Kamis, Juni 29, 2006

Beny Uleander

Merekam Jejak ‘’Membangun Desa Membangun Bangsa’’

Lima Tahun Membangun KORAN PAK Oles
OLEH: BENNY ULEANDER

Media massa dalam kiprahnya di jagad pemberitaan mengusung liputan berita bernilai pencerdasan kehidupan bangsa dan berisi sajian informasi. Ya, termasuk pernak-pernik hiburan. Itulah tipikal dasar institusi pers yang selalu bergulat sebagai media kontrol sosial dan media informasi. Peran pers sebagai media pencerdas diungkap wartawan senior Indonesia Rosihan Anwar sebagai suatu tugas terberi yang tidak bisa dihapus, mengalir dalam urat nadi pers dan menjadi napas pers hingga kekekalan. Jauh sebelum Republik ini terbentuk, sebelum adanya UUD 1945 maupun institusi TNI, tugas pers (Indonesia) dari dulu hingga kini tetap sama, --mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tugas pencerdasan kehidupan berbangsa secara inheren berkait lekat dengan eksistensi pers sebagai lembaga kemasyarakatan. Pers berada di tengah masyarakat tetapi bukan milik masyarakat. Pers berjalan bersama pemerintah tetapi bukan alat pemerintah. Sebaliknya pers bisa mempengaruhi pemerintah dan masyarakat. Sementara masyarakat yang dinamis membawa banyak tuntutan perubahan dalam pengelolaan pers.
Langkah strategis terkait pencerdasan kehidupan bangsa dipahami Koran Pak Oles sebagai kesadaran untuk ikut ‘’memprovokasi’’ pola-pola fanatik pembangunan ekonomi kerakyatan. Barangkali di sinilah ‘neraka’ bagi eksistensi pers. Banyak media yang lahir lalu mati, dan kadang harus mati muda karena kegagalan menyuluh untuk perubahan-perubahan mendasar yang berdampak langsung bagi kesejahteraan rakyat. Mereka (media) gagal dalam berinvestasi visi karena ada kecenderungan media sekarang untuk sekedar ada sebagai bacaan alternatif. Padahal, masyarakat Indonesia yang masih tergolek di jurang kemiskinan membutuhkan pers yang mengawal segala upaya dalam merintis pilar-pilar pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan politik.
Pers harus memiliki keberanian untuk terus menatap ‘menara mercusuar’ kesejahteraan. Apalagi di abad 21 ini semua aliran ideologis maupun mazhab yang tidak mampu membawa kesejahteraan akan ditinggalkan pengikutnya. Yang tertinggal adalah ‘ideologi kesejahteraan’. Dalam bilik ini, Koran Pak Oles menyatukan langkah dengan visi pengelolaan pertanian Indonesia berbasis organic, --teknologi Effective Microorganisms (EM) sebagai maskot. Menara mercusuar yang dibangun lalu dirangkum dalam kesetiaan memberitakan kesuksesan dan kepincangan pengembangan pertanian organik yang ramah lingkungan, plus peternakan, pengolahan limbah dan berdirinya sendi-sendi agrobisnis di pelosok-pelosok desa.
Koran Pak Oles berani tampil sebagai pionir media yang memberitakan pengembangan pertanian organik dengan sebuah teknologi ramah lingkungan yang dibutuhkan dunia terkini. Lingkungan alam tempat manusia menyandarkan hidup dan kehidupan anak cucunya telah rusak oleh praktek-praktek pertanian modern yang menggunakan bahan-bahan kimiawi dan pupuk pestisida. Siapa dan institusi manakah yang berani menggugat praktek pertanian di Indonesia yang ‘menipu’ petani dan akhirnya produksi pangan nasional menurun drastis setiap tahun? Akademisi manakah yang kini berani berteriak lantang sembari memberi contoh peningkatan kualitas dan kuantitas pangan kepada para petani di desa?
Koran Pak Oles telah memberi warna pembangunan pertanian dengan mengangkat sebuah ‘desa laboratorium’ yaitu Desa Bengkel, Banyuatis, Buleleng, Bali. Di sana berdiri Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA). Banyak petani, kalangan instansi pemerintah, pelajar, ilmuwan, praktisi pertanian dan peternakan datang dari Sabang sampai Merauke belajar pertanian organik dan aplikasi teknologi EM untuk peningkatan produksi tanaman, ternak, dan pengolahan limbah. Di Desa Bengkel juga mereka melihat langsung tanaman pertanian dan peternakan yang dikelola dengan teknologi EM, juga menyaksikan kegiatan industri pertanian dengan menyambangi pabrik yang memproduksi Ramuan Pak Oles, berbahan baku tanaman pertanian dan perkebunan. Di sana, mereka menyadari, masyarakat pedesaan tidak perlu berduyun-duyun pindah mencari kerja ke dan di kota. Karena bukankah urbanisasi tidak lain sebagai upaya memindahkan kemiskinan dari desa ke kota.
“Scripta manent verba volant,--Yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin.” Koran Pak Oles dalam rubrik-rubriknya akan terus merekam semua langkah, contoh dan upaya pembangunan desa yang identik dengan pembangunan negara. Desa maju, kota sukses dan negara pun sejahtera. Sebelum berlari seribu langkah, seseorang setidaknya mulai dengan satu langkah. Sebelum berwacana membangun negara, adalah tepat secara diam-diam memberi contoh pembangunan dan pemberdayaan masyarakat pedesaan. Kalau Drs Moh Hatta masih hidup ia akan tersenyum bangga melihat ekonomi masyarakat pedesaan terus mengepul di sela-sela pucuk tanaman pertanian dan perkebunan. KPO/EDISI 109 JUNI 2006

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :