Rabu, Desember 05, 2007

Beny Uleander

Dongeng Di Negeri Dongeng

Soeharto. Nama yang bakal tak pernah basi dibicara lintas generasi. Nama dan sosok pribadi yang tercatat sebagai figur fenomenal di kursi mahapenguasa legislatif, yudikatif dan eksekutif selama 23 tahun di negeri ini. Belakangan ini, kisah Soeharto adalah tapak sejarah kegelisahan eksistensial suatu bangsa. Alur kehidupan telah mengantar seorang Soeharto sebagai mahapenguasa Orde Baru. Roda kekuasaan membawa manusia Soeharto tergelincir dalam naluri primitif bangsa manusia: serakah dan lupa diri.
Bertahun-tahun, nama Soeharto menjadi nama yang paling berlepotan hujatan dan makian dari aktivis reformasi dan mahasiswa. Cercahan, cemoohan dan kebencian justru melambungkan sosok Soeharto sebagai figur mitos dari sisa-sisa dongeng dewa-dewi Bukit Olympus di era digital.
Jejak kelam perampokan uang negara dalam angka triliunan yang dilakukan Soeharto tak lebih dari sebuah legenda kecerdikan sosok Abunawas tempo doeloe di negeri 1001 malam. Tali sejarah yang coba direntangkan untuk mengusut tuntas kasus-kasus penyelewengan kas negara dalam berbagai aktivitas yayasan miliknya terburai. Sebagian dokumen-dokumen asli tak ditemukan. Entah terselip di mana (dihilangkan secara sengaja tentunya).
Nama Soeharto harus menjadi nama eksistensial bagi harga diri dan rasionalitas bangsa ini. Tragedi Supersemar kini masuk dalam laci dongeng: legenda negeri Indonesia di masa lalu. Kini, berkas-berkas tuduhan perampokan triliunan rupiah akan diarsip sebagai dongeng. Mana mungkin orang dengan penampilan sederhana, tua, sakit-sakitan namun masih menebar senyum merampok uang dalam jumlah yang melangit sehingga tak terbayangkan. Tidak mungkin. Barangkali hanya sebuah dongeng. Sedangkan, mereka yang mencuri jutaan rupiah mendekam di balik jeruji besi. Kita sebagai bangsa harus membangun ingatan yang kuat bahwa ada fakta sejarah yang didramatisir menjadi legenda dan dongeng bagi anak cucu penghuni negeri ini.
Pena jurnalis yang akan tetap menulis tegas untuk mempertahankan fakta empiris –tulis Wimar Witoelar- bahwa pengacara Soeharto kaya-raya dan anaknya melempar uang puluhan juta dolar ke sana-kemari serta tinggal di rumah bernilai puluhan juta dolar di perumahan termahal California. Barangkali kelak fakta ini juga akan masuk gerbang dongeng di siang bolong.
Bercermin dari ‘dongeng Soeharto’, kita diingatkan bahwa aksi penghilangan, penghapusan dan ‘pemutihan’ kasus-kasus kejahatan di masa lalu akan menjadi sandungan bagi perjalanan masa depan negeri ini. Sejarah bukan koleksi fakta masa lalu, tapi sejarah adalah daya kehidupan untuk masa depan. Masa lalu riwayat sebuah bangsa adalah élan vital yang memberi energi kepada penduduknya untuk menapak titian emas kebenaran, keindahan dan kebaikan.
Aspek fundamental makna sejarah ini pasti dipahami sepenuhnya oleh penguasa hasil reformasi tahun 1998. Buktinya, berbagai tragedi yang menimpa bangsa belakangan ini lahir dari upaya-upaya sistematis menjadikan fakta sebagai dongeng dan sejarah menjadi mitos. Pahlawan HAM Cak Munir mati diracun jadi mitos. Desingan peluru tentara rakyat di kebun rakyat Alas Tlogo, Pasuruan adalah fakta opini. Sedangkan tubuh empat warga yang mati tertembus peluru bukan ditembak tentara rakyat, tapi pantulan dari tanah. Ini dongeng juga? Sertifikat-sertifikat tanah yang sah milik warga bisa menjadi dongeng. Tragedi lumpur panas Lapindo akibat keteledoran eksplorasi adalah dongeng. Yang benar, semburan lumpur itu adalah peristiwa alam. Dana nonbujeter DKP yang dibagikan Rokhim Dahuri kepada tim sukses para capres 2004 adalah dongeng. Dan, tragedi Mei Kelabu, Semanggi, Trisakti dan lain-lain akan dikenang sebagai dongeng? Betapa rapuhnya kita sebagai bangsa pendongeng. Sampai kapan, kita juga harus menjadi pendongeng cerdas buat anak cucu kita? (Beny Uleander/KPO EDISI 130)

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :