Kamis, November 24, 2005

Beny Uleander

Jualan Baju Rombeng, Bangun Dua Rumah

Profil Ni Putu Oka Sudiarti
“Kalo tiga ribu, saya ambil bu,” tawar seorang wanita paruh payah sambil melihat-lihat pakaian bekas yang tersebar acak di atas trotoar sebelah barat Pasar Kreneng. Sementara, wanita penjaja pakaian bekas yang duduk beralas koran dengan cekatan langsung membungkus pakaian yang ditawarkan tadi. Itulah adegan yang terekam pada Kamis siang (24/11), pukul 10.45 Wita.

Sebagian rambut sudah memutih menghiasi kepala wanita penjaja baju loakan itu. Umurnya 58 tahun. Raut wajahnya mengekspresikan keseriusan ketika diajak bicara soal pekerjaan yang dilakoninya. “Ah saya malu kalau masuk koran. Kenapa tidak orang lain saja,” tolaknya ketika diwawancarai.

Kembali, wanita tua ini sibuk melayani para calon pembeli. Kadang ia mengeluarkan kata-kata umpatan bernada gurau kepada sesama pedagang barang loakan di sekitarnya yang kerap berusaha ‘menggugurkan’ rona keseriusan di wajah wanita tua itu. Meski alot, akhirnya pemilik nama Ni Putu Oka Sudiarti ini bersedia diajak ngobrol.

“Saya sudah sepuluh tahun berjualan baju bekas di sini. Saya mulai jualan sekaj jam tujuh sampai jam sebelas siang,” ujarnya tetap dengan ekspresi serius.

Bu Oka demikian nama sapaannya, memiliki tiga orang anak. Sementara suaminya, YS Abdullah asal Minang, sudah lama meninggal. Sebagai tiang penopang keluarga,Bu Oka pun memutuskan untuk berjualan baju bekas. “Kadang saya membeli dan menjual satu ball (sekarung) pakaian bekas. Sehari bisa laku sampai Rp 300 ribu,” ujarnya.

Untuk penjualan harian, Bu Oka membeli pakaian bekas dari ‘agen’ per plastik kresek ukuran besar Rp 60 ribu. Bisa untung Rp 20 ribu. Uang itu dikumpulkan untuk sewa kos per tahun Rp 5 juta. “Kalo untuk makan saya sangat hemat.Pagi masak nasi dicampur ubi ketela,” ceritera wanita yang tetap mandiri tanpa mau hidup bersama ketiga anaknya.

Ditanya soal profesi yang digelutinya, ujar Bu Oka, membawa berkah tersendiri. “Saya dapat membangun dua rumah Mas. Satu di Perum Damai Indah Blok F No 7 dan satunya lagi di P Misol Gg V No 9 yang ditempati seorang anak. Mereka juga sudah mulai membangun usaha sendiri. Saya beri modal dan kredit sepeda motor Supra Fit untuk anak dengan cicilan Rp 580 ribu per bulan,” tambahnya.

Sayang rumahnya di Perum Damai Indah sudah dijual untuk membesarkan ketiga anaknya. Bu Oka tetap ulet. Bangun jam lima pagi untuk mempersiapkan diri sebelum ke pasar. Ia mengaku berjualan di trotoar lebih praktis. Kapan saja barang bisa digelar dan dikumpulkan dengan cepat.

Meski begitu, Bu Oka bangga bisa memperoleh kredit usaha mikro dari BRI Unit Kreneng sebesar Rp 3 juta tanpa agunan. “Paling-paling, mereka (pihak bank –Red) meminta saya untuk mengurus surat keterangan usaha dari Kelian Banjar dan camat,” ujarnya.

Bu Oka dalam nada optimis menyatakan akan terus berjualan pakaian rombengan. Inilah pekerjaan yang bisa dilakukannnya. Selamat berjuang. (Beny Uleander/KPO/EDISI 94/November 2005)

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :