Selasa, Juli 20, 2004

Beny Uleander

Bangun IPSA Dengan Menjual Tesis

Pendulum: Yayasan Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA), pada 9 Agustus nanti, genap berusia 7 tahun. Berbicara tentang IPSA jelas kita berbicara tentang siapa, bagaimana dan mengapa lokasinya harus dibangun di desa, jauh dari keramaian hiruk-pikuk suasana perkotaan. Terkait peristiwa ini, Redaksi menurunkan 4 tulisan untuk kembali mengingatkan eksistensi, peran dan kiprah IPSA Bali sebagai sekolah praktis menuju petani profesional di era yang kian kompetitif. Masih dari lokasi yang sama, Redaksi menurunkan 1 tulisan terkait Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PT Karya Pak Oles Tokcer se-Indonesia 15-18 Juli yang digelar di Desa Bengkel, Busungbiu, Buleleng. Pusat Pelatihan Teknologi EM.

Bila Anda datang ke Desa Bengkel, Kecamatan Busungbiu, Buleleng, sekitar 125 Km arah Utara Denpasar, di situ ada sebuah tempat riset dan pendidikan kilat di bidang pertanian organik berbasis teknologi Effective Organisms (EM). Tempat riset dengan nama Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) ini terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat dan penduduk Indonesia untuk memperdalam pengetahuan di bidang teknologi EM yang ramah lingkungan, murah dan gampang. IPSA didirikan Dr Ir GN Wididana, M Agr pada tahun 1996 dan diresmikan 9 Agustus 1997 Bupati Buleleng saat itu Drs IK Wirata Sindhu.
Perjalanan IPSA yang akan memasuki HUT VII tidak terlepas dari sosok sederhana Wididana yang gandrung mengutak-atik teknologi EM sejak tahun 1989 di Indonesia. Ya, ia adalah pioner penerap Teknologi EM di Indonesia. Buah pikirannya yang diwujudkan dalam suatu karya nyata memberikan contoh kepada petani, membuktikan bahwa pria ‘bergelar’ Pak Oles ini perlu diperhitungkan sebagai Arsitek Reformasi Teknologi Pertanian di Indonesia, dengan teknologi EM sebagai jurus pemungkasnya. Wajar saja kalau dalam poling Bali Post tentang calon menteri dari Bali untuk kabinet mendatang, terdapat nama GN Wididana sebagai salah satu kandidat Menteri Pertanian Indonesia.
IPSA didirikan di atas lahan seluas 5 hektar. Desa Bengkel menjadi pilihan karena ayahnya yang tinggal di situ merelakan tanahnya digunakan sebagai ajang riset dan pendidikan. Menurut Pak Oles, tempat itu cocok untuk menanam 350 jenis tanaman bunga, yang tetap mekar dan harum semerbak sepanjang tahun, sebagai salah satu bahan dasar pembuatan obat-obatan tradisional Bokashi.
Di Desa berpenduduk sekitar 1500 orang itu, lembaga IPSA menawarkan aneka latihan praktis pertanian terpadu dengan teknologi EM, yang biayanya relatif murah. Seperti pembuatan pupuk organik, budidaya jamur atau lebah madu. Bagi peserta yang ingin menginap, sudah dibangun 10 gelebek berkapasitas 30 orang dengan harga Rp 60.000 semalam dan Rp 70.000 per satu hari latihan.
Saksi sejarah pendiri IPSA, Ir Agus Urson Hadi P, sebelum IPSA didirikan, Pak Oles sudah perkenalkan teknologi EM di Indonesia. Namun, saat itu teori-teori seputar EM yang digagas Prof Dr Teruo Higa dari Jepang itu masih diragukan kalangan peneliti. “Saat itu, kami sudah produksi pupuk cair EM yang diproduksi di Desa Bengkel dan di Bojong, Jakarta. Hanya saja, setelah pendirian IPSA, penjualan pupuk organik yang difermentasi dengan teknologi EM laku keras di pasaran.
IPSA sendiri memiliki 7 tenaga instruktur yaitu Dr Ir GN Wididana, M Agr, Ir Agus Urson Hadi P, Nyoman Darma, Asep Agus, dr Putu Aryana dan Made. Pak Oles sendiri mengakui, visi pendirian IPSA sebagai lembaga riset dan pendidikan di bidang pertanian organik karena teori tanpa praktek merupakan sebuah kebohongan belaka.
“Teknologi EM waktu itu ada konflik di atas, ke tingkat menteri. Saya, waktu itu sudah banyak teman-teman, ada yang menteri. Untuk mengantisipasi ini saya buat sekolah Pusat Pelatihan Teknologi EM di Bengkel. Saya buat aja sendiri. Soal biaya, Pak Oles mengaku, hanya bermodal nekad. Uangnya datang sendiri nanti, saya pikir. Pikiran saya, uang bukan masalah. Nanti dia itu datang. Saya jual hasil penelitian, jual tesis saya. Terjual 500 juta. Ternyata gampang,’’ kenangnya. (Beny Uleander/KPO EDISI 63/MINGGU I AGUSTUS 2004)

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :