Senin, Desember 31, 2007

Beny Uleander

Sayonara Mobil Mewah!

Alur seni terpatri sebagai jalur gelinding produktivitas keindahan yang mengalir dari kehalusan jiwa. Kedalaman kontemplasi memberi bobot pada pemaknaan karya seni yang diprodusir manusia. Demikian pula arsitektur otomotif menulis kisahnya sendiri. Semula denyut otomotif adalah dorongan keinginan anak manusia untuk menggampangkan hidup. Putaran lamban roda dokar yang mengandalkan tenaga kuda menimbulkan rasa geram ilmiah. Lantas mulailah diletakkan dasar-dasar pengembangan industri otomotif.
Definisi eksplorasi otomotif beranak-pinak pada ragam desain power mesin. Adu kecepatan, ketangkasan dan ketangguhan performa mesin. Itulah babak awal mengupas tekstur otomotif yang bertumbuh cepat, liar dan kadang sedikit galak. Pada dimensi ini, manusia belum berpikir soal batasan dan rajutan moral yang perlu dibangun dalam memaknai tumbuh kembang produk otomotif. Apakah manusia sebagai raja yang menentukan batas-batas pertumbuhan kendaraan roda dua dan empat? Ataukah laju kreativitas desain rangka dan interior sudah menjadi milik mesin waktu? Manusia hanyalah robot berakal budi yang selalu menggelar pesta syukuran dengan kelahiran-kelahiran kendaraan dari pabrikan Eropa dan Asia. Itu babak awal masa kecil “dunia otomotif”. Lalu apa yang terjadi pada babak selanjutnya?
Perlahan tapi sistematis, daya pacu mesin mulai dibarengi dengan mutu desain. Sinergi seni dan ilmu sukses merangsang hasrat kita untuk tak pernah puas membeli “label-label otomotif’’ geberan baru. Branding mode dan nama melekat erat dengan status sosial maupun cetusan gaya hidup. Seorang jutawan identik dengan kemewahan BMW. Tidaklah pantas dan humor gila bila konglomerat plesiran dengan mobil pick up L-300. Seting satir inilah yang cerdas digunakan para pebisnis yunior. Saat melakukan deal bisnis mereka menyewa sedan mewah dari rental untuk bertemu dengan partner bisnisnya. Apalagi yang dipertaruhkan kalau bukan prestise dan ingin mendongkrak gengsi bukan pebisnis melarat! Itulah ruang eksistensi otomotif di era akil balik.
Dan, fitur-fitur simbolis inilah yang memancing pelaku advertising melontarkan deretan kata-kata indah, menantang dan menggoda konsumen untuk mencoba sebuah produk otomotif terbaru. Memang pilihan adalah selera yang terbangun oleh desakan rayuan bahasa iklan yang datang bertubi-tubi. Jangan kaget bila konsumen kerap kaget lalu kecewa usai menikmati tunggangan mesin mereka. Ada kendaraan yang melaju bagaikan angin tornado, namun dengan “nakal” menguras kantong tuannya untuk selalu singgah di tempat pengisian bahan bakar. Selera tidak ada yang gratis.
Rupanya perguliran jaman tidak selalu memihak keindahan desain, termasuk kemewahan mobil yang dipuja BMW, Mercedes hingga Ford. Itulah realitas fantastik yang tumbuh secara terpaksa oleh situasi dan kondisi. Ketika harga BBM dunia merangkak naik, konsumen memalingkan wajah dengan ekstrim dari mobil mewah. Pilihan publik mulai merujuk pada kendaraan generasi terbaru yang hemat pemakaian bahan bakar.
Tahun 2007 menjadi catatan merah untuk pasar mobil bekas di Denpasar dan kota lainnya di Indonesia. Daya beli konsumen tergolong sangat lesu. Sementara konsumen sudah melambaikan salam perpisahan kepada cuap-cuap bombastis bahasa iklan di televisi, radio dan koran. Mereka dengan cermat memilih kendaraan yang lebih efisien, suku cadang (spare part) yang murah dan hemat konsumsi bensin maupun solar.
Inilah tamparan situasi yang menohok kemewahan mobil Eropa. Selera pasar lebih memilih produk keluaran Jepang ketimbang Eropa seperti BMW, Mercy, VW dan Jaguar. Kalau di era akil balik, konsumen lebih takjub dengan tampilan bodi dan daya pacu tanpa melihat susahnya mencari spare part serta tingkat keiritan BBM. Belakangan justru terbalik. Mobil dengan tawaran mewah malah dipandang sebelah mata.
Otomatis produsen otomotif dipacu mencetak sketsa dan kanvas mesin ekologis. Pada akhirnya, arsitektur industri otomotif harus dibingkai dalam kesadaran moral ekologis. Hal ini dengan elegan diungkap pemenang Nobel Perdamaian 2007 Al Gore. Sekarang saatnya penghuni bumi dengan rasa senang dan bangga merayakan kesempatan untuk menata hidup yang berpihak pada kelestarian lingkungan, penurunan emisi karbon dan pemanfaatan energi alternatif.
Dan, sesungguhnya alam adalah bentangan kemurahan karunia kehidupan dalam segala kelimpahan. Tinggal manusia kembali mengasah ilmunya untuk mencari energi alternatif yang tersedia di alam. Juga para produsen otomotif mulai merumuskan kerangka tumbuh kembang industri otomotif yang berpihak pada masa depan anak cucu. Kita menanti kehalusan jiwa mereka yang ditakdirkan berbakat mengembangkan industri otomotif. Saatnya ilmu dan seni kembali dipadukan untuk penyelamatan planet bumi yang kian keropos ini. Memang kita tidak berkawan dengan matahari dan bukan sahabat bulan. Ide dan daya ciptalah yang membuat matahari ramah menyinari 365 hari, di tahun 2008. (Beny Uleander/Sketsa Otomotif MONTORKU EDISI 59/DESEMBER 2007)



Beny Uleander

About Beny Uleander -

Beny Ule Ander, wartawan dan penulis di Denpasar, Bali. Kini fokus menulis potensi-potensi positif warga NTT diaspora di Bali yang bergabung dalam paguyuban Flobamora Bali.

Subscribe to this Blog via Email :