Senin, Mei 10, 2004

Beny Uleander

Wanita Kerap Alami Pelecehan Seks

Pelecehan seksual sering menimpa kaum wanita di tempat kerja. Dua tahun terakhir, media massa memberitakan nasib kelam tenaga kerja wanita Indonesia di luar negeri yang diperkosa, dihamili atau digeranyangi majikannya. Bahkan ada pembantu rumah tangga yang tak sadar bahwa mereka diperdagangkan sebagai budak seks. Mereka disekap berhari-hari di dalam kamar cuma bertugas melayani nafsu syawat tuannya.
Fenomena pelecehan seksual tenaga kerja wanita menjadi salah satu sorotan dunia. Asia Pasifik dan Timur Tengah merupakan kawasan utama tujuan buruh migran perempuan termasuk korban yang diperdagangkan. Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Saudi Arabia, Kuwait, Uni Emirat Arab, Yordania, Palestina, Qatar merupakan negara tujuan para pekerja asal Indonesia, yang selama ini menjadi salah satu negara pengirim buruh migran khususnya buruh migran perempuan terbanyak dari kawasan Asia Tenggara. Kota-kota seperti Jakarta, Surabaya, Batam, Dumai, Medan, Pontianak merupakan daerah transit penyaluran TKW Indonesia ke luar negeri.
Meski ada berita tak sedap tentang nasib wanita Indonesia di tanah rantau, setiap tahun TKW yang mengadu nasib di luar negeri terus meningkat. Kondisi ekonomi negara yang terus terpuruk mendorong sebagian wanita mencari dollar di luar negeri. Buktinya, kebanyakan TKW itu sudah berkeluarga. Mereka mengirim uang untuk suami dan anaknya di kampung halaman. Juga, penghasilan tiap bulan ditabung untuk modal usaha, membeli tanah guna membangun rumah dan membiayai pendidikan anak.
Kenapa wanita Indonesia di luar negeri kerap menjadi objek pelecehan seksual? Ada banyak faktor yang bisa dikaji. Faktor budaya patrialkal yang masih kuat -juga di negara tujuan TKW- melibas fungsi wanita sebatas 3 R (dapur, sumur dan kasur). Wanita adalah pelayan lelaki. Kalau kata Aristotels wanita adalah binatang piaraan. Arti sumur, wanita tak punya pengaruh dalam menentukan aturan-aturan sosial. Ia cuma manut, taat dan menurut apa kata suaminya. Dan kasur, wanita adalah penerus keturunan kaum lelaki. Tugas pokoknya adalah melahirkan dan menyusui anak.
Di Indonesia terdapat pengakuan bahwa bentuk-bentuk perburuhan eksploitatif sektor informal, perburuhan anak, perekrutan untuk industri seks, dan perbudakan berkedok pernikahan, yang sebelumnya telah ada dan diterima masyarakat, sebenarnya merupakan bentuk-bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia dari individu yang terlibat. Pekerjaan-pekerjaan sebagai buruh migran dan pembantu rumah tangga diketahui paling banyak dijadikan sebagai tujuan perdagangan perempuan dan anak di Indonesia.
Masalah pelecehan TKW Indonesia di luar negeri sebenarnya sudah tercium dari kampung halamannya. Umumnya, TKW direkrut oleh badan pencari tenaga kerja yang ilegal untuk menjadi buruh migran. Pekerja karena kekurangan informasi tidak mengetahui jelas jenis pekerjaan mereka. Daya tarik utama, biaya pemberangkatan mereka ke Malaysia, Singapura, Arab Saudi melalui biro jasa ilegal lebih murah. Padahal, biro jasa ilegal itu tidak akan menjamin keselamatan TKW Indonesia. Bahkan kehadiran mereka di suatu negara tidak terdaftar di KBRI setempat.
Pengiriman TKW Indonesia oleh biro jasa ilegal ke luar negeri kerap digambarkan sebagai bagian dari organisasi kejahatan lintas negara yang terorganisir. Meski gambaran tersebut ada benarnya dalam sebagian kasus namun ada juga pelaku perdagangan yang bukan bagian dari kelompok kejahatan terorganisir, mereka bekerja merekrut dan mengirim tenaga kerja secara independen, baik secara kelompok maupun individu, dan ada juga tokoh masyarakat di daerahnya. Namun, banyak dari aktor yang terlibat dari perdagangan perempuan dan anak ini, sebagian terlibat langsung, tidak menyadari apa yang mereka lakukan.
Pada tanggal 30 Desember 2002, Presiden Megawati menerbitkan Keppres RI Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak. Keppres tersebut akan berdampak nyata jika ditindaklanjuti dengan aktivitas konkrit di lapangan, yang dilaksanakan oleh penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, yudikatif) maupun kelompok-kelompok masyarakat untuk melawan eksploitasi TKW Indonesia. Sejauh ini pemerintah telah membentuk tim gabungan antar instansi untuk melakukan penanganan terhadap perempuan korban pelecehan seks, dan mensosialisasikan rencana aksi nasional tersebut hingga ke pemerintahan daerah.
Solidaritas Perempuan (SP) telah melakukan advokasi terhadap buruh migran perempuan (BMP) khususnya pekerja rumah tangga (PRT) dan menemukan banyak kasus pelecehan seksual terhadap TKWI yang bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, sepanjang tahun 2002, SP menangani 280 jenis pelanggaran hak-hak BMP yang dialami oleh 142 Buruh Migran Indonesisa (BMP), termasuk di dalamnya kasus spesifik perdagangan perempuan dan anak (4 kasus). Sedangkan pada tahun 2003 sendiri, tercatat 55 kasus kekerasan terhadap BMP, terdiri dari 43 kasus kekerasan umum (kekerasan fisik, psikis, ekonomi, seksual) dimana terdapat 12 kasus perdagangan perempuan dan anak, baik yang terjadi di dalam maupun di luar negeri.
Kondisi perempuan Indonesia yang menjadi korban seks sangat menyedihkan. Hak-hak mereka terus dilanggar, ada yang ditawan, dilecehkan, dan dipaksa bekerja diluar keinginan mereka. Hal ini menempatkan mereka pada kondisi seperti perbudakan, dalam mana mereka tidak lagi memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri, hidup dalam situasi ketakutan dengan rasa tidak aman.
Diperlukan berbagai upaya untuk mencegah dan melindungi perempuan korban pelecehan. Salah satu upaya melindungi korban adalah membantunya mendapatkan kembali hak-haknya atau rehabilitasi fisik maupun psikis. Banyaknya korban akibat pelecehan seksual berbanding terbalik dengan pelayanan dan bantuan yang mereka terima untuk mengembalikan hak-haknya yang terampas. Tidak banyak pusat-pusat pelayanan yang dapat diakses para korban. Mereka sangat membutuhkan pelayanan integral berupa pelayanan hukum, pelayanan kesehatan psikis maupun fisik, tempat penampungan sementara (shelter/rumah aman). (Beny Uleander/KPO EDISI 58/MINGGU II MEI 2004)

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :