Minggu, Maret 05, 2006

Beny Uleander

Negeri Pesakitan Bertabur Uang Panas

Belakangan ini korupsi kian menyeruak di semua lembaga, meski upaya pemberantasannya sudah mulai digalakkan sejak tahun 1960-an. Media massa asing beberapa tahun silam menyebut Indonesia sebagai the sick man of Asia karena masalah korupsi. Kebobrokan korupsi di Indonesia digambarkan lebih parah bila dibanding negara-negara lain seperti Haiti, Moldavia, Uganda. Kendati demikian bila dibanding dengan Kenya, Anggola, Madagaskar, Paraguay, Nigeria dan Banglades, Indonesia rangkingnya masih berada di bawah tetap menjadi masalah memprihatinkan. Kejahatan korupsi telah menggurita ke berbagai sektor pembangunan. Berikut petikan wawancara wartawan Koran Pak Oles Beny Uleander dengan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Udayana (Unud) Denpasar, Prof Dr Drs Johanes Usfunan, SH, MH:

Sektor mana yang berpotensi menimbulkan korupsi?


Pengadaan barang dan jasa dalam penyelenggaraan pemerintah merupakan sektor yang sangat berpotensi menimbulkan korupsi. Karena itu, pengawasan yang dilakukan harus benar-benar secara obyektif yang disertai keberanian lembaga-lembaga pengawasan termasuk kepolisian, guna mengungkapkan praktek-praktek korupsi yang merugikan negara, menghambat pembangunan dan upaya perwujudan kesejahteraan rakyat.
Badan pengawas Daerah ataupun lembaga lain yang terkait urusan pengawasan acapkali gagal menjalankan tugas dan wewenang secara obyektif karena faktor kedekatan dengan Gubernur/Bupati/Wali Kota. Tidaklah mengherankan bila temuan-temuan yang terkait korupsi sering mengecewakan publik karena secara diam-diam “diselesaikan”. Dengan demikian pengawasan terhadap penyalahgunaan wewenang di Republik ini masih lemah.


Sejauh mana pemberantasan korupsi di meja pengadilan?

Lembaga-lembaga penegak hukum terutama di daerah dalam kasus-kasus tertentu lebih “memprioritaskan” korupsi yang melibatkan pejabat kecil ketimbang kasus yang melibatkan bos-bos. Penegakan kasus korupsi masih mengesankan adanya diskriminasi. Belakangan “kritik keraspun dialamatkan ke PN Jakarta Selatan yang selama ini dikenal dengan sebutan “kuburan” dalam pemberantasan korupsi. Koruptor seringkali bisa tersenyum lega dan melenggang dari jerat hukum di pengadilan ini. Menurut catatan ICW setidaknya 13 perkara korupsi lepas ketika perkara disidangkan di PN Jakarta Selatan. Meskipun juga harus diakui ada terdakwa korupsi yang dihukum.

Bagaimanana Anda menilai kinerja Timtastipikor?

Berbeda halnya dengan penanganan kasus korupsi Pengadilan Tinggi Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang tak satupun meloloskan koruptor dari jeratan hukum. Dualisme penanganan korupsi oleh pengadilan umum dan pengadilan khusus tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini merupakan salah satu penyebab belum efektifnya penegakan hukum. Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi wewenangnya hanya mengadili kasus korupsi yang dituntut jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi sedangkan di lain pihak terdakwa kasus korupsi yang dituntut jaksa dari kejaksaan diadili di pengadilan umum.

Lalu apa wewenang KPK?

Sesuai UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, pasal 11 lembaga ini berwenang menyelidiki, menyidik dan menuntut tindak pidana korupsi yang melibatkan penegak hukum, penyelenggara negara, tindak pidana korupsi yang mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat serta menimbulkan kerugian kepada negara paling sedikit Rp 1 milyar. Kapling wewenang KPK dalam pemberantasan korupsi sudah jelas sehingga tidak menimbulkan konflik wewenang maupun koordinasi dengan lembaga pemberantasan korupsi lainnya.
Penanganan korupsi sebaiknya diserahkan saja kepada pengadilan tindak pidana khusus untuk menghindari dualisme dengan pengadilan umum. Selain itu juga agar pengadilan umum lebih mengkonsentrasikan penanganan perkara pidana lain dan perkara perdata.



Sejauh mana peran masyarakat memberantas korupsi?

Pemberantasan korupsi tidak saja menjadi tanggungjawab pemerintah khususnya lembaga-lembaga penegak hukum, tetapi juga menjadi hak masyarakat untuk berperan. Peran tersebut sebagai perwujudan kebebasan berpendapat yang merupakan benteng demokrasi untuk melakukan kontrol sosial terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dalam membuat keputusan, pelayanan umum dan penyelenggaraan pembangunan. Dalam negara hukum “rechtstaat” sesuai konsep hukum eropa kontinental, syarat legilitas dan perlindungan HAM menjadi bagian terpenting, sebagai jastifikasi teoretik peranan masyarakat menciptakan pemerintah yang bersih dari korupsi. Pembenaran yang sama berdasarkan prinsip supremasi hukum dan persamaan di muka hukum dari konsep the rule of law yang dikenal dalam sistem hukum common law.

Relevansinya bagi terciptanya pemerintahan yang bersih?

Asas legalitas (supremasi hukum) menentukan segala tindakan pemerintah harus berdasarkan hukum. Relevansinya, agar pejabat pemerintah dalam menjalankan tugas dan wewenang selalu menaati rambu-rambu hukum sehingga menjauhi penyalahgunaan wewenang. Kecuali itu, pengakuan HAM dalam konsep negara hukum dipergunakan sebagai pembenaran partisipasi masyarakat dalam mendukung terciptanya pemerintahan yang bersih “clean governance”. Dalam konsep Pemerintahan yang bersih salah satu syarat di antaranya partisipasi selain pemerintahan menurut hukum, pertanggungjawaban dan transparasi.

Fungsi kontrol sosial masyarat dilindung sebuah produk hukum?

Justifikasi partisipasi masyarakat memberantas korupsi diakui secara teoritik konseptual yang diperkuat dengan hukum positif. Pasal 8 dan pasal 9 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan negara yang bersih. Pengaturan yang sama dalam pasal 41 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidan Korupsi. Dalam ketentuan ini peran serta masyarakat untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi.
Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara yang bersih merupakan hak dan tanggungjawab masyarakat untuk ikut serta mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan dengan menaati norma hukum, moral dan sosial yang berlaku dalam masyarakat.


Bisa Anda sebutkan bentuk peran serta masyarakat?


Bentuk peran serta masyarakat seperti hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan Negara. Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara Negara. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab terhadap kebijakan penyelenggara negara. Hak memperoleh perlindungan hukum, dalam hal kehadiran dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan dalam sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, dan saksi ahli. Hak mencari dan memperoleh informasi tentang penyelenggaraan negara merupakan kebebasan yang dijamin menurut hukum.

Tujuannya?

Masyarakat yang mengetahui penyimpangan dalam penyelenggaraan negara melaporkan kepada lembaga-lembaga yang berkompeten dalam pemberantasan korupsi. Hak lain yaitu melaporkan penyelenggaraan pemerintahan yang diskriminatif dalam menjalankan fungsi pelayanan umum. Kebebasan menyampaikan saran dan pertimbangan-pertimbangan kepada pemerintah dalam mengambil keputusan sangat diharapkan. Dengan demikian penggunaan kebebasan untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dijamin dan dilindungi.


Adakah upaya preventif dan represif dalam memberantas KKN?


Upaya preventif dengan cara seperti sosialisasi berbagai aturan mengenai korupsi dan akibat-akibatnya oleh pemerintah. Penyebarluasan informasi mengenai kasus korupsi dan hukuman kepada koruptor. Merevisi aturan-aturan yang memberi peluang korupsi. Merevisi aturan-aturan yang berkaitan dengan Pilkada dan Pemilihan legislatif yang memberi peluang permainan uang “money politics”.

Lalu upaya represif dalam memberantas korupsi seperti penjatuhan sanksi hukuman berat seperti hukuman mati atau seumur hidup terhadap koruptor yang terbukti dan memenuhi unsur-unsur. Pengenaan sanksi hukuman berat kepada penegak hukum yang menjual hukum mafia peradilan. Pemberian penghargaan kepada hakim dan jaksa yang menuntut dan penjatuhan hukuman berat kepada koruptor.

(Lipsus, 5 Maret 2006)KPO/EDISI 101 MARET 2006

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :