Rabu, Juni 30, 2004

Beny Uleander

Urbanisasi Bukan Momok

Oscar Niemer, seorang arsitek terkenal mengatakan masalah sosial mustahil dipecahkan di atas meja gambar. Artinya, untuk memahami setiap masalah sosial, kita diwajibkan untuk terjun langsung ke lapangan mengamati akar penyebabnya dan meneliti faktor-faktor pendukungnya. Upaya mengatasi masalah sosial seputar urbanisasi tidak sebatas obrolan di warung kopi.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk kota dan diperluasnya skala kota, muncullah banyak masalah dalam proses perkembangan urbanisasi, misalnya, polusi lingkungan, kurangnya energi dan padatnya lalu-lintas. Karena itu pemerintah perlu mengenal proses urbanisasi dari sudut lingkungan ekologi, struktur ekonomi dan sosial dengan selain mementingkan hasil ekonomi juga mementingkan hasil guna lingkungan dan sosial.
Banyak penelitian, studi maupun kajian yang menyatakan bahwa berkembangnya lingkungan permukiman kumuh di kota besar dan sulitnya penanggulangan masalah tersebut sangat terkait dengan laju pertambahan penduduk yang sangat cepat. Hampir 2 juta penduduk bermigrasi menuju ke kawasan perkotaan (khususnya kota-kota besar di Indonesia) dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Fenomena ini dapat mewakili permasalahan yang paling signifikan di sebagian besar kawasan perkotaan di Indonesia.
Pesatnya pertumbuhan penduduk (1,49% per tahun) antara lain didorong oleh tingginya intensitas perpindahan penduduk dari pedesaan ke perkotaan telah memberikan pengaruh besar terhadap terjadinya perkembangan lingkungan permukiman baru dan peningkatan kepadatan penduduk dan hunian di perkotaan (baik permukiman lama maupun baru).
Pertambahan populasi yang cenderung melebihi ambang batas kapasitas daya dukung lingkungannya ini selanjutnya akan menimbulkan beban terhadap sumber daya alam, sosial, individu, maupun lingkungan terbangun yang telah ada. Kondisi ini lebih diperburuk dengan kurangnya kemampuan sumber daya manusia (penduduk lingkungan itu sendiri) dalam mengelola sumber daya tersebut.
Kenyataan di atas menjadi potret hitam arus urbanisasi di kota-kota besar Indonesia. Padalah, proses urbanisasi yang ditata dan dipantau Pemerintah lewat kebijakan nasional (lintas propinsi) merupakan langkah tepat mengendalikan urbanisasi liar. Selama ini, masing-masing popinsi terkesan menerapkan kebijakan lokal yang bervariasi padahal proses migrasi itu terjadi antar propinsi dan pulau. Dengan kata lain, proses urbanisasi sedemikian kompleks dan tidak hanya terbatas pada lingkup lingkungan kota itu sendiri, melainkan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari permasalahan antar kota dan hubungan antara kota dan desa (urban-rural linkages).
Kalau dirunut ke belakang, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan agenda “Cities Without Slums” pada tahun 2010 dan mendorong pemerintah kota dan kabupaten untuk saling bekerja sama (city to city cooperation) dalam rangka menggali potensi kota/ kabupaten melalui pertukaran pengalaman dan peningkatan kapasitas manajemen kota/kabupaten untuk menangani urbanisasi yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan.
Penanganan arus urbanisasi yang komprehensif dan lintas kota yang sudah dicanangkan di atas merupakan salah satu bagian dari upaya untuk mewujudkan lingkungan kota yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan guna mendukung pengembangan jati diri, kemandirian dan produktivitas masyarakat. Kualitas permukiman yang layak huni dan terjangkau akan sangat berpengaruh pada proses penanggulangan masalah urbanisasi, mendorong pertumbuhan wilayah yang lebih terintegrasi, mendukung terwujudnya urban-rural linkage yang diharapkan, dan sekaligus mendukung perwujudan permukiman pedesaan dan kawasan perdesaan keseluruhan yang berkelanjutan.
Kita harus mengakui bahwa urbanisasi sedang menjadi tenaga pendorong penting perkembangan ekonomi di suatu kota besar, seperti diungkapkan ekonom terkenal dari negeri tirai bambu, Doktor Hu Angang. Arus urbanisasi harus dipercepat guna mendukung percepatan dan akselerasi pembangunan berkelanjutan.
Satu tenaga pendorong penting dalam perkembangan ekonomi dewasa ini adalah memperbesar kebutuhan dalam negeri, sedang urbanisasi adalah mata rantai penting untuk memperbesar kebutuhan dalam negeri.
Baik dilihat dari jangka waktu pendek maupun jangka waktu panjang, sebenarnya pertumbuhan ekonomi di beberapa kota besar di Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar, yang paling penting adalah meningkatkan pendapatan penduduk pedesaan yang merupakan 2/3 dari jumlah total penduduk Indonesia. Sedangkan meningkatnya pendapatan penduduk pedesaan tergantung pada peningkatan produktivitas. Namun bagaimana meningkatkan produktivitas? Dilihat dari keadaan sekarang, perlu dipercepat proses urbanisasi.
Proses urbanisasi itu sendiri harus dipahami beralihnya penduduk pedesaan menjadi penduduk kota yang mendatangkan banyak keuntungan bagi perkembangan ekonomi. Ada beberapa pertimbangan yang dapat dikemukakan. Pertama, urbanisasi memungkinkan tenaga kerja pertanian beralih ke bidang produktivitas kerja yang tinggi dari bidang produktivitas kerja yang rendah. Kedua, tenaga kerja pedesaan yang mendapatkan pendidikan tertentu akan memainkan peran yang lebih baik di kota daripada di desa. Ketiga, pembangunan prasarana yang sama akan mendatangkan efek yang lebih besar di kota daripada di desa. Keempat, pengeluaran konsumsi penduduk pedesaan akan meningkat tajam setelah masuk kota. Urbanisasi dapat membantu penduduk pedesaan meningkatkan produktivitas kerja, dan selanjutnya meningkatkan taraf pendapatan dan konsumsi.
Meningkatnya taraf konsumsi penduduk pedesaan tak pelak akan mendorong pertumbuhan pesat ekonomi. Sebenarnya, urbanisasi meningkatkan pula efek investasi dalam perkembangan ekonomi di suatu kota. Masuknya penduduk pedesaan dalam jumlah besar ke kota akan meningkatkan tajam kebutuhan air, listrik, transportasi, komunikasi dan prasarana lain di kota. Ini akan memberikan peluang yang baik untuk memperluas investasi. Arus urbanisasi tidak selamanya menjadi momok sebuah kota besar.
Hanya saja arus urbanisasi harus ditangai Pemerintah guna mempertahankan perkembangan selaras kota besar, menengah dan kecil membimbing tenaga kerja pedesaan mengalir dengan rasional dan teratur melalui mekanisme kontrol yang efektif dan efisien. (Beny Uleander/KPO EDISI 61/MINGGU I JULI 2004)

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :