Komang Sri Marheni, S.Ag, Msi
“Kita harus terima kehadiran kaum waria. Jangan jadikan mereka sebagai manusia yang sakit,” tegas anggota tim Komisi Penanggulangan Aids (KPAD) Bali dan Kasubag Humas Kanwil Agama Propinsi Bali, Komang Sri Marheni,S.Ag, Msi ketika dimintai komentar soal posisi waria dalam tata sosial masyarakat.
Baginya, semua manusia ciptaan Tuhan adalah saudara yang menghirup satu udara yang sama. Itulah sebuah filosofi sederhana sekaligus landasaan humanis membangun sikap yang tepat dalam menilai dan menempatkan kehadiran waria dengan prilaku mereka yang unik.
Memang, dalam kehidupan ini berlaku hukum alam/kodrat dan hukum manusia. “Hukum kodrat diatur oleh Tuhan tetapi hukum manusia atau hukum adat mengatur kaidah-kaidah kehidupan sosial manusia,” papar alumnus S2 Kajian Budaya Unud 2005. Karena itu, setiap manusia yang terlahir ke dunia termasuk waria atas kehendak Tuhan.
Menurutnya, waria yang terlahir dengan organ fisik lelaki tetapi kondisi psikisnya perempuan merupakan kehendak Tuhan. “Saya kira semua waria tidak berharap mereka lahir seperti itu. Pasti mereka kecewa tetapi memendamnya dalam hati. Kita tak bisa menciptakan diri sendiri atau mengatur bisa mendapat anak yang cantik seturut kehendak kita,” ujar perempuan yang rajin merawat diri dengan mandi lulur menggunakan aneka madu Ramuan Pak Oles.
Lanjut perempuan kelahiran Singaraja, 9 Oktober 1965, kaum waria harus diberi bimbingan dan kegiatan yang sehat sehingga mereka dapat bertumbuh menjadi manusia yang normal. Selama ini, ia melihat waria sering dikucilkan dan dilecehkan. “Di jaman reformasi ini memang waria sudah sedikit mendapat kebebasan.Mereka diberi tempat berorganiasai dengan kegiatan tertentu. Selama ini kami dari KPAD Bali menjadikan mereka sebagai mitra kerja dalam menanggulangi bahaya HIV/ADIS,” imbuh perempuan yang masih aktif di teater seni Mini Badung.
Dirinya mengungkapkan contoh di