Hari Raya Galungan tiba. Penjor-penjor berdiri berbaris rapi di halaman depan setiap rumah di
Keagungan penjor kali ini seakan menyeret manusia penghuni Pulau Bali masuk dalam benteng-benteng perlindungan tak kelihatan. Benteng yang menjaga manusia
Warga Kuta yang tinggal di jantung pariwisata
Manusia Bali tetap bersolek dalam balutan kecantikan spiritual dalam menyambut Galungan. Sehingga pada Senin (3/10), warga desa Jimbaran beramai-ramai mengadakan upacara penyucian ‘Pamrastitha Sayud Dur Mangala’ di Pantai Muaya, Jimbaran. Prosesi dan ritual penyucian ini untuk mempersiapkan desa secara ‘sekala’ dan ‘niskala’ –jasmani dan rohani—memasuki rangkaian perayaan Galungan dan Kuningan, yang jatuh pada 15 Oktober depan.
Pada Galungan, Rabu (5/10), sejak pagi pukul 07.00 Wita, warga Kota Denpasar dan Badung melakukan persembahyangan di pura-pura Kahyangan Tiga di banjarnya masing-masing. Sebagian kemudian bersembahyang di Pura Jagatnatha, pura terbesar di Kota Denpasar –setelah rampung menghaturkan sesaji di rumah dan tempat kerja masing-masing. Kaum perempuan berdandan kebaya membawa canangsari, banten berisi bunga dan buah-buahan aneka rupa. Sedangkan kaum lelaki mengenakan destar putih, kemeja putih dan berkain saput putih kuning. Di dalam pura, dua orang ‘pedanda’ –pemimpin keagamaan- perempuan berusia renta memimpin jalannya upacara. Denting genta dari tangan para pedanda memecah keheningan pagi. Untaian doa dalam semangat Galungan membawa harapan pulau ini dibersihkan dari aura kejahatan yang ditebar para teroris.
Usai bersembahyang, warga Hindu melepas lelah, duduk-duduk di lapangan Puputan, tepat di depan pura. Sebagian memesan makanan dari pedagang bakso, sate ayam, dan jajan lain yang sudah memenuhi pelataran pura sejak upacara dimulai.
Perayaan Galungan diperingati setiap tahun dalam kalendar