Minggu, Agustus 28, 2005

Beny Uleander

Ada Apa Denganmu Peterpan?

Sebuah moment kegamangan di Pulau Serangan, Sakenan, Bali, Minggu (28/8), melekat erat di benakku. Jam menunjukkan pukul 18.55 WITA. Rasa gamang itu seperti tarikan napas panjang yang menarik keluar kelelahan dari sekujur tubuhku menggantinya dengan sebuah refleksi. Maklum, sejak pagi, pukul 09.45 WITA, aku bersama fotografer Gede Sustrawan sudah berada di lokasi konser terakbar di tanah air A Mild Live Soundrenaline 2005 putaran terakhir.

Hadir 90 musisi, grup band dan para penyanyi papan atas serta pendatang baru di blantika musik Indonesia. Karena itu, kami harus membuat pengamatan lebih awal soal lokasi dan suasana jelang konser. Syukur, matahari tetap bersahabat meski menyengat kulitku. Aku tak peduli. Para penonton juga cuek akan sengatan mentari kala konser dimulai pukul 11.30 dengan penampilan Reza Herlambang.

Para wartawan dan fotografer standby di Media Center ditemani EO Prisma PR, Endah Dwi Ekowati yang selalu membagi keramahan kepada awak media. Lokasi Media Center berada di tengah antara kedua panggung Simpati Stage dan A Mild Stage yang berjarak 15 meter. Lalu lintas kesibukan merekam data dan berita kian meningkat ketika mulai digelar jumpa pers di Media Center. Setelah Reza Herlambang bergantian dengan Funky Kopral, Meteor, Melanie Subono, Suicidal Sinatra, Meta & Band, Navicula, Kara, Sunset, Don’z Gank, Galagasi, ROXX, Lolot, Sucker Head, Gamma, Crowned King Band dari Kanada, Ello & Band, PAS Band, Audy, SID dan Radja…...lalu Peterpan, Slank dan terakhir God Bless.

Peperangan informasi pun terjadi di antara wartawan walau secara diam-diam. Masing-masing media berusaha mencari kesempatan di tengah kesempitan waktu untuk wawancara ‘super eksklusif’ dengan para musisi berdasarkan ‘angle redaksi’. Para petugas keamanan selaku pengawal sangat ketat. Belum selesai wawancara pasca jumpa pers, sang artis atau personil grup band sudah digiring paksa ke tenda istirahat. Memang ketat. Betapa beratnya perjuangan wartawan untuk mencari sela-sela berita eksklusif yang berbeda dengan rekan media lainnya. Bukankah lain dapur, lain pula menu dan masakannya?

Aku sendiri memutuskan untuk berkonsentrasi meminta komentar singkat meski datar para artis maupun kelompok band yang menghipnotis 55 ribu penonton. Patokannya sederhana…saat para bintang akan melewati red carpet untuk difoto sebelum memasuki Media Centre, aku melihat reaksi penonton terutama para remaja yang berlarian dan berhimpitan di pagar pembatas. Mereka berdesakan ingin melihat dari jarak 5 meter para idola mereka. Ada yang berusaha mengabadikan wajah idolanya dengan kamera HP, digital maupun manual. Bila ada artis atau band yang diserbu penggemarnya, maka aku pun berusaha mengumpulkan data para artis/band ketika jumpa pers berlangsung. Bukankah aku harus mengetahui perkembangan terkini band maupun artis yang memiliki sejuta penggemar?

Tibalah moment kegamangan itu. Pukul 18.55 WITA, usai Radja Band, aku terpana melihat penampilan Peterpan yang menghipnotis penonton. Bayangkan, begitu Peterpan tampil di panggung A Mild Stage, WC umum yang sebelumnya penuh sesak dengan antrean penonton tiba-tiba kosong melompong. Akupun mulai bertanya. Ada apa denganmu Peterpan?

Aku menderita kesepian di tengah gemuruh suara penonton. Semua mata di arena itu berkonsentrasi memelototi Ariel (vocal), Loekman (lead guitar), Uki (guitar), Andika (keyboard), Reza (drum), dan Indra (bass) yang memanjakan penggemarnya dengan lagu-lagu favorit mereka.

Akupun bergegas kembali ke Media Center menunggu kedatangan Peterpan. Saat itu tiba. Ribuan penonton beralih menyerbu pagar pembatas red carpet. “Pintar juga pihak panita membuat pagar pengaman dari besi baja. Kalau tidak bisa ambruk,” gumamku dalam hati. “Pak tolooong. Toloooong Pak. Tolong dong Paaa. Pliiiisss…,” pinta beberapa remaja dengan suara memelas memohon agar aku yang berada di dalam pagar bisa membantu memotret personil Peterpan dengan kamera yang mereka bawa dari rumah. Aku cuma tercengang dalam kegamangan. Ada aura dan energi apa yang dipancarkan personil Peterpan yang masih muda belia dengan tampang tak berdosa?

Di dalam Media Center, jelang konferensi pers, suasana lebih hiruk pikuk. Jumlah reporter seperti membengkak dua kali lipat dari sebelumnya. Kami berdesak-desakan. Para wartawan pun terserap dalam kharisma Peterpan. Semua melepaskan kartu pengenal di dada dan meletakkan di meja untuk ditandatangani Ariel dkk. “Ini wawancara atau jumpa penggemar,” tanyaku diam. Usai konferensi pers, wartawan pun masih antrean minta tanda tangan. Ini membuat kesal reporter sebuah media televisi yang sudah siap wawancara eksklusif pada akhirnya batal. Berujung, kejar-mengejar wartawan dengan Ariel yang dikawal ketat. Aku heran kenapa pada waktu konferensi pers semua wartawan seperti kehilangan bahan pertanyaan. Ada apa denganmu Peterpan?

Didorong rasa penasaran, aku menguntit Ariel dkk. Mereka masuk tenda paling pojok untuk bertemu para penggemar dan menandatangani pakaian segelintir fans yang diizinkan masuk. Petugas keamanan kewalahan ketika penggemar di luar pagar mulai berteriak histeris karena tak beruntung bertemu idolanya. Delapan menit kemudian, Ariel dkk sudah diamankan ke lokasi khusus. Aku kembali ke media center.

Tiba-tiba dua gadis remaja cantik menghampiriku dengan senyum ramah. “Mas wartawan ya,” tanya seorang di antaranya yang ternyata datang dari Surabaya untuk menonton aksi Peterpan. “Ya. Saya memang wartawan,’ jawabku ramah. Tanpa malu gadis yang satunya lagi memelukku manja dan menggesekkan buah dadanya di lenganku. Aku terbengong. “Mas..tolong ya foto Ariel dengan hapeku,” bujuknya. Aku merasa gamang. Koq bisa sampai begini penggila Peterpan. Ada apa denganmu Peterpan? Sudah lahir BonJovi di Indonesia. Bisakah para anak muda ini tak larut dalam ketenaran yang kadang memabukkan berujung pada kehancuran karir? Biarlah itu cuma dialami New Kids On The Block. (Beny Uleander/KPO EDISI 89/OKTOBER 2005)

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :