Sabtu, Juli 09, 2005

Beny Uleander

Waria Bukan Sampah Masyarakat

I Gusti Ayu Pradnyandari Putri Bali 2005

Seraut wajah ayu tersenyum manis dan menyapa ramah. Sambil mempersilahkan untuk duduk, nampak sesekali gadis itu sibuk merapikan rambutnya. Ruangan agency Winproduction yang bercat biru langit itu, tampak makin cerah dengan balutan busana tanktop hitam beludru dipadu jas merah tua yang dikenakannya. Kecantikannya makin terpancar kala menahan tawa akibat pertanyaan nyeleneh kami tentang waria. Dialah I Gusti Ayu Pradnyandari. Sosok Putri Bali 2005 ini, ternyata punya pandangan lain tentang waria. Baginya, waria bukan suatu sampah masyarakat. “siapa sih yang mau jadi waria, itu kodrat, dia sendiri tentu ingin normal selayaknya orang biasa,” tutur dara kelahiran Dalung, 31 Januari 1985 ini.

Perilaku waria yang menyimpang dari keterarahan dasar pria menjadikan mereka dianggap aneh oleh masyarakat umumnya. Menurut pemilik tinggi 175 cm ini, banyak faktor yang menyebabkan seseorang berkompeten menjadi waria. “Secara psikologi, ada yang dari kecil bersifat kewanitaan. Adapula karena trauma akibat pemerkosaan, pencabulan menjadikannya benci sosok laki-laki,” jelas mantan pramugari Star Air ini.

Ungkapan yang dilontarkan Ayu, panggilan akrab Putri Bali ini, tak lain berdasarkan survey yang pernah dilakukannya bersama rekan-rekannya beberapa tahun silam. Namun, umumnya dari hasil survey ternyata lebih banyak pemicu menjadi waria akibat faktor genetis. Wajar saja, bila Ayu tidak menyalahkan seseorang menjadi waria. Menurutnya, selama mereka (waria_red) tidak mengganggu, tidak akan menjadi masalah. Di Bali tambahnya, masih jarang waria berkeliaran di jalan-jalan umum. Waria, justru banyak yang terjun ke lingkungan masyarakat. Tak ayal lagi, bagi Ayu, bila kini banyak waria yang terkenal dan pantas diacungi jempol karena bakatnya.

Disinggung perannya sebagai putri Bali dalam mengarahkan waria, perlu lebih hati-hati. Pasalnya, waria umumnya sangat sensitif. Pandangan masyarakat yang rendah terhadap waria menjadikannya merasa dikucilkan, sehingga perlu pendekatan secara perlahan.

Adanya waria, seharusnya diterima masyarakat. Hal ini berkaitan dengan keberadaan waria yang hadir karena ada yang membutuhkan. Tak bisa dipungkiri lagi, kehadiran waria walaupun dihujat masyarakat, tapi tetap saja banyak lelaki hidung belang yang memanfaatkannya. Bahkan, oknum-oknum tertentu turut mengeksploitasi waria. Namun begitu, Ayu tetap memaklumi masyarakat umum yang belum menerima secara lapang dada akan kehadiran waria.

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :