Sabtu, Desember 31, 2005

Beny Uleander

Wajah Pariwisata Ringsek

Wisatawan Jepang Siap Disasar
Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Aktivitas perpelancongan yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20, kini telah menjadi kebutuhan manusia dan menjadi industri tanpa cerobong yang menguntungkan. John Naisbitt dalam bukunya Global Paradox (1994) seperti dikutip Prof Dr Nyoman Sutjipta dalam Pariwisata Revolusi di Pulau Dewata (2005) mengungkapkan pariwisata mempekerjakan 204 juta orang di seluruh dunia, atau satu dari sembilan pekerja yang ada, 10,6 persen dari angkatan kerja global.

Pariwisata merupakan industri terbesar dunia dalam hal pengeluaran bruto, yaitu mendekati US$ 3,4 triliun. Pariwisata merupakan 10,9 % dari semua belanja konsumen, 10,7 % dari semua investasi modal dan 6,9 % dari semua belanja pemerintah. Pariwisata akan menghasilkan 144 juta pekerjaan di seluruh dunia sampai tahun 2005 dan di antaranya 112 juta pekerja berkembang di pesat di Asia Pasifik.

Prediksi John Naisbitt bahwa dalam abad ini akan terjadi gelombang wisatawan Asia di pasar-pasar di seluruh dunia dan negara-negara Asia akan menjadi tujuan wisata yang utama ada benarnya. Untuk Bali sendiri, menurut Dirut PT Pengembangan Pariwisata Bali (Bali Tourism Development Corporation) Ir I Made Mandra, wisatawan Jepang khsususnya kalangan lansia di atas 50 tahun menjadi target pasar yang siap disasar. “Selama ini orang-orang Jepang yang sudah pensiun memilih beristirahat di daerah-daerah tropis seperti Bangkok atau Hawaii yang memiliki banyak kondominium,” ungkapnya. Kini BTDC sedang membangun secara patungan Recuperation & Wellness Resort di atas lahan seluas 8 Ha di kawasan wisata Nusa Dua khusus untuk kalangan lansia dari Jepang yang ingin berlibur menikmati hari tua. “Mereka memiliki asuransi selama bekerja. Kami bekerja sama dengan pihak asuransi yang memungkinkan mereka bisa berkunjung ke Bali. Tentunya kami menyiapkan berbagai fasilitas untuk orangtua. Untuk pelayan hotel sendiri kami utamakan mereka yang memiliki latar belakangan pendidikan perawat,” ungkap Made Mandra. Selain itu, BTDC yang memiliki karyawan 180 orang saat ini memfokuskan diri pada revitalisasi asset yang tidak produktif dan pengoptimalan pemanfaatan lahan di dalam kawasan Nusa Dua yang mempekerjakan 7 ribu karyawan.

Indonesia sebenarnya pernah menikmati masa-masa jaya dari peningkatan pariwisata dunia terutama pada periode 1990 - 1996. Badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak akhir tahun 1997, bom Bali I dan II merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi masyarakat pariwisata Indonesia untuk melakukan re-positioning sekaligus re-vitalization kegiatan pariwisata Indonesia. Image pariwisata Bali kini seperti mobil ringsek karena ditabrak. Karena itu selaku praktisi pariwisata, aku Mandra, pihaknya pesimis menghadapi tahun 2006 karena BTDC mengalami penurunan keuntungan 25 persen, yaitu hanya 22 miliar pada tahun 2005. Namun ada harapan agar pemerintah lebih proaktif dengan reposisi sikap lebih kepada kegiatan memasarkan produk-produk pariwisata yang dimiliki daerah. “Ya kalau mau tangkap buaya maka umpannya harus besar,” ujar Mandra beranalogi secara sederhana.agar ada bujet yang besar untuk biaya promosi pariwisata Indonesia di kancah internasional. Peran fasilitator disini dapat diartikan sebagai menciptakan iklim yang nyaman agar para pelaku kegiatan kebudayaan dan pariwisata dapat berkembang secara efisien dan efektif. (Beny Uleander/KPO/EDISI 96/DESEMBER 2005)

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :