Jumat, Juli 08, 2005

Beny Uleander

Demokrasi, Ibarat Ideologi Janji Dan Merebut Kursi

Sejak runtuhnya rezim Orde Baru, perkembangan politik Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang sangat pesat. Satu hal yang paling menonjol adalah pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat. Sistem pemilihan seperti ini memang sangat cocok dengan pengertian demokrasi yang sebenarnya. Demokrasi berasal dari dua kata yakni demos yang artinya rakyat dan kratos yang artinya pemerintah. Jadi demokrasi berarti pemerintah yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tidak hanya itu, pemilihan langsung juga berlaku bagi kepala daerah baik propinsi maupun kabupaten.

Banyak calon yang bersaing dalam memperebutkan kursi kepemimpinan. Mereka berjuang untuk menarik simpati rakyat dengan mengobral janji-janji politik, melalui visi dan misi yang akan dijalankan setelah menduduki posisi puncak. Berbagai metode kampanye pun dijalankan. Ada team sukses, ada team lobi. Ada yang mendatangkan para artis serta membagi-bagikan makanan kecil kepada para simpatisan. Tetapi setelah menduduki posisi puncak mereka menjadi lupa akan janji-janji politiknya, akan visi dan misi yang pernah diungkapkan atau dipaparkan. Rakyat yang memilih pun tidak mampu berbuat apa-apa.

Memaknai fenomena yang terjadi di Indonesia, I Made Sudyatmika coba melukiskan lewat karya Merebut Kursi, yang dipamerkan di Museum Sidik Jari, Jl Hayam Wuruk, Denpasar. Dalam karyanya, Sudyatmika ingin mengungkapkan sosok para pemimpin yang ingin merebut kursi jabatan dengan menunggang ideologi yang disebut dengan demokrasi. Persaingan untuk menduduki posisi puncak, diwarnai usaha saling menjatuhkan, dan jegal menjegal. Menurut pelukis kelahiran 26 April 19985 itu, usaha merebut kursi puncak dengan cara demikian akan membuat pohon ideologi demokrasi menjadi lemah, tidak subur dan akhirnya jatuh dan mati.

Ideologi tidak hanya meniscayakan teknik dusta tetapi bisa menjadi sanggahan dan kritik terhadap segala kenyataan yang ada. Di bawah payung ideologi demokrasi, para pemimpin memformat pikiran rakyat sedemikian rupa dengan janji-janji politiknya. Hal ini bisa mencegah sikap kritis rakyat terhadap pemimpinnya. Di sini ideologi demokrasi telah melahirkan budaya verbalisme kosong. Pemimpin merasa puas, begitu juga rakyat yang memilihnya.

Orang yang berambisi merebut kursi kepemimpinan adalah orang yang jatuh dalam budaya verbalisme kosong, cepat puas dengan apa yang ada dan lupa dengan tugas-tugas dan kewajibannya sebagai pemimpin. Ambisi itu cenderung negatif karena selalu didasari oleh tujuan-tujuan semu yang kadang-kadang bisa mencelakakan kehidupan orang banyak. Inilah kritik bagi para pemimpin yang akan dan yang sudah terpilih. Janganlah mematikan pohon demokrasi yang sudah bertumbuh dengan subur di Indonesia. (Arnold Dhae & Beny Uleander/KPO EDISI 85/JULI 2005)

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :