Hadir 90 musisi, grup band dan para penyanyi papan atas serta pendatang baru di blantika musik
Para wartawan dan fotografer standby di
Peperangan informasi pun terjadi di antara wartawan walau secara diam-diam. Masing-masing media berusaha mencari kesempatan di tengah kesempitan waktu untuk wawancara ‘super eksklusif’ dengan para musisi berdasarkan ‘angle redaksi’.
Aku sendiri memutuskan untuk berkonsentrasi meminta komentar singkat meski datar para artis maupun kelompok band yang menghipnotis 55 ribu penonton. Patokannya sederhana…saat para bintang akan melewati red carpet untuk difoto sebelum memasuki Media Centre, aku melihat reaksi penonton terutama para remaja yang berlarian dan berhimpitan di pagar pembatas. Mereka berdesakan ingin melihat dari jarak 5 meter para idola mereka. Ada yang berusaha mengabadikan wajah idolanya dengan kamera HP, digital maupun manual. Bila ada artis atau band yang diserbu penggemarnya, maka aku pun berusaha mengumpulkan data para artis/band ketika jumpa pers berlangsung. Bukankah aku harus mengetahui perkembangan terkini band maupun artis yang memiliki sejuta penggemar?
Tibalah moment kegamangan itu. Pukul 18.55 WITA, usai Radja Band, aku terpana melihat penampilan Peterpan yang menghipnotis penonton. Bayangkan, begitu Peterpan tampil di panggung A Mild Stage, WC umum yang sebelumnya penuh sesak dengan antrean penonton tiba-tiba kosong melompong. Akupun mulai bertanya. Ada apa denganmu Peterpan?
Aku menderita kesepian di tengah gemuruh suara penonton. Semua mata di arena itu berkonsentrasi memelototi Ariel (vocal), Loekman (lead guitar), Uki (guitar), Andika (keyboard), Reza (drum), dan Indra (bass) yang memanjakan penggemarnya dengan lagu-lagu favorit mereka.
Akupun bergegas kembali ke Media Center menunggu kedatangan Peterpan. Saat itu tiba. Ribuan penonton beralih menyerbu pagar pembatas red carpet. “Pintar juga pihak panita membuat pagar pengaman dari besi baja. Kalau tidak bisa ambruk,” gumamku dalam hati. “Pak tolooong. Toloooong Pak. Tolong dong Paaa. Pliiiisss…,” pinta beberapa remaja dengan suara memelas memohon agar aku yang berada di dalam pagar bisa membantu memotret personil Peterpan dengan kamera yang mereka bawa dari rumah. Aku cuma tercengang dalam kegamangan. Ada aura dan energi apa yang dipancarkan personil Peterpan yang masih muda belia dengan tampang tak berdosa?
Di dalam Media Center, jelang konferensi pers, suasana lebih hiruk pikuk. Jumlah reporter seperti membengkak dua kali lipat dari sebelumnya. Kami berdesak-desakan. Para wartawan pun terserap dalam kharisma Peterpan. Semua melepaskan kartu pengenal di dada dan meletakkan di meja untuk ditandatangani Ariel dkk. “Ini wawancara atau jumpa penggemar,” tanyaku diam. Usai konferensi pers, wartawan pun masih antrean minta tanda tangan. Ini membuat kesal reporter sebuah media televisi yang sudah siap wawancara eksklusif pada akhirnya batal. Berujung, kejar-mengejar wartawan dengan Ariel yang dikawal ketat. Aku heran kenapa pada waktu konferensi pers semua wartawan seperti kehilangan bahan pertanyaan. Ada apa denganmu Peterpan?
Didorong rasa penasaran, aku menguntit Ariel dkk. Mereka masuk tenda paling pojok untuk bertemu para penggemar dan menandatangani pakaian segelintir fans yang diizinkan masuk. Petugas keamanan kewalahan ketika penggemar di luar pagar mulai berteriak histeris karena tak beruntung bertemu idolanya. Delapan menit kemudian, Ariel dkk sudah diamankan ke lokasi khusus. Aku kembali ke media center.
Tiba-tiba dua gadis remaja cantik menghampiriku dengan senyum ramah. “Mas wartawan ya,” tanya seorang di antaranya yang ternyata datang dari