Kamis, Agustus 14, 2008

Beny Uleander

Pasar Badung; Denyut Ekonomi Yang Berdetak 24 Jam

Pasar Badung sebuah pasar tradisional di Kota Denpasar yang hidup 24 jam sebagai jantung ekonomi rakyat jelata. Letaknya bersebelahan dengan Pasar Kumbasari yang kini dalam tahap renovasi paska terbakar tahun 2007 lalu. Terletak di sisi timur dan utara tukad (sungai) Badung.
Pasar Badung dan Kumbasari dihubungkan tiga jembatan. Sebuah jembatan besar dalam lintasan Jl Gajah Mada yang dilalui mobil, sepeda motor maupun pejalan kaki dan bisa tembus Jl Gunung Kawi. Kedua jembatan lain dibangun khusus bagi para pejalan kaki, konsumen atau pedagang selebar 1 meter. Tak heran pengunjung sering berdesakan kala melintasi jembatan itu.

Selain 'ladang' yang menyiapkan ragam bahan kebutuhan pokok, pasar juga tempat pertukaran kebudayaan. Pasar Badung telah menjelma menjadi ruang interaksi sosial antara masyarakat lokal dan pendatang. Ada transaksi tukar-menukar dan jual beli produksi pertanian, barang kerajinan, perlengkapan upacara adat atau agama dan industri rumah tangga.
Pasar Badung menyimpan sejarah nan panjang. Konon tukad Badung jadi lintasan pasukan ekspedisi Belanda yang bergerak menuju Pamecutan dari Denpasar pada peristiwa Puputan Badung, 20 September 1906.
Aktivitas ekonomi yang tinggi sejalan citra Denpasar sebagai kota budaya yang ramai dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri. Secara tidak langsung turut berpengaruh peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan pokok dan barang. Wisatawan kerap belanja di pasar itu. Sebagai ibu kota propinsi, Pasar Badung menjadi penyangga nadi ekonomi pedagang kecil dan penyedia kebutuhan pokok yang murah meriah. Tak heran, Pasar Badung yang dibangun tahun 1977 sempat hangus dilalap api tahun 2000 dan kembali direnovasi yang berakhir tahun 2001.
Pagi dini hari, pukul 02.00 WITA para pedagang, pemborong sayur dan buah-buahan sudah berdesakan. Kendaraan tumpah ruah di areal parkir. Di emperan pertokoan Jl Sumatera, ada gadis-gadis dakocan (dagang kopi cantik) yang menjual nasi jinggo dan minuman. Memang tampang mereka cantik-cantik. Biasanya para dakocan berjualan dari pukul 24.00 sampai 03.00 Wita dini hari. Pengunjung dapat memasuki Pasar Badung via Jl Gajah Mada (dari Utara), di sebelah Barat Pos Pecalang dan Candi Bentar, Jl Sulawesi (dari Timur dan Selatan), atau lewat jalan masuk Pasar Kumbasari dan Jl Gunung Kawi.
Bangunan Pasar Badung dengan konstruksi arsitektur Bali tergolong bangunan monolit, berlantai 4, berdiri di atas lahan 6.230 m2, dengan luas lantai 8.016.00 m2. Gedung induk memiliki 8 tangga; 6 di pojok-pojok gedung, 1 di tengah dan 1 di barat.
Pasar Badung kini menampung banyak pedagang, yang menempati 295 kios, 1363 los, 495 di pelataran dan 7 kios yang dibangun pedangan di tanah kosong dalam kompleks pasar. Lantai I digunakan untuk pedagang canang, bunga, buah, sayur dan jenis kue (bagian depan dan tengah), ikan, unggas, telur dan daging (bagian belakang). Lantai II bagi pedagang beras, kacang atau sembako. Lantai III (depan dan tengah) untuk pedagang kain, baju, pakaian sembahyang ke pura dan perlengkapan upacara, serta bagian selatan (belakang) ditempati pedagang makanan dan minuman.
Khusus lantai IV untuk kegiatan perkantoran PD Pasar Kota Denpasar, yang dilengkapi ruang aula, pertemuan terbatas, sekpri, dirut, dirut I, Dirut II, bagian umum, keuangan, teknik, pengawasan, kebersihan dan pertamanan, koperasi, pelayanan kesehatan reproduksi milik Yayasan Rama Sesana (YRS), kepala unit Pasar Badung, Dharma Wanita Persatuan dan toilet. Di 3 sudut bangunan (lantai bawah) ada 3 buah toilet publik (di barat laut, barat daya dan tenggara).
Rancangan arsitektur memang menjelimet namun ada terobosan elegan dan holistik. Menyiasati suasana gelap di beberapa sisi ruangan lantai II dan III ada gubahan dinding terbuka yang didukung dua buah void (lubang), salah satunya tembus ke lantai satu, sehingga masuknya penerangan sinar matahari dan udara segar dari luar. Pasar Badung memang dikenal sebagai pasar yang padat dan ramai. Di dalam areal pekarangan, membludak mobil dan sepeda motor pembeli dan penjual, dekat Posko Informasi, Keamanan dan Trantibnas.
Pasar Badung memiliki dua keunikan. Pertama, bertebaran para WTS (wanita tukang suun) yang menawarkan jasanya untuk mengangkat barang (suun) belanjaan dari konsumen. Jasa ini kian marak karena penataan parkir yang cukup baik di sekitar areal pasar.... yang justru menyebabkan jarak tempuh dari pasar dan tempat parkir jadi cukup jauh. Apalagi bila ada konsumen yang harus membawa belanjaan dari dalam pasar sedangkan parkir mobil ada di Jl Kartini. Lumayan jauh jarak yang ditempuh para wanita tukang suun dengan patokan harga Rp 5000, Rp 10.000 sampai Rp 20.000.
Keunikan kedua; ada tempat suci (unsur parahyangan) pasar atau pura pasar, yang lazim disebut Pura Melanting. Dalam balutan arsitektur Bali, areal Pasar Badung dibatasi tembok panyengker gaya Badung/Denpasar. Di sebelah Utara bangunan ada Pura Melanting Sari Buana, dan di Selatan ada Pura Beji Pasar Badung. Aspek ini sejalan dengan religiositas masyarakat Hindu Bali yang selalu berpegang pada konsep Tri Hita Karana, dengan berlandaskan ajaran Agama Hindu guna tercapainya hubungan yang harmonis dan selaras antara manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam lingkungan. Mengamati suasana harian di kompleks bangunan pasar, PD Pasar perlu meningkatkan standar pengawasan sanitasi pasar tradisional yang meliputi pembuangan limbah, sampah, kebersihan MCK, sirkulasi, pencapaian, penanggulangan bahaya kebakaran, keamanan dan kenyamanan konsumen dalam berbelanja. (KPO EDISI 158/AGUSTUS 2008)

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :