Senin, Maret 20, 2006

Beny Uleander

Four Speed Riding Arts

(Catatan liputan Jogya Bike Rendesvous (JBR) 2006 yang berlangsung di Hall Jogya Expo Centre (JEC), selama tiga hari, 17-19 Maret 2006 lalu)
Keberanian digandeng aksi nekat. Itulah spirit yang diusung tiga anak muda asal Bandung, Dennie H, Atep dan Along kala menekuni usaha pembuatan merchandise dan aksesoris kendaraan bermotor. Apalagi produk yang diciptakan diklaim pertama di Asia dan dipasarkan hanya di Indonesia, yaitu di Kota Bandung. Ketiganya bahu-membahu merintis pembuatan dan penjualan produk riding arts tiga dimensi dengan nama Four Speed. Produksi atau finishing dibuat di Jepang. Sebuah kisah usaha mandiri yang dimulai dengan sebuah ceritera panjang.
Ditanya soal modal awal, Atep pun mulai berkisah. Semuanya berawal dari hobi chatting. Kebetulan Atep dan Dennie memiliki bakat seni ukir. Dan, isi chatting pun berkisar soal bisnis seni ukir. Atep pun akhirnya bisa bertemu dengan teman sharing asal Jepang yang juga punya minat mengembangkan kreatifitas di dunia ukir. Pertukaran informasi dan komunikasi yang intens mendorong mereka untuk mengembangkan usaha bersama membuat seni ukir tiga dimensi. Pilihan jatuh pada produksi riding arts.
Atep dan Dennie dibantu Along yang pernah bekerja di Jepang untuk mulai merintis usaha mereka secara kecil-kecilan di Kompleks Margahayu Raya, Blok 1-2 No 106 Bandung. ‘’Kami desain gambar maupun display lewat setting komputer. Proses hard made dibuat sendiri di Bandung seperti desain pahatan pada kayu dan matres (cetakan). Jadi kami seperti menjual imajinasi saja,’’ tutur Atep. Lalu. ‘bahan kasar’ ini dikirim kepada rekannya di Jepang untuk diproduksi menggunakan bahan metal aloe yaitu campuran murni bahan logam, perak, tembaga dan aluminium dengan menggunakan teknologi mesin injeksi.
Diakuinya, produk riding arts ini menyasar kelas khusus yaitu penghobi koleksi berbagai jenis kendaraan klasik maupun favorit. Maklum saja harganya terbilang mahal berkisar Rp 7 juta sampai Rp 10 juta. ‘’Sebuah sepeda motor bisa terdiri dari 75 cetakan (matres) yang bisa dilepaskan. Keunggulan lainnya, dikerjakan secara detil per bagian termasuk menulis huruf yang terkecil sekalipun sehingga bisa menyerupai bentuk asli,’’ tutur Dennie.
Produk aloe ini, lanjut Atep, memiliki keunggulan. Bila makin digosok akan makin mengkilap. Khusus untuk aksesoris seperti kalung, gelang atau cincin jika dipakai tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Untuk menerobos pasar, Denie dkk mulai membuka stand di berbagai pameran otomotif maupun pameran pembangunan. ‘’Untuk pameran otomotif, kami baru pertama kali ikut Jogja Bike Rendezvous 2006,’’ tutur Atep.
Kreatifitas menjual mimpi mendatangkan duit. Itulah sepak terjang nekat dan berani tiga punggawa Bandung dalam merintis usaha di tengah kesulitan mencari lapangan pekerjaan. KPO/EDISI 103 APRIL 2006


Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :