Rabu, Desember 05, 2007

Beny Uleander

Kacamata

Boleh saja sastrawan Inggris, William Shakespeare menertawakan arti sebuah nama. Namun dalam alur sejarah kehidupan manusia, nama seseorang selalu menandakan suatu masa perayaan nilai-nilai humastik dan kemenangan akal budi manusia atas rujukan kepastian agama yang keliru dan sempit.
Sebut saja nama Galileo Galilei, orang selalu terkenang pada teori heliosentris bahwa bumi mengelilingi matahari seperti pernah diungkapkan Copernicus sebelumnya. Penemuan Galileo sarjana astronomi tahun 1616 dikecam habis-habisan oleh institusi agama Katolik karena bertentangan dengan paham Geosentris yang dipegang Gereja. Mataharilah yang berputar mengelilingi bumi. Ternyata, kemajuan ilmu pengetahuan mampu meruntuhkan pandangan agama yang keliru. Bukan berarti gugur pula ajaran-ajaran suci yang tertulis di buku suci. Kitab Suci bukan buku ilmu pengetahuan tetapi buku iman yang berisi dialog cinta Pencipta dan manusia. Adakalanya, Pencipta menyampaikan pesan kasihNya berdasarkan situasi dan simbol yang dapat ditangkap manusia dalam konteks zamannya.
Fakta inilah yang meneguhkan Charles Darwin, ilmuwan Zoologi asal Inggris bahwa manusia berasal dari primata alias kera melalui proses evolusi ribuan tahun. Meski Darwin telah meninggal dunia, namanya tetap dihujat oleh sesama manusia yang merasa harga dirinya runtuh disamakan dengan binatang. Mereka mengutuk Darwin merendahkan kemampun tertinggi manusia yakni memiliki akal budi, kesadaran dan kebebasan pribadi menentukan cita-citanya.
Kalau mau ditelaah secara mendalam, manusia Darwin tidaklah serendah yang kita bayangkan. Teori Darwin dalam The Descent of Man (Asal Usul Manusia), 1871, didukung dengan penemuan fosil manusia Neanderthal tahun 1856, yang diperkirakan hidup 100.000 tahun lalu. Memang ada proses evolusi fisik manusia dari zaman tersier hingga kini. Darwin tetap mengimani bahwa manusia diciptakan Tuhan. Hanya, proses penciptaan itu berlangsung dalam hukum evolusi di atas bumi ini.
Sebenarnya Darwin dicaci maki karena ajarannya diplintir oleh Ernst Heinrich Haeckel (18334-1919) sarjana pengetahuan alam dan dipakai sebagai pembenaran kerangka ideologi komunisme oleh Karl Marx. Keduanya dari Jerman, negeri yang kaya dengan kisah petualangan ilmu pengetahuan dan bertebaran aneka mazhab filsafat dan doktrin teologis.
Haeckel secara tegas mengklaim dunia ini kekal dari awal mula sehingga tidak ada proses penciptaan manusia dan hidup tercipta secara mekanis. Atas pengaruh Haeckel ini timbullah kebiasaan menyamaratakan manusia dengan hewan. “Ah, manusia berasal dari kera”. Itulah kacamata Haeckel.
Memang kisah pencarian asal usul kehidupan dan awal kehadiran manusia di muka bumi ini secara ilmiah tidak pernah menemukan jawaban yang tepat, tuntas dan memuaskan. Pasalnya, akal budi manusia amat terbatas menyelami misteri jagat raya yang demikian luas ini. Jawaban ‘sempurna’ disodorkan agama. Intinya, ada proses penciptaan, kematian dan kehidupan kekal. Ada juga yang meyakini proses reinkarnasi berdasarkan darma bakti manusia di dunia.
Fakta di atas mau menampilkan bahwa hidup manusia adalah suatu pencarian dan selalu berada dalam situasi ketidakpastian, entah arah hidup, nasib, cita-cita dan kematiannya. Dalam teropong filosofis, kegelisahan batin dan intelektual adalah awal manusia menggugat eksistensi dan jati dirinya. Demikian pula, dalam hidup bermasyarakat, setiap individu tak pernah lepas dari kegelisahan itu.
Kegelisahan itu ciri kesejatian manusia yang berakal budi. Di Republik ini seharusnya setiap individu harus merasa gelisah ketika angka pertumbuhan ekonomi di atas kertas menakjubkan tetapi penderita busung lapar terjadi di mana-mana. Ini berarti dari tahun 1997, rakyat Indonesia tetap hidup dalam situasi kemiskinan dan kemelaratan. Hanya anehnya, kog manusia Indonesia begitu diam atas kegetiran hidup yang dialaminya. Ataukah memang chanel-chanel komunikasi rakyat dan penguasa tidak terbangun apik di era keterbukaan?
Bisa benar bisa juga salah. Salahnya, barangkali inti kegelisahan dalam dada anak-anak bangsa bukan soal tujuan terdalam hidup manusia, upaya mencapai keluhuran hidup dan menggapai kebebasan sejati. Fakta berbica, selama ini selalu muncul berbagai opini yang berkutat dengan doktrin seputar selangkangan saja. Seorang ibu rumah tangga merasa hidupnya sempurna bila dapat mengikuti berita perceraian para selebritis dari awal sampai akhir.
Berbondong-bondong anak bangsa menghujat kontes ratu-ratuan sebagai ajang pemuas syahwat hewani karena mempertontonkan aurat. Sementara lomba renang puteri atau voley pantai puteri dengan pakaian super terbuka dinikmati sambil makan kacang goreng. Bukankah aksi itu dilakukan di depan umum juga?
Kenapa anak bangsa ini berkutat dengan kegelisahan dangkal. Padahal, ada banyak peristiwa yang menuntut persatuan rakyat untuk dibenah, ditata dan diperbaiki. Tidakkah, Suciwati isteri alm Cak Munir merasa sendirian mencari kebenaran? Butakah mata hati kita ada korupsi besar-besaran di tubuh KPU yang heboh dalam pemberitaan tapi sepi di tahta pengadilan dan hukum. Bukankah ada rezim yang menyampaikan data fiktif pertumbuhan ekonomi Indonesia padahal yang terjadi adalah kelaparan dan kematian balita?
Di manakah kegelisahan yang sejati itu. Barangkali tak usah malu, kita mengadopsi dan maaf memakai ‘kaca mata’ cara pandang dan mental para model dan ratu kecantikan yang selalu dilanda kegelisahan menampilkan citra budaya dan jati diri bangsa yang sejati di depan publik. Mereka semula diobok-obok ketika terjun di bidang modeling atau kontes tertentu tetapi mereka telah berhasil membuktikan diri sebagai anak bangsa yang berjiwa besar, mandiri dan kreatif.
Patut diakui, ada banyak model yang sukses sebagai artis, penyanyi, desainer ataupun politikus, sebut saja Okky Asokawati, Poppy Dharsono atau Angelina Patricia Pingkan Sondakh. A Sondakh mengakhiri masa keputriannya dengan meluncurkan buku setebal 185 halaman berjudul Kecantikan, Bukan Modal Utama Saya. Ia sangat menyayangkan peran yang diberikan kepadanya selama menyandang gelar Putri Indonesia yang lebih banyak tampil untuk acara demo kecantikan dan berbicara tak pernah jauh dari topik kecantikan.
Irma Priscilla Hardisurya, mantan ratu kecantikan pertama Indonesia (Miss Indonesia di International Beauty Pageant 1969 Tokyo, Miss Asia Manila 1970 dan Penerima Tropi Miss Tourism Hollywood International 1972, sukses sebagai wartawan Femina, konsultan dan pelukis realisme romantik.
Sayang, ada segelintir remaja putri yang terobsesi menjadi terkenal secara instan tanpa ada kesadaran untuk menempa kualitas diri di bidang behaviour dan brain. Mereka bertumpu semata pada kecantikan fisik, mudah mengimpor kultus hidup anak muda luar negeri dan meninggalkan ciri khas nilai-nilai budaya lokal yang dihidupinya. Sejarah juga mencatat, wanita yang meniti karir di dunia modeling dengan menjual kecantikan fisik semata akan mengakhiri karirnya dengan kehancuran hidup pribadi. Marllyn Monroe, contohnya.
"Saya datang bukan hanya untuk mendapat mahkota, tapi juga membuat negara saya bangga," tukas Amelia Vega, ketika terpilih jadi Miss Universe 2003. Pernyataan matang Amelia Vega di atas adalah potret historis betapa kepintaran dan kerendahan hati kian mempercantik penampilan fisik wanita.
Di belahan Asia, Angelina Patricia Pingkan Irma Priscilla Hardisurya, mantan ratu kecantikan pertama Indonesia (Miss Indonesia di International Beauty Pageant 1969 Tokyo, Miss Asia Manila 1970 dan Penerima Tropi Miss Tourism Hollywood International 1972, sukses sebagai wartawan Femina, konsultan dan pelukis realisme romantik. Sejarah juga mencatat, wanita yang meniti karir di dunia modeling dengan menjual kecantikan fisik semata akan mengakhiri karirnya dengan kehancuran hidup pribadi. Marllyn Monroe, contohnya. Tepatlah kata model AS keturunan Kuba, Daisy Fuentes. "Diperlukan kerja keras untuk menjadi model," tegas Fuentes, yang terkenal di Amerika Latin karena hubungan cintanya dengan penyanyi Meksiko, Luis Miguel.
Teilhard de Chardin sosok rohaniwan yang tenang menata teropong filosofis. Lelaki tercipta dengan otot yang kekar, badan tegap dan dengan langkah ksatria berjalan menaklukkan kekerasan alam. Namun mengapa kaum lelaki selalu takluk di kaki wanita? Benarkah sikap feminim, kelembutan dan pesona keibuan yang dipancarkan seorang wanita menjadi sumber keindahan? Jawabnya bisa bermacam ragam. Apakah keindahan itu? Setiap orang tentu punya definisi masing-masing. Artinya, keindahan itu tidak mutlak, tetapi tergantung dari sisi mana seseorang memandangnya. Filsuf tersohor dari tanah Arab, Al-Ghazali mengklaim keindahan sebagai sesuatu yang dapat memuaskan hati.
Dunia fashion, modeling, akting, lukis dan tari tak luput dari sentuhan feminitas, sensualitas dan kemolekan tubuh, keanggunan, keagungan wanita dan sejumput keibaan. Nah, inilah sudut pandang melihat keterkaitan dunia fashion dan modeling. Seorang desainer dengan kreativitas dan kemampuan membaca trend terkini menawarkan busana pilihan ke hadapan publik. Peran model amat besar sebagai jembatan penghubung antara maksud desainer atas suatu busana dan tawarannya bagi konsumen. Model yang berjalan di atas cat walk harus mampu bersikap sesuai dengan tujuan pakaian. Untuk itulah, seorang model tidak hanya harus cantik tapi memiliki wawasan yang luas dan kepribadian yang menarik. (Beny Uleander/KPO EDISI 83)

Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :