seperti Menko Perekonomian Abdul Rizal Bakrie serta Gubernur Sulsel HM Amin Syam. Hadir juga tamu istimewa Wakil Perdana Menteri Malaysia Yang Mulia Dato’ Sri Najib Haji Abdul Razak yang berdarah Bugis generasi ke-11 Latatta Ambarala Daeng Manangsang.

“Saya kagum dengan jiwa saudagar dalam diri orang Bugis, Nenek moyang mereka sudah mempunyai budaya merantau dan melaut dengan prinsip sekali layar terkembang pantang untuk kembali,” ujar pria yang gemar berdiskusi soal ekonomi dan politik.

Satu hal yang ditimbanya, ungkap Pak Oles, pengertian saudagar selama ini direduksi pada pemahaman orang yang berusaha meraih untung sekaligus siap untuk rugi. Padahal, kata saudagar dalam bahasa Sansekerta berarti orang yang banyak akal. Tentu saja, seorang saudagar harus cermat membaca peluang usaha, cerdik mengelola peluang dan pandai membangun relasi atau jaringan bisnis. Ketiga hal inilah yang dimiliki para saudagar Bugis. Mereka sukss sebagai pengusaha karena berani, ulet dan siap bekerja keras di tempat mana saja. Inilah salah satu semangat sebuah suku bangsa yang layak dipetik oleh suku bangsa lainnya di Bumi Pertiwi.

Pada PSBM VII diadakan penandatanganan MoU antara saudagar Bugis Makassar dengan pengusaha Malaysia, saudagar Bugis Makassar dengan Cina dan pengusaha Afrika dengan saudagar Bugis Makassar. Dari aspek ini, menurut Pak Oles ada kesempatan di masa mendatang bagi pengusaha Bali untuk membangun kerja sama dengan saudagar Bugis Makassar baik di dalam maupun di luar negeri. (Beny Uleander)

Read More

Selasa, Oktober 25, 2005

Beny Uleander

Hingga Juni 2005 Ada 349 ATM Di Bali

Perkembangan Perbankan Di Bali

Kredit yang dikucurkan bank umum di Bali sampai Juni 2005 mencapai 8.726 milyar sedangkan kredit UMKM mencapai 7.597 .Secara kelembagaan bank umum di Bali mengalami peningkatan jumlah dari 38 bank pada Maret 2005 menjadi 39 bank pada posisi Juni 2005 yaitu penambahan Bank Commonwealth yang berkantor pusat di Australia. Sedangkan kantor bank umum sampai Juni 2005 mencapai 313 kantor dengan rincian tiga kantor pusat, 72 kantor cabang, 156 kantor cabang pembantu dan 82 kantor kas. Peningkatan kantor bank diikuti dengan peningkatan jumlah ATM dari 329 ATM pada Januari 2005 menjadi 349 pada Juni 2005. Peningkatan tersebut berasal dari penambahan ATM di Kota Denpasar sebanyak 17 ATM. Dana masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK) yang terhimpun sampai Juni 2005 mencapai Rp 16.065 milyar atau meningkat 4,95% sejak Maret 2005. Dengan perincian tabungan sebesar 44,05% diikuti deposito sebesar 31,84%.

Berdsarkan golongan pemilik berasal dari pemda sebesar 9,01%, diikuti badan/lembaga pemerintah sebesar 25%, pemerintah pusat sebesar 67,03%, peeroorangan sebesar 4,73%, perusahaan swasta sebesar 8,82%, perusahan asuransi 20,15% dan koperasi 3,45%.

Besarnya DPK yang dihimpun bank umum konvensional di Bali pada skala Rp 5 miliar – Rp 500 miliar. Ini berarti sebagian besar bank umum di Bali merupakan bank-bank kecil karena hanya mampu menghimpun dana di bawah Rp 500 miliar sebesar 75%, sedangkan yang mampu menghimpun dana di atas Rp 500 miliar hanya sebesar 25% saja. Kondisi ini tidak terlepas dari dominasi simpanan masyarakat pada bank umum di Bali yang didominasi perorangan sebesar 74,34%.

Sementara kredit yang disalurkan bank umum sampai April - Juni 2005 mencapai Rp 8.726 miliar atau meningkat 7,79% disbanding Jamuari – Maret 2005. Pertumbuhankredit diikuti dengan perbaikan kualitas kredit yang tercermin dari NPL (non performing loan) gross dari 2,10% menjadi 3,20%. Kredit modal kerja mencapai 3.512, untuk investasi 1.440 dan konsumsi 3.774 miliar.

Komitmen perbankan untuk membantu pelaku usaha terlihat meningkat. Ini tercermin pada peningkatan plafond kredit perbankan pada Juni 2005 sebesar 10.021 miliar, 87,07% telah disalurkan perbankan sehingga total kredit yang belum ditarik pada triwulan II 2005 sebesar 15,44%. Ini barometer berjalannya fungsi intermediasi perbankan dan menunjukkan komitmen yang kuat baik dari pelaku usaha maupun perbankan untuk merealisasi dana menganggur tersebut. Sebagian besar bank umum di Bali hanya mampu mengucurkan kredit di bawah 50 Miliar . Sedangkan hanya empat bank yang mampu menyalurkan kreditnya di atas Rp 500 miliar. (Beny Uleander/KPO EDISI 93/November 2005)

Read More
Beny Uleander

Hanya 4 Bank Salurkan Kredit Di Atas 500 Miliar

Perkembangan Bank Umum Di Bali

Data Bank Indonesia Denpasar menunjukkan, perkembangan BPR di Bali hingga Juni 2005 cukup menggembirakan. Kredit yang dikucurkan mencapai Rp 8.726 milar atau meningkat sebesar 7,79% dibanding triwulan sebelumnya (posisi Maret).

Dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun bulan Juni 2005 mencapai Rp 16.065 milyar atau meningkat 4,95 persen dibanding posisi Maret 2005. Peningkatan ini berasal dari deposito sebesar 31,84 persen (rp 5.114 miliar), giro sebesar 24,12 persen (Rp 3.875 miliar) dan komponen tabungan sebesar 44,05 persen (Rp 7.076 miliar).

Berdasarkan golongan pemilik berasal dari pemda sebesar 9,01%, diikuti badan/lembaga pemerintah sebesar 25%, pemerintah pusat sebesar 67,03%, perorangan sebesar 4,73%, perusahaan swasta sebesar 8,82%, perusahan asuransi 20,15% dan koperasi 3,45%.

Besarnya DPK yang dihimpun bank umum konvensional di Bali pada skala Rp 5 miliar - Rp 500 miliar. Ini berarti sebagian besar bank umum di Bali merupakan bank-bank kecil karena hanya mampu menghimpun dana di bawah Rp 500 miliar sebesar 75%, sedangkan yang mampu menghimpun dana di atas Rp 500 miliar hanya sebesar 25% saja. Kondisi ini tidak terlepas dari dominasi simpanan masyarakat pada bank umum di Bali yang didominasi perorangan sebesar 74,34%. Peningkatan tersebut mendorong peningkatan Loan deposit ratio (LDR) bank umum di Bali dari 52,88% menjadi 54,32%.

Pertumbuhan kredit diikuti dengan perbaikan kualitas kredit yang tercermin dari NPL (non performing loan) gross dari 2,10% menjadi 3,20%. Kredit modal kerja mencapai 3.512, untuk investasi 1.440 dan konsumsi 3.774 miliar.

Komitmen perbankan untuk membantu pelaku usaha terlihat meningkat. Ini tercermin pada peningkatan plafond kredit perbankan pada Juni 2005 sebesar 10.021 miliar, 87,07% telah disalurkan perbankan sehingga total kredit yang belum ditarik pada triwulan II 2005 sebesar 15,44%. Ini barometer berjalannya fungsi intermediasi perbankan dan menunjukkan komitmen yang kuat baik dari pelaku usaha maupun perbankan untuk merealisasi dana menganggur tersebut. Sebagian besar bank umum di Bali hanya mampu mengucurkan kredit di bawah 50 Miliar . Sedangkan hanya empat bank yang mampu menyalurkan kreditnya di atas Rp 500 miliar.

Secara kelembagaan, bank umum di Bali mengalami peningkatan jumlah dari 38 bank pada Maret 2005 menjadi 39 bank pada posisi Juni 2005 yaitu penambahan Bank Commonwealth yang berkantor pusat di Australia. Sedangkan kantor bank umum sampai Juni 2005 mencapai 313 kantor dengan rincian tiga kantor pusat, 72 kantor cabang, 156 kantor cabang pembantu dan 82 kantor kas. Peningkatan kantor bank diikuti dengan peningkatan jumlah ATM dari 329 ATM pada Januari 2005 menjadi 349 pada Juni 2005. Peningkatan tersebut berasal dari penambahan ATM di Kota Denpasar sebanyak 17 ATM. (Beny Uleander/KPO EDISI 93/November 2005)

Read More
Beny Uleander

Pemda Bali Siapkan Dana Operasional KKMB

Ketika krisis ekonomi merebak tahun 1997 silam, sektor UKM (usaha kecil menengah), koperasi dan usaha mikro tampil sebagai penyangga perekonomian negara. Meski skala usahanya kecil tetapi jumlahnya yang besar menyebabkan multiflier efec-nya kepada masyarakat begitu signifikan. Namun kesulitan modal usaha menjadi keluhan klasik pelaku UKM. Selain akses yang sulit ke dunia perbankan karena minim informasi, secara umum kelemahan UKM berhubungan dengan bank terletak pada izin usaha, laporan keuangan, proposal kredit dan jaminan.

Menyiasati kendala tersebut, Kantor Bank Indonesia mendukung upaya pengucuran dana kredit bagi para pelaku usaha UKM dengan membentuk Satuan Tugas Pemberdayaan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). Diharapkan KKMB menjadi jembatan antara pengusaha mikro dan kecil dengan perbankan sebagai upaya untuk mendorong perbankan dalam pemberdayaan penduduk miskin produktif. KKMB diisi oleh para konsultan/pendamping yang ada di departemen teknis, swasta, lembaga pengembangan swadaya masyarakat dan lembaga penelitian.

Kini kabar gembira bagi KKMB Bali yang mendambakan dukungan dana operasional dari pemerintah daerah bakal terwujud. Menurut, Staf Humas KBI Denpasar, Allan Hudaya, Pemda Bali akan menggulirkan dana APBD Rp 107 juta untuk biaya sosialiasi KKMB di kabupaten/kota se-Bali tahun 2005. Demikian ungkap Allan Hudaya dalam temu dialogis BI Denpasar dengan wartawan ekonomi se-Bali, Sabtu (1/10) lalu, di Hotel Candi Beach Cottage, Candidasa, Karangasem.

Sejak dibentuk beberapa waktu lalu, KKMB Bali sebenarnya telah mendapat pelatihan, bahkan lembaga ini telah melakukan tugasnya sebagai mitra pendamping usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan perbankan. Hanya sayangnya, sejauh ini belum ada laporan atau data resmi berapa UKM binaan yang sudah mendapat bantuan kredit. UKM Yang enggan melapor tentu saja akan sulit mengurus sertifikasi dan akriditasi usahanya.

Berdasarkan laporan Kantor Bank Indonesia (KBI) Denpasar, kucuran kredit UKM di Bali cukup tinggi. Ekspansi ini dibarengi dengan peningkatan kualitas kreditnya. Artinya, kredit yang digunakan untuk modal kerja jumlahnya lebih banyak dibandingkan kredit untuk konsumsi.

KKMB Bali dalam kiprahnya menjunjung profesionalisme menjalin kemitraan dengan lembaga keuangan mikro (LKM), seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Sedangkan dana operasional KKMB Bali dalam menjalankan tugas mediasi, menurut Agra didapat dari fee yang diterima dari debitur. Fee yang kecil menurut Agra wajar saja mengingat lembaga ini bergerak pada usaha mikro dengan plafon pinjaman di bawah Rp 15 juta.

KBI Denpasar sendiri terus berupaya menggenjot pertumbuhan Bank Perkreditan Rakyat di Bali sebagai salah satu mitra KKMB. Saat ini terdata 143 BPR se-Bali dan terbesar berada di Denpasar dan Badung. Peran BPR untuk mendongkrak perekonomian Bali sangat besar. Dengan menyentuh sektor informal dan formal di pedesaan, diharapkan akan lahir wirausahawan yang mandiri.

Saat ini, ada 14 bank swasta dan BUMN yang mendukung KKMB seperti BNI, Bank Mandiri, BRI, BII, Bank Buana, Lippo Bank, Bank Bukopin, PNM, BCA, BTN, Panin Bank, Bank Danamon, Bank Niaga dan Permata Bank. (Beny Uleander/KPO EDISI 93/November 2005)

Read More
Beny Uleander

Kredit UMKM Di Bali Capai Rp 7.597 Miliar

Pertumbuhan kredit untuk pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sampai dengan triwulan II-2005 (posisi Juni) yang disalurkan bank umum di Bali mencapai Rp 7.597 miliar atau meningkat sebesar 7,63%. Menurut Kepala Seksi Pelaksanaan Kebijakan Moneter Kantor Bank Indonesia Denpasar, Hidayat SH, meskipun meningkat, share kredit UMKM terhadap total kredit menurun dari 87,20% menjadi 87,06%. Hal ini menunjukkan lebih cepatnya laju pertumbuhan kredit non-UMKM dibanding kredit UMKM.

Dilaporkan dari sisi sektoral, peningkatan kredit UMKM pada triwulan II 2005 dibandingkan triwulan I 2005 berasal dari hampir semua sektor kecuali sektor pertanian yang mengalami penurunan sebesar 0,02%. Penurunan kredit UMKM ke sektor pertanian berasal dari penurunan sub sektor tanaman pangan sebesar 22,34%. Hal ini disebabkan oleh kontraksi sektor tanaman pangan pada triwulan II-2005 dibanding triwulan I-2005 sebesar 2,88% karena telah selesainya musim panen yang berlangsung pada triwulan I 2005.

Kondisi agak berbeda dengan total kredit secara keseluruhan, di mana kredit ke sektor pertanian meningkat. Hal ini diperkirakan karena lebih besarnya pangsa kredit UMKM sub sektor bahan pangan terhadap total kredit UMKM sektor pertanian dibanding pangsa kredit sub sektor bahan pangan terhadap terhadap total kredit sektor pertanian sehingga penurunan kredit UMKM bahan pangan memberikan pengaruh yang lebih besar dibanding kredit secara keseluruhan.

Sementara itu, meningkatnya kredit UMKM sektor lain menunjukkan semakin percayanya perbankan terhadap pelaku usaha UMKM di Bali. Hal ini sangat baik bagi pembangunan UMKM, mengingat sektor UMKM mendominasi sektor mendominasi struktur perekonomian Bali.

Sebagian besar kredit UMKM disalurkan ke sektor lain-lain sebesar 50,19% diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 33,92%; sektor jasa dunia usaha sebesar 4,80%; sektor pertanian sebesar 3,84%; sektor industri pengolahan sebesar 3,39%; dan sektor konstruksi sebesar 1,96%.

Dari sisi penggunaan, peningkatan kredit tertinggi berasal dari peningkatan kredit konsumsi sebesar 8,98% diikuti oleh kredit modal kerja sebesar 6,72% dan kredit investasi sebesar 4,82%.

Hal ini mendorong besarnya pangsa kredit UMKM konsumsi sebesar 49,68%, sedangkan pangsa kredit UMKM modal kerja dan investasi hanya mencapai 40,05% dan 10,27%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perkembangan kredit UMKM ditopang oleh kredit konsumsi. Hal ini merefleksikan kondisi riil bahwa masih banyak UMKM yang belum mendapatkan sumber dana bank. Oleh karena itu, bank umum diharapkan untuk lebih mendorong peningkatan kredit UMKM guna keperluan hal-hal yang lebih produktif yaitu untuk modal kerja dan investasi. (Beny Uleander/KPO EDISI 93/November 2005)

Read More

Rabu, Oktober 12, 2005

Beny Uleander

Jelang Grand Final Miss Chinese Cosmos Pageant 2005

Imelda Wong Bidik Tiga Besar

Ajang Miss Chinese Cosmos Pageant (MCCP) 2005 kali ini boleh dibilang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Seorang puteri bumi pertiwi ini lolos mengikuti semifinal MCCP 2005. Remaja jelita pemegang rekor itu adalah Imelda Wong, asal Medan.

Wartawan media ini berhasil menemui Imelda dan memperkenalkan diri sebagai wartawan lokal. Dengan ramah, Imelda mempersilahkan kami untuk bertanya ‘secara curi-curi’ di ajang resmi itu. “Mas pakai topi dong. Kasihan panas,” guraunya saat kami menguntitnya di sela-sela acara Turtle for Life di Pantai Tanjung Benoa, Nusa Dua, Rabu siang (12/10).

Lanjutnya, “Ini pengalaman pertama naik perahu. Saya tidak takut karena sudah berpikir bukan untuk melaut tetapi melepas kura-kura ke laut lepas agar dia memiliki kehidupan,” obrolnya terburu-buru usai turun dari jukung menuju tenda acara.

Pemilik tinggi badan 73 cm dan berat 53 kg ini mengaku tak menyangka dirinya bisa masuk semifinal MCCP dari ratusan peserta se-Indonesia saat Grand Final MCCP Indonesia di Hailai International Executive Club, Jakarta, Jumat (3/9) lalu.

“Saya tak ada persiapan untuk ikut kontes ini. Waktu itu, kakek yang beri tahu ada acara Miss Chinese. Saya baru mendaftar dua hari sebelum penutupan pendaftaran,” kenang pemilik nama asli Huang Xu Min.

Buah hati pasangan Jeny dan Wong Jeng Loong ini memang sudah terbiasa dengan dunia catwalk. Imelda pernah meraih Juara II Wajah Revlon 2000, Pueri Sumatera dan runner-up I Indonesian Model Indosiar. Tapi baginya, ajang ini agak lain karena khusus bagi remaja yang berdarah China dengan persyaratan bisa berbahasa Mandarin, Inggris dan memahami sejarah dan kebudayaan China. Beruntung, Imelda sudah terbiasa berbahasa Mandarin yang menjadi bahasa keseharian di rumahnya. Kakek dan nenek Imelda keturunan China yang lahir di Indonesia.

Sejak lolos ikut semifinal MCCP 2005 tingkat internasional, Imelda, yang November ini genap berusia 21 tahun, langsung dikarantina di Beijing. 50 Miss Chinese ditempa berbagai pelajaran seputar kultur China dan akan mengikuti grand final pada November mendatang di Beijing. “Saya yakin masuk final,” tandas mahasiswi Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Komputer (STMIK) Microsmik, Medan.

MCCP 2005 yang disponsori Phoenix TV Hongkong menggelar serangkaian roadshow di Bali sebagai Pulau Dewata (12-14/10) dengan mengunjungi berbagai lokasi wisata di Bali, Jogyakarta – Solo sebagai kota kebudayaan (14-16/10) untuk menyaksikan kemegahan Candi Borobudur dan Prambanan dan berakhir di Jakarta (16-20/10). (Beny Uleander/KPO EDISI 91/NOVEMBER 2005)

Read More