Sabtu, April 15, 2006

Beny Uleander

Parkinson Sosial Bikin Bonyok Wajah Tradisi

Wajah tradisi bonyok! Bukan disirimi air keras seperti dialami Liza yang kini sedang dirawat intensif di RSUD dr Soetomo, Surabaya. Tapi diguyur fenomena plagiat dan wabah parkinson massal.
Ragam warisan khasanah kebudayaan dan teknis pengetahuan tradisional tidak dikumpul dalam ‘koridor kurikulum’ pendidikan formal. Akibatnya, manusia muda Indonesia gampang dan cenderung mengabaikan ‘peradaban leluhurnya’. Di sudut dunia yang lain, ada individu asing yang takjub melihat kekayaan warisan tradisional di Bumi Nusantara. Mereka datang mempelajari dengan cermat dan tuntas. Lantas warisan budaya itu dibawa pulang gratis ke negerinya untuk ditumbuh-kembangkan. Kita pun senang mencicipi tahu buatan Jepang dan memakai kebaya tenunan Inggris.
Sungguh ironis jika Rendang yang menjadi ciri khas masakan Padang dipatenkan di Malaysia, atau Tempe yang dipatenkan Amerika. Padahal kedua masakan itu sangat tidak asing lagi sebagai masakan tradisional Indonesia. Begitu juga dengan lagu tradisional kita, kalau tidak segera dipatenkan bisa diakui orang asing.
Kita pun terus berziarah di tengah kejutan-kejutan sosial (social shock) dalam jurang ketidakmengertian. Mengapa warisan budaya kita cepat menguap bagai embun di atas daun talas di pagi hari? Kita pun berlangkah tertatih-tatih untuk kembali mempelajari ‘ilmu-ilmu’ klasik. Ada tantangan internal. Selain ditertawai, literatur tertulis pun amat minim. Gulungan lontar hanya omong bisik-bisik soal sejarah politik. Arsitek mana yang mampu membuat kembali Borobodur. Siapa yang bisa menjelaskan tuntas teknik-teknik pengobatan tradisional yang ikut punah seiring meninggalnya sang dukun atau balian.
Parkinson sosial itulah pukulan kemajuan yang membuat bonyok wajah tradisi kita. PT Karya Pak Oles Tokcer dengan salah satu semboyan, ‘’Membangun Desa Membangun Bangsa’’ memahami secara filosofis dan fundamental makna pengembangan potensi lokal. Salah satunya pengembangan pengobatan tradisional dan fitofarmaka. Potensi obat alami Indonesia memang melimpah, seperti aneka produk jamu, mulai dari yang digosok, ditempel, dikumur sampai diminum, semuanya tersedia, juga encok, pegel linu, jerawat, pelangsing, penggemuk sampai penghancur batu ginjal, dan banyak pilihan obatnya. Kini tinggal ‘good will’ pemerintah dan berbagai pihak yang berkepentingan untuk mengembangkannya agar pelayanan kesehatan tidak semata-mata tergantung pada obat-obat modern.
Departemen Kehakiman dan Perindustrian harus lebih agresif mengusahakan perlindungan hak paten dan hak cipta sebab zaman ini marak praktek tiru-meniru sebuah merk yang sudah dikenal masyarakat luas.
Menurut situs World Economic Forum, barang-barang palsu di seluruh dunia telah menimbulkan kerugian sekitar US$ 450 milyar bagi seluruh produsen aslinya. Disinyalir, usaha dan bisnis barang palsu ini telah menjadi usaha sindikat kriminal yang sangat rapi.
Kapan Standar Nasional Indonesia diberlakukan? Ingat jangan terlambat, liberalisasi ekonomi sudah berjalan di Indonesia meski masih ‘ngumpet’ ala Freeport atau Blok Cepu. Bila lamban, kita kembali terjebak dalam Parkinson sosial dan dikerjain terus plagiator dari negeri tetangga.
KPO/EDISI 102 APRIL 2006

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :