Rabu, Desember 05, 2007

Beny Uleander

Mencari (Wajah) Tuhan

Apa keistimewaan pigura peradaban abad 21? Globalisasi? Kapitalisasi raya? Terorisme? Digitalisasi dan komputerisasi (piranti lunak)? Pigura peradaban 21 adalah trend interaksi fisik yang ditandai dengan tingkat mobilisasi manusia lintas Negara yang amat tinggi. Dinamika kehidupan suatu bangsa selalu bersinggungan dengan globalisasi, kapitalisasi raya, digitalisasi & komputerisasi yang berkembang luar biasa cepat dan ekses negatif benturan peradaban terkristal dalam gelinding liar terorisme.
Kemajuan teknologi memang sukses menghapus berbagai tingkat kesulitan hidup sekaligus membangun pilar pemisah: gaya hidup masa lalu dan pola hidup manusia modern. Tempoe doeloe, raja berplesiran ditandu pegawai istana. Lalu, putera mahkota mewarisi kereta kuda dilaburi emas ditarik seekor kuda jantan nan gagah dikendalikan kusir istana yang terampil. Siapa sangka jauh ke depan, seorang raja, sultan atau kepala Negara menggelar jumpa pers di atas pesawat terbang?
Ketika laju industri dan geberan informasi yang beradu cepat dalam iklim kompetitif industri media, manusia modern ‘dibombardir’ ketakutan primitif. Ancaman pembunuhan, pembantaian massal (genocide), bom bunuh diri, perampokan dan perang nuklir. Kemajuan teknologi adalah berkah tetapi sepak terjang suatu ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diselimuti filosofi, moral dan nilai keagamaan, maka aroma kematian pun mengintip setiap sisi hidup manusia.
Siapa kira, pelaku bom bunuh diri sebelumnya merekam visi, misi dan kegiatan mereka dalam kepingan CD? Siapa duga, kemajuan iptek gagal menjinakkan naluri membunuh yang bersemayam rapi di haribaan hati setiap manusia? Beribu sayang, ketakutan massal yang kini mencengkram benak manusia modern tidak dapat dihapus dengan siraman rohani ataupun khotbah moral yang berapi-api. Toh, perangkat moral dan tatanan agama pun dieksploitasi dan diekplorasi sekehendak hati menjadi benteng pembenar rangkaian aksi brutal. Bagaimana, Presiden AS George W Bush mengklaim dirinya ditempatkan Yesus Kristus di Gedung Putih. Lalu, ekspansi brutal ke Irak atas kehendak Tuhan? Kekerasan dan kebiadaban diciptakan manusia tetapi Tuhan ‘dipaksa’ untuk ikut bertanggung jawab? Apakah trend pigura 21 mencatat nafsu suci manusia menjadikan Tuhan sebagai manusia berbudi, karsa dan karya? Ataukah, manusia modern memformulasikan secara baru ke-tuhan-an versi Friedrich Nietzsche: Tuhan adalah Aku (Übermensch). Untuk konteks ter(aktual)isasikan: Bush menjadi tuhan dan Amerika adalah surganya??? Lembaga PBB adalah bala malaekatnya dan Israel (termasuk sekutu AS) adalah nabi yang diberi misi khusus menjaga ‘kehendak kudus’ tuhan Amerika di Bumi Timur Tengah dan Negara-negara miskin, termasuk Indonesia!?
Kala torehan perbandingan disodorkan, antara Nietzsche dan Bush terbentang jurang kecerdasan yang amat dalam. Sebagai tokoh pembunuh Tuhan (dalam Also sprach Zarathustra), Nietzsche memprovokasi dan mengkritik kebudayaan Barat di zaman-nya (dengan peninjauan ulang semua nilai dan tradisi atau Umwertung aller Werten) yang sebagian besar dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan tradisi kekristenan (keduanya mengacu kepada paradigma kehidupan setelah kematian, sehingga menurutnya anti kehidupan). Walaupun demikian dengan kematian Tuhan berikut paradigma kehidupan setelah kematian tersebut, filosofi Nietzsche tidak menjadi sebuah filosofi nihilisme. Justru sebaliknya yaitu sebuah filosofi untuk menaklukan nihilisme (Überwindung der Nihilismus) dengan mencintai utuh kehidupan (Lebensbejahung), dan memposisikan manusia sebagai manusia purna Übermensch dengan kehendak untuk berkuasa (der Wille zur Macht). Sedangkan, Bush mengagungkan kebenaran aksi Bala Keselamatan-nya seraya memporak-porandakan kehidupan dan kedaulatan suatu Negara untuk berkuasa. Nietzsche membunuh tuhan yang abstrak, sedangkan Bush membunuh manusia yang riil. Mengabaikan eksistensi Tuhan disebut ateis. Meniadakan eksistensi manusia dinamakan: teroris!?
Bagaimana sikap dewasa manusia Indonesia menelaah cermat, bijak dan bermartabat realita ‘kufur’ modern ini? Apalagi Presiden Bush (akan) berkunjung ke Indonesia, 20 November 2006. Ada dua peristiwa penting dalam Bulan November yang mewarnai sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Pertama, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan untuk mengabadikan gelora perjuangan rakyat Indonesia mempertahankan kemerdekaan yang diraihnya dengan tetesan darah dan nyawa. Kemerdekaan itu tidak gratis. Ini pelajaran mahal yang sudah dilupakan anak bangsa. Di sini, kita memetik hikmah bahwa peperangan fisik adalah bagian integral dari menjaga kedaulatan bangsa.
Kedua, tanggal 13 November, Perundingan Liggarjati. Perundingan ini layak diangkat kembali karena untuk pertama kali, Belanda mengakui eksitensi Indonesia sebagai Negara dalam komunitas internasional. Sekaligus, sebuah prestasi gemilang Indonesia di jalur diplomasi. Sebuah pelajaran penting bahwa selain lewat jalur perang fisik ada juga ruang dialog, komunikasi, dan diplomasi.
Secara arif kita melihat sepak terjang rezim Bush di atas bumi ini sebagai pelajaran terselubung. Pasca kekalahan kubu Republik dari Demokrat dalam pemilihan umum di AS, Bush langsung bertandang ke Indonesia. Ada apa? Apakah Indonesi memiliki peran strategis di mata Bush dan Republik dalam memperbaiki citra mereka yang buruk di mata komunitas Negara-negara Islam? Dalam konteks ini, saatnya Indonesia menerapkan taktik diplomasi luar negeri yang bermartabat.
Langkah menentang aksi kapitalistik AS yang brutal tidak bisa diselesaikan sebatas demonstrasi dengan mengusung simbol-simbol agama tertentu. Konsep ketuhanan, nabi, isi ajaran dan tata cara ibadat adalah sekat internal institusi agama. Titik temu sekaligus pintu dialog adalah ranah etika dan tanggung jawab sosial. Inilah peran Indonesia menyampaikan kepada AS bahwa langkah peradaban dan perdamaikan dunia adalah tanggung jawab komunitas internasional. Dalam kerangka pemikiran itu, nilai hidup yang paling tinggi adalah kemerdekaan. Perdamaian internasional terwujud bila kedaulatan setiap Negara dengan latar belakang budaya dan agama dihargai. Perdamaian dunia adalah proyek bersama bukan proyek Amerika di belahan dunia tertentu. Setiap Negara harus bertanggungjawab atas hidup warganya dan penduduk dunia di belahan wilayah lain. (Beny Uleander/KPO EDISI 116)

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :