Selasa, Maret 28, 2006

Beny Uleander

Potret Realitas & Impian Sidik Jari

Jati Diri Museum Dalam Jejak Cap Jempol
Istilah sidik jari selalu identik dengan cap jempol untuk urusan pembuatan KTP, SIM dan persoalan kriminal dan kejahatan. Istilah ini akan berubah bila orang berkunjung ke Museum Sidik Jari di Jl Hayam Wuruk 175, Denpasar. Museum milik Ngurah Gede Pemecutan ini memajang berbagai ukuran lukisan sidik jari yang dikerjakan dengan sentuhan ujung jari tangannya sendiri.
Dengan sentuhan warna yang ingin ditampilkan, Ngurah, demikian sapaan pria asal Puri Pemecutan, Denpasar ini, mulai ‘menjempol’ kanvas atau kertas. Hasil sentuhan tersebut akan meninggalkan bekas-bekas guratan layaknya cap sidik jari. Itulah sebabnya, hasil lukisannya disebut lukisan sidik jari (pointilisme).
Gaya lukisan ini sebenarnya sama dengan aliran pointilisme barat, yang melukis hanya menggunakan sidik jari atau ujung jari tangan. Setiap lukisan sidik jari dari berbagai aliran mesti memiliki ciri, karakter dan pesan berbeda. Kesamaannya terletak pada pengerjaan dengan menggunakan sidik jari atau ujung jari tangan. Fungsi kuas dipakai saat proses pewarnaan dasar kanvas atau kertas.
Bagi pengunjung baru, sepintas akan kelihatan bahwa lukisan itu sudah jadi, lalu baru diberi titik-titik sidik jari. Semua dilukis dengan menggunakan sidik jari, baik yang kelihatan berupa garis maupun bentuk. Beda antara jauh dekat, cembung cekung hanya menggunakan permainan warna cerah dan gelap secara kontras.
Selaku pemilik museum, Ngurah Gede Pemecutan tentunya memiliki sejarah panjang penemuan jati diri lukisan sidik jari. Awalnya, Ngurah muda menapak karir sebagai pelukis biasa dengan menggunakan kuas. Suatu saat di awal tahun 1967, ada sebuah lukisan berjudul Tari Baris yang gagal diselesaikannya. ‘’Kegagalan ini membuat perasaan jengkel, marah, tidak senang. Karena perasaan ini muncul seketika, maka lukisan yang belum selesai tersebut diaduk-aduk dengan jari yang diberi cat warna,’’ kata seniman yang belajar melukis sejak duduk di bangku SD ini.
Ketika lukisan tersebut diperhatikan, ternyata punya efek, kesan yang indah dan memuaskan perasaan. Saat itulah timbul suatu pikiran dan niat bahwa kalau seandainya suatu lukisan seluruhnya hanya dikerjakan dengan sentuhan ujung jari pasti akan menjadi suatu lukisan yang indah dan luar biasa. Sejak itulah, perlahan-lahan penggunaan kuas dikurangi dan akhirnya tidak dipakai sama sekali. Hingga kini, Lukisan Sidik Jari menjadi jati diri museum itu.
KPO/EDISI 101 MARET 2006
Read More
Beny Uleander

Tawa Satu Dunia, Tangis Sendirian

”Ketika anda tertawa maka dunia dan segala isinya akan ikut tertawa bersamamu. Tetapi ketika anda menangis, maka anda akan menangis sendirian, karena dunia dan segala isinya akan menertawakan tangisan anda.” (Pepatah China).
Tertawa suatu sikap alami yang secara kodrati banyak ditinggalkan manusia akibat terlindas rutinitas. Padahal, tertawa bisa menjadi solusi untuk menyingkirkan efek-efek negatif stress yang menjadi pembunuh nomor satu dewasa ini. Lebih dari 70% penyakit seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kecemasan, depresi, insomnia, sakit kepala, sistem kekebalan tubuh dan bahkan kanker berkaitan dengan stress.
Terapi tertawa merupakan salah satu cara untuk menanggulangi stress dalam hidup dengan cara tertawa secara alami. “Tertawa alami adalah tertawa yang datang dengan sendirinya dari dalam diri tanpa bantuan atau rangsangan dari luar seperti lelucon, lawakan, atau nonton dagelan lainnya,” ungkap Adolfina Grace Tangkudung, pendiri klub tertawan di Bali.
Dalam penelitian Dr Micheal Titze, seorang psikolog Jerman (sekitar 1950), manusia biasa tertawa 18 menit sehari, tetapi dewasa ini tidak lebih dari enam menit per hari. Anak-anak tertawa hingga 300-400 kali sehari dan frekwensi turun hingga 15 kali sehari kala seseorang sudah tumbuh dewasa. Tertawa bermanfaat sebagai penangkal stress yang paling mudah dan murah sekaligus cara terbaik untuk mengendurkan otot, memperlebar pembuluh darah dan mengirim darah ke semua otot di seluruh tubuh. Tertawa juga tergolong bentuk meditasi dinamis atau relaksaksi. Saat di mana orang tertawa adalah saat di mana orang mengekspresikan kebahagiaan dengan tanpa syarat. Alasannya, saat tertawa, seluruh kemampuan nalar dan logika tidak berlaku. Pada saat tertawa lepas, kondisi otak manusia berada pada gelombang alfa zero mind. Inderanya secara alami dan spontan bersatu dalam saat yang selaras untuk memberikan suka cita, damai dan relaksasi.
Tawa juga berperan dalam menjaga kekebalan tubuh. Para psikoneuroimunolog mengatakan, semua emosi negatif seperti kecemasan, depresi (kemarahan) akan memperlemah sistem kekebalan tubuh. Di sisi lain, Dr Lee S Berk dari Universitas Loma Linda, California AS menyatakan, tertawa bisa meningkatkan jumlah sel pembunuh alami dan meningkatkan tingkat antibodi. Tertawa juga menjadi latihan aerobik terbaik tanpa sepatu dan pakaian khusus.
Menurut Dr William Fry dari Universitas Stanford, satu menit tertawa sebanding dengan 10 menit latihan mendayung. Berkaitan dengan penyakit jantung, tertawa memperbaiki sirkulasi darah dan pasokan oksigen ke otot-otot jantung yang mengurangi terjadinya penggumpalan, di samping menaikkan tingkat endorphin dalam tubuh yang merupakan penghilang rasa sakit. Yang paling menarik, tertawa mampu mengurangi bronkitis dan asma, karena saat tertawa seseorang mampu meningkatkan kapasitas paru-paru dan tingkat oksigen dalam darah.
KPO/EDISI 101 MARET 2006
Read More
Beny Uleander

Tawa Global

Deru gesek konflik global kian keras meruncing memekakkan gendang telinga makhluk di muka bumi ini. Hampir tiap sisi kehidupan menjadi akar perpecahan. Masih dan akan terus hangat bagaimana ketegangan George W. Bush sebagai pion negara adikuasa dengan Osama bin Laden sebagai sosok yang dicitrakan penghancur dunia. Bagaimana pula dengan kategorisasi Timur dan Barat yang menjadi identitas kemakmuran. Belum lagi perbedaan warna kulit yang tetap menjadi momok perselisihan di lapangan sepak bola hingga sekarang.
Sungguh mengerikan wajah bumi ini. Seakan Tuhan sengaja melahirkan kerusakan dan permusuhan dengan menciptakan makhluk yang berbeda-beda. Padahal perbedaan bukan untuk menjadi simbol dan identitas, tetapi lebih sebagai lahan kreatifitas Tuhan yang menginginkan makhluk-Nya memiliki keluasan hati dalam mengagumi ciptaan-Nya.
Sebagai bentuk imanen dan kepanjangan transenden, kasih sayang, persaudaraan, persahabatan dan keharmonisan seyogyanya menjadi dasar perilaku sosial dan interaksi di dalamnya. Sekat-sekat lokalitas berbasis suku, ras budaya kelas sosial dan agama hendaknya tidak menghalangi perdamaian universal yang hakiki.
Tertawa sebagai jelmaan bentuk ekspresi kemanusiaan yang lahir dari panggung ziarah imanen telah banyak ditinggalkan. Hidup terasa mencekam, kelam dan tidak variatif. Padahal tawa adalah salah satu peruntuh sekat yang menghinggapi setiap manusia. Dengan tertawa, manusia akan selalu merasa hidup dan memiliki kehidupan tanpa batas. Ketika tawa muncul secara massif, maka kebahagiaan dan keharmonisan lahir tanpa memandang identitas individu atau kelompok.
Keprihatian ini mencuri perhatian Dr Madan Kataria, seorang dokter yang lahir dari keluarga petani di India. Ia menciptakan sebuah klub tawa pada 13 Maret 1995 di sebuah taman umum di Bombay, India dengan lima orang anggota. Dari klub mini yang kemudian berkembang menjadi ribuan dan tersebar di seluruh penjuru dunia, ia merasakan manfaat luar biasa dari tertawa yang saat ini mulai hilang dari sisi behaviouritas manusia.
Madan menilai, saat ini manusia cenderung melupakan tawa sebagai ‘Kebijaksanaan Illahi’. Hal itu menyebabkan manusia terlelap dalam arus kehidupan yang tidak menentu dan mengikis rasa kasih sayang, persaudaraan dan perdamaian serta kerap melahirkan kekerasan horizontal.
Ketika tawa dianggap sebagai anugerah Tuhan yang dimiliki setiap manusia, maka secara eksplisit muncul iman dari dalam nurani. Dan ketika iman mencuat, maka segala bentuk sekat sosial yang membedakan individu akan lebur dan terganti oleh sebuah keharmonisan yang bernafaskan persamaan. Karena, menurut Azyumardi Azra, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, kedudukan manusia dibangun berdasarkan hubungannya denganTuhan, sedangkan persaudaraan antar manusia dibangun atas landasan iman. Dengan kata lain, tawa memiliki potensi disketsa menjadi obor perdamaian.
Meleburnya sekat lokalitas dicontohkan ketika imperium Kristen-Romawi tidak saja menyatukan Eropa, tetapi juga masyarakat lain dengan latar budaya sangat berbeda. Bangsa-bangsa di wilayah Afrika Utara tetap disebut orang Romawi meskipun mereka mendiami Eropa Barat dan Selatan.
Dalam konteks masyarakat tradisional atau bahkan dalam transisi menuju masyarakat modern dan pascamodern, persaudaraan berdasarkan iman merupakan terobosan besar yang berhasil membongkar tembok pembatas. Bisa terlihat ketika pemuatan kartun Nabi Muhammad oleh salah satu media massa Denmark yang mengundang reaksi dari seluruh penjuru dunia.
Tawa dapat menjadi spirit pemersatu dunia. Karena tiap manusia diberi kemampuan untuk tertawa tanpa batasan apapun. Tidak terbayangkan jika Bush, Osama dan Saddam Hussein duduk bersama sembari tertawa bebas tanpa melihat ras, budaya maupun warna kulit. Damailah dunia ini.
Sudah saatnya kita membentuk sebuah telogi sosial baru, yaitu agama tawa. Dikatakan teologi, karena tawa merupakan karunia Tuhan yang sangat berharga dan berimplikasi sosial secara luas. Teologi tidak melulu berobyek agama, tapi lebih dari sebuah spirit untuk menciptakan sebuah tatanan global yang tenteram, aman, rukun dan sejahtera tanpa rasa takut oleh perbedaan. Jangan sampai kita terjebak dalam perilaku yang mengatasnamakan Tuhan dan menghancurkan sesama. Haruskah darah manusia terus tececer demi kekudusan Tuhan. Benarkah Tuhan memerlukan sikap brutal penganutnya dan jejeran mayat korban kekerasan demi kemulian-Nya? Saatnya kita meletakkan nilai-nilai humaniora tanpa dibalut dengan tafsiran agama maupun mazhab yang lahir dan tumbuh dalam suatu konteks kultur sosial.
Fenomena berkembang pesatnya klub-klub tawa di berbagai belahan dunia seperti di India, AS, Inggris, Australia, Jerman, Perancis, Italia, Swiss, Norwegia, Swedia, Denmark Singapura, Malaysia dan Dubai menjadi suatu realitas sosial yang perlu didukung keberadaannya. Sebab tertawa sebuah ekspresi kebahagiaan batin yang bisa dilakukan secara bersama tanpa memandang sekat budaya, perbedaan warna kulit ataupun keyakinan agama. Di tikungan reflektif ini, kita mengami bahwa tawa adalah personifikasi nilai-nilai kemanusiaan yang bisa hidup sejalan dengan nilai-nilai keabadiaan yang diusung setiap agama di bawah kolong langit ini. Mari kita tertawa secara alami mulai dari diri sendiri agar bisa melihat sesama sebagai saudara yang seudara. Semoga.
KPO/EDISI 101 MARET 2006
Read More
Beny Uleander

Tertawa Sebagai Obor Perdamaian Dunia

Kompetisi teknologi perang saat ini, kian memperuncing hubungan antar negara yang pernah terkoyak selama Perang Dunia I dan II. Fenomena tersebut diperpuruk dengan ketidakharmonisan antara Timur dan Barat, justru sangat potensial untuk melecut lagi perang. Tidak adakah cela lain, selain perang. Mungkinkah power tawa dan senyum bisa mencairkan suasana hati para petinggi yang sedang memegang tampuk komando? Ya, semua tetap diselimuti teka-teki. Tapi realita di simpang situasi yang tak menentu, bisa saja berujung dengan dan dalam tawa serta senyum, jika semua nurani para desision maker tersemai benih tertawa dan atau minimal tersenyum.
Siang itu, 11 Januari 1998. Lapangan yang biasa dijadikan arena pacuan kuda di Mahalaxmi, Mumbai, India sontak berbeda. Tidak ada suara derap kaki kuda yang terdengar dengan sambutan aplaus meriah. Suasana tampak sangat berbeda. Pun tidak ada erangan orang-orang yang kalah dan tawa ceria dari para pemenang lomba pacuan kuda. Yang terdengar justru gema tawa ria penuh bahagia yang menghiasi setiap raut muka ribuan orang dari berbagai penjuru India. Mereka berpakaian serba putih dengan topi berlogo TAWA dan memegang spanduk warna-warni menyunggingkan senyum seakan menyapa hamparan laut Arab di Worli Seaface.
Itulah perayaan hari tawa sedunia pertama yang dihadiri lebih dari 12.700 anggota yang terhimpun dari ragam Klub Tawa se-India. Dengan mengusung aneka plakat tertulis Perdamaian Dunia Melalui Tawa, Bergabunglah Dengan Klub Tawa, Gratis, dan sebagainya, mereka menyerukan Pawai Perdamaian sepanjang 4 km. Semua peserta penuh semangat menyampaikan pesan ke seantero dunia bahwa tawa bisa mencerahkan pikiran, meningkatkan semangat, memperbaiki kesehatan, menambah kesejahteraan, mendekatkan dan menyatukan setiap insan manusia.
Klub Tawa yang dirintis Madan Kataria, 13 Maret 1995 di sebuah taman kota Mumbai (Bombay) India, awalnya cuma lima orang anggota. Tidak diduga, hingga kini, gema klub tawa ini sudah menjadi sebuah gerakan damai yang pantas dilakukan hingga ke ujung-ujung dunia. Lebih dari 800 klub tersebar di seluruh penjuru dunia seperti India, AS, Australia, Jerman, Swedia, Norwegian, Denmark, Italia, Singapura dan Dubai.
Perayaan Hari Tawa pun terus digelar setiap tahun. Adalah Jan Thygesen Poulsen, seorang pemuda dinamis dari Copenhagen berinisiatif merayakan hari Tawa sedunia pada Januari 2000. Ia pun berhasil mencetak sejarah tawa dengan mengumpulkan hampir 10.000 orang di Town Hall Square, 9 Januari 2000. Kendati cuaca dingin, ribuan orang datang dan terhanyut dalam sesi tawa. Tidak heran bila peristiwa tersebut dicatat sebagai sebuah momen yang pantas diabadikan dalam Rekor Guiness Book.
Karena kondisi udara yang sangat dingin di sebagian besar negara Barat pada Januari, Klub Tawa Internasional memutuskan Minggu pertama bulan Mei sebagai Hari Tawa Sedunia (WLD: World Laughter Day). Pada tahun 2001, Hari Tawa Sedunia dirayakan di seluruh dunia. Di Bangalore, hampir 2000 orang berkumpul dekat gedung Pengadilan Tinggi. Di Puna, 800 anggota klub tawa gelar pawai sambil membawa spanduk Perdamaian Dunia bernada dasar tertawa.
Adapun di Baroda, India, perayaan Hari Tawa melibatkan 125 polisi bersama 100 anggota Klub Tawa lokal atas inisiatif Keshaf Kumar, Superintenden Polisi di Baroda. Di Copenhagen, Denmark, lebih dari 5000 orang berkumpul di Town Hall Square merayakan Hari Tawa sedunia. Hal serupa terjadi di New York, AS yang dihadiri 200 orang dari segala umur, suku, ras dan kebangsaan. Sementara di Berlin, Jerman, lebih dari 4000 orang berkumpul untuk merayakan Hari Tawa itu. Jika Klub Tawa bisa dibentuk di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, bisa saja rajutan hati yang penuh iri, curiga, tegang, dengki, dongkol dan terkesan terus saling menyalahkan, bisa berubah menjadi suasana yang penuh persaudaraan dan persatuan. Tertawa melahirkan perdamaian.
KPO/EDISI 101 MARET 2006
Read More
Beny Uleander

Sebar Tawa Global, Tebar Wabah Bahagia

Resensi Buku
Judul : Laugh For No Reason (Terapi Tertawa)
Penulis : Dr Madan Katarina
Alih Bahasa : A Wiratno
Diterjemahkan & Diterbitkan: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit Perdana : 1999
Tebal : x + 278 + 29 bab

Saat ini banyak media massa, khususnya televisi, menyajikan acara hiburan yang mengocok perut. Dengan menghadirkan bintang komedi nasional, media mencoba memberikan hiburan bagi rakyat bangsa ini yang tengah ditempa beragam kesulitan. Tiap kali bintang komedi beraksi, tidak dapat ditahan gelak tawa pun keluar. Suasana pun berubah menjadi ceria seketika. Beban hidup seakan hilang entah ke mana.
Tawa yang memiliki banyak manfaat, seakan tersingkir oleh rutinitas keseharian manusia. Buku ini mencoba mengeksplorasi manfaat tawa yang saat ini banyak dilupakan banyak orang, sekaligus sebagai alternatif meningkatkan sistem imunitas agar terhindar dari berbagai penyakit. Gerakan tawa dalam pandangan, penulis Dr Madan Kataria –Guru Tertawa asal Mumbai, India- adalah sebuah ‘Kebijaksanaan Ilahi’ yang diterima setiap manusia. Oleh sebab itu, anugerah ini hendaknya dimanfaatkan dengan baik agar mampu mengambil manfaat yang dikandungnya. Tidak jarang orang-orang di kota-kota besar berusaha menahan tawa mereka untuk menjaga penampilan dan wibawa diri di hadapan orang lain. Sehingga mereka kehilangan manfaat dari tertawa.
Namun, samakah tawa dengan humor? Menurut Madan, tawa dan humor berjalan bersama, keduanya tidak dapat dipisahkan. Humor lebih halus dan merupakan kesadaran dan kemampuan seseorang untuk melihat sesuatu dengan cara yang lucu. Sedangkan tawa adalah salah satu ungkapan humor. Tawa dan humor memiliki hubungan kausalitas, humor adalah sebab dan tawa adalah akibatnya yang membawa perubahan fisiologis dan biokimia dalam tubuh (h.131).
Madan lebih menekankan tawa tanpa rangsangan humor, karena humor merupakan fenomena yang menuntut pemikiran dan kecerdasan. Sehingga tidak aneh, jika banyak orang mengaku tidak memiliki selera humor yang tinggi. Oleh sebab itu, mereka tidak bisa banyak tertawa karena tidak memiliki rasa humor.
Lelucon tidak membuat kita tertawa sepanjang hari dan rasa humor tidak dimiliki setiap orang. Lantas, bagaimana cara membuat kita tertawa? Madan telah mengembangkan teknik baru membuat tertawa, yaitu tawa berdasarkan yoga (Hasya Yoga). Yaitu dengan menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya seraya mengucapkan Ho-Ho, Ha-Ha dengan diikuti berbagai teknik merangsang tawa, seperti tawa bersemangat, tawa hening, tawa menengah, tawa singa dan sebagainya. Hal ini dilakukan setiap hari selama 15-20 menit dan terbukti dapat merangsang tawa tanpa mengunakan lelucon. Dengan tawa, hidup kita menjadi lebih indah, ceria dan terhindar dari sifat pemarah yang hanya menjerumuskan kita dalam sikap emosional dan tidak terkontrol. Selain itu, hubungan interpersonal pun lebih harmonis dan akrab dengan tertawa. Mulailah tertawa hooo..hooo…hooo, hiii.. hiii dan haaa…haaa!
KPO/EDISI 101 MARET 2006
Read More

Senin, Maret 20, 2006

Beny Uleander

Fanatisme Penggemar Harley Davidson


PENDULUM: Jogya Bike Rendesvous (JBR) 2006 yang berlangsung di Hall Jogya Expo Centre (JEC), selama tiga hari, 17-19 Maret 2006 lalu merupakan moment otomotif yang perlu dipublikasikan. Fenomena fanatisme penggemar harleymania dan mogemania mendapat catatan penting. Klub-klub bikers ‘didikan’ negeri Paman Sam, Amerika penuh dengan noda hitam perseteruan antara gengster. Bikers Indonesia ‘didikan’ pensiunan militer dan polri tampil lebih modis dan santun sebagai duta pariwisata, kolektor sejati motor lawas, dan mengembangkan kesadaran humanis maupun ekologis lewat serangkaian turing dan kegiatan sosial kemanusiaan. 

Kisah Kawan Setia & Isteri Kedua
OLEH: BENNY ULENDER

Kesan kemewahan dan glamoritas memang lengket erat menyertai eksistensi Harley Davidson (HD). Motor besar dengan kapasitas silinder rata-rata 100 cu.in (1000 cc ke atas) ciptaan William Harley dan Arthur Davidson di Milwaukee, Winsconsin, AS pada tahun 1903 bukan sekedar kuda besi yang dirancang untuk melahap tanjakan Milwaukee. Jika sepeda motor Jepang berorientasi pada manfaat fungsional (functional benefit), HD lebih mengunggulkan manfaat emosional dan ekpresi diri (emotional and self expressive benefit). Itulah karakter sosial yang dihidupi kaum Harleymania dan mogemania (sebutan untuk penggemar fanatik HD dan motor gede). HD pun menjelma menjadi kawan setia maupun isteri kedua yang paling dimanjakan para biker. 
Rata-rata pemilik HD (bikers) adalah kelompok sosial dengan tingkat pendapatan menengah ke atas. Bikers yang meramaikan JBR 2006 dari kalangan komisaris, direktur, mantan pejabat militer, kalangan profesional, eksekutif muda, banker, pengusaha kelas atas, public figur, seperti selebritis bahkan tokoh eksekutif puncak seperti gubernur, bupati atau walikota. Mereka mengaku benar-benar dapat menikmati asyiknya bermotor setelah berada di atas sadel Harley. 
Menilik segala sisi kehidupan bikers dan deskripsi transparan kehidupan mereka bukan hanya kesan eksklusif juga jati diri yang sangar, rambut kadang dibiarkan panjang atau dicukur botak, badan tegap, berotot dihiasi tato di lengan kiri dan kanan. Di tingkat internasional, perintis fanatisme HD dipelopori bekas pilot skuadron tempur PD I, pedagang obat bius hingga pribadi yang bangga disemat predikat antihukum. Ingat nama Hell's Angels Motorcycle Club terbentuk di San Bernandino, California, AS tahun 1948. Ada literatur yang menyebutkan bahwa cikal bakal kelompok ini adalah klub Pissed Off Bastards yang ada di Fontana, California.
Hell's Angels terkenal ke seantero jagat (ada 100 chapter di seluruh dunia dan sepertiganya di Amerika Serikat). Namun sekaligus sangat misterius. Baru Ralph ''Sonny'' Barger, lewat buku berjudul Hell's Angel, yang bisa menceritakan sepak terjang mereka. Yang membuat bulu kuduk merinding, 'Hell's Angels adalah sekumpulan laki-laki yang bersedia mati untuk teman-temannya apa pun taruhannya. Mereka menjadi dalang berbagai kerusuhan di stadion olahraga maupun saat konser musik Rolling Stones, November 1969. Merekalah yang menjadi pionir modifikasi Harley-Davidson menjadi motor-motor seram.
Ada Outlaws yaitu kaum bikers yang mengusung moto: God Forgives, Outlaws Don’t. Artinya, Tuhan mau memaafkan, tetapi mereka tidak. Itulah bikers antihukum di Florida dan Carolina Utara, AS, pada tahun 1974-1984 membunuh 80 orang dengan motif yang tidak jelas. The Pagan adalah kelompok bikers yang mengklaim diri sebagai penganut setan pada tahun 1950-an. Pemimpinnya dijuluki ‘Satan’. Mereka menjadi bikers yang ditakuti dan hidup nomaden di New York alias memiliki markas yang berpindah-pindah. Tahun 1970, putra Satan yaitu Vernom ‘Satan’ Marron ‘naik tahta’. Marron sangat agresif yang membangun kesetiaan di antara anggota dengan menebar rasa takut. Anggota yang berkhianat dibenamkan hingga tewas di dalam drum oli. 
Di Houston, Amerika pada Maret 1966, diproklamasikan kelompok bikers Bandidos dipimpin Donald Eugene Chambers yang berambisi melumat hegemoni Hells Angels, Outlaws dan Pagans. Simbol perlawanan dilambangkan dalam karikatur kobi Meksiko gendut memegang golok dan pistol sebagai sindiran bahwa anggotanya tidak boleh lamban. Memasuki tahun 1970, Bandidos dalam waktu singkat berkembang merajalela di Amerika meliputi Texas sampai Lousiana dengan markas besar di Corpus Chisti, ujung Selatan Amerika. Unik, tahun 1978, Bandidos bekerja sama dengan Outlaws. Tujuannya jelas untuk memperkokoh jaringan perdagangan obat bius, senjata, prostitusi hingga diskotek. 
Jauh sebelumnya, tahun 1938, sudah ada even balap motor dan lomba ketangkasan bermotor, dengan peserta 19 pembalap di track sepanjang ½ mil di Sturgis, sebuah kota di Selatan Dakota, AS. JC ‘Pappy’ Hoel menjadi perintis Sturgis Bike Week (SBW), yang Agustus nanti genap 68 tahun. Atraksi adu jangkrik motor dengan mobil dihelat dengan hadiah US $ 500. Dari tahun ke tahun, peserta dan pengunjung pun bertambah. Even Sturgis yang kembali dihelat seusai perang dunia II, pada tahun 1965, tercatat 1000-an biker, meningkat jadi 10 ribu biker di tahun 1980-an, lalu bertengger di angka 633 ribu di ulang tahun ke-60. Fakta itu, dicatat sebagai pesta rally terbesar yang pernah digelar di bawah kolong langit ini. Berada di Sturgis ibarat Anda sudah sedang berada di surganya dunia motor. (MONTORKU, Edisi XIX). 
Patut diakui klub moge dan harleymania yang tumbuh dan berkembang di Amerika erat dengan kehidupan liar para gangster. Meski begitu HD menjadi ikon sukses produk Amerika yang dicintai beragam penduduk dunia. Bagaimana pertumbuhan club HD di Indonesia? Menurut perkiraan, di seluruh Indonesia kini ada sekitar 10.000 unit motor Harley-Davidson dari berbagai tipe. Penjualan HD di Indonesia sampai tahun 2003 saja bisa menembus angka 1.000 unit atau rata-rata 200 unit per tahun. HD diimpor dalam bentuk CKD (Complete Knock Down) dari AS melalui Singapura. Harganya akan lebih mahal bila dipesan dalam bentuk CBU (Complete Build Up) karena terkena pajak barang mewah sebesar 75%. Tipe terbaru yang ada di negeri ini diperkirakan hanya 500 unit, selebihnya motor Harley tua dan hasil modifikasi bercorak stock custom, custom, full custom, , chopper, extrem chopper, hard core, psycodelic, rat bike atau resto classic.
Harga HD baru maupun klasik, menurut ‘pemburu’ HD asal Belanda yang berdomisili di Bogor, Mr Thijs Roosjen Sweek (49), relatif sama di atas Rp 150-an juta. 
Menurut Sweek, jenis HD favorit Sportster Sport, Touring, VRSCA V-ROD, Dyna Glide, Fat Boy dan Heritage Springer Softail yang digemari para mantan pejabat militer. Berat motor bervariasi dari 230 kg sampai 377 kg. Sportster Sport yang ramping dengan sadel tunggal cocok bagi pemula atau ladies bikers. Harganya pun tergolong paling murah yakni Rp 157 juta dengan kapasitas mesin 883 cc. Model Touring FLHTC Electra Glide Classic ideal bagi kendaraan keluarga dengan kapasitas mesin 1450 cc dihargai Rp 340-an juta. Untuk model VRSCA V-ROD dengan kapasitas mesin 1130 cc mencapai Rp 367 juta. 

Dirintis Pensiunan Militer
Pada periode PD II (1940-1945), armada militer AS dan sekutunya di daratan Asia termasuk Indonesia menggunakan HD sebagai kendaraan operasi. Pada periode perang revolusi, Pemerintah Indonesia pun ikut-ikutan memborong HD untuk memperkuat sarana operasi militer dan kepolisian. Usai perang, banyak veteran perang,pensiunan militer dan polisi yang kepincut performa motor itu, dan ingin mengembalikan romantisme. Pada tahun 1958 bermunculan penggemar Harley-Davidson ex Perang Dunia II, yang kepemilikannya melalui Dum AD,AU dan Kepolisian. Saat itu pada umumnya pemilik H-D adalah pensiunan ABRI dan sedikit masyarakat sipil. Dari kalangan pensiunan militer inilah mulai bertumbuh klub-klub moge di Indonesia
Sebelum terbentuk HOG (Harley Owners Group) Jakarta Chapter pada 29/9/1998 oleh HD Motor Company Internasional, sudah ada klub-klub penggemar fanatik HD. Ikatan Harley Cirebon ( IHC ) didirikan pada 20 Mei 1958. Harley Club Bandung ( HCB ) didirikan 1960, Harley Club Djakarta ( HCD ) dibentuk 1963, lalu menyusul Harley Club Tasikmalaya ( HCT ), Harley Davison Club Bogor (HDCB), Harley Club Sukabumi ( HCS ) dan terus menyebar.
Seluruh pengda/klub se-Indonesia dalam pertemuan di Jakarta 23 – 27 Mei 1990 sepakat meleburkan diri dengan nama Harley Davidson Club Indonesia (HDCI). Ketua pertama Kol.Pol. Suherman dan Sekjen Indro Warkop. Lalu ada biker Hell Driver yang berbau sport dengan nama Ikatan Sport Harley-Davidson (ISHD) pada tahun 1968. Pada akhir April 2003, ISHD membuat atraksi heboh saat ultah MACI Lampung, yakni membawa 21 penumpang di atas HD WLA tua sehingga tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI).
Klub menjadi tempat para bikers berbagai pengetahuan maupun informasi soal perawatan, ajang temu kangen, saat refreshing, dan saling memperat tali persaudaraan lewat turing bersama, kegiatan bakti sosial. Jadi jangan berprasangka bikers tanah air itu serem, tidak berprikemanusiaan atau kehidupannya ‘penuh kabut hitam’. (Beny Uleander/KPO EDISI 103 APRIL 2006)

Read More
Beny Uleander

Tri Mutiara Karakter Biker Indonesia

(Catatan liputan Jogya Bike Rendesvous (JBR) 2006 yang berlangsung di Hall Jogya Expo Centre (JEC), selama tiga hari, 17-19 Maret 2006 lalu)

Pengda Harley Davidson Club Indonesia (HDCI) Jogjakarta akan tercatat dalam tinta emas sebagai perintis perhelatan pesta akbar motor gede di Indonesia. Jogja Bike Rendezvous (JBR) 2006 meninggalkan pesan ‘perdamaian’ dan persahabatan ke seantero persada Nusantara. Deklarasi JBR 2006 yang ditandatangani Walikota Jogjakarta Herry Zudianto dan disepakati semua pengurus motor besar se Indonesia yang hadir saat JBR 2006 menjadi tri-mutiara karakter bikers Indonesia. Deklarasi JBR 2006 Minggu (19/3) dibacakan biker HDCI Jakarta, Indro Warkop. Disebutkan, biker menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan etika dalam berkendara. Biker mematuhi peraturan dan undang-undang lalu lintas. Terakhir, komitmen biker memupuk kesadaran lingkungan sosial dan lingkungan ekologis.
Itulah karakter penggemar fanatik HD asal Indonesia yang ingin dibangun untuk memupus kesan angker klub-klub HD di luar negeri terutama Amerika yang didominasi para gangster. Gubernur DIY Sultan HB X sendiri memberi angin segar bagi eksistensi hajatan para bikers di Kota Jogja. HDCI Pengda Yogyakarta sebagai penyelenggara telah dipercaya Sultan Hamengku Buwono X sebagai Honorary Ambassador of Jogya Never Ending Asia di bidang pariwisata.
Ajang JBR 2006 ladang pameran dan sayembara produk-produk HD hasil modifikasi putra Indonesia. Tak pelak, bila stand customizer diserbu para pengunjung seperti Biker Station, Dodi Chrome, Kickass Choppers dan Retro Classic Cycles, selaku tuan rumah. Veroland, dedengkot Kickass Chopper menyebutkan dengan adanya JBR masyarakat awam bisa mengetahui sebuah motor custom yang bagus. Apresiasi pengunjung terhadap motor bisa dilihat dari pilihan berfoto dengan motor yang ada. Customizer alias builder pun bisa tertemu dengan calon pelanggan. Sesekali tampak komandan customizer menjelaskan perihal motor garapan kepada pengunjung.
Sementara Penasihat HDCI Pengda Jogja, Drs Benny Koeswanto, menilai JBR 2006 merupakan event yang digagas dengan dana di atas Rp 1 miliar. “Memang Pengda HDCI Jogja termasuk berani menjadikan JBR sebagai event tahunan. Tidak mudah buat event motor besar seperti ini. Saya sendiri bertugas untuk mendatangkan Indro Warkop agar event ini lebih semarak,’’ tutur pengusaha kulit asal Jogja yang terkenal sebagai ‘penggila’ HD klasik sejak remaja.
Dalam tiga hari, rata-rata tiap bikers menurut perkiraan Ketua Pelaksana JBR 2006 sekaligus pimpinan EO Jaran Production Yan Parhas, membelanjakan uang Rp 5 juta. Sementara bikers yang datang sekitar 1.500 orang. Uang yang mengalir ke masyarakat secara langsung sekitar Rp 7,5 miliar rupiah. Sebuah angka pendapatan dan devisa yang fantastis. Para bikers berdatangan dari berbagai penjuru tanah air dan luar negeri.
Peluang devisa ini benar-benar dilirik Badan Pariwisata DIY yang ingin mendongkrak devisa Kota Budaya dan Pendidikan tersebut. "Kalau dari segi pariwisata, hasil Jogja Bike Rendezvous 2006 ini konkret sekali, yaitu tingkat hunian hotel dan penginapan yang fully booked," kata Doddy Biwado (38), Ketua Pelaksana JBR 2006. Acara turing pun dikemas bernuansa promosi obyek-obyek pariwisata di DI Jogjakarta seperti Riding Through Merapi Vulcano untuk memperingati 1.000 tahun letusan Gunung Merapi.
Memang JBR yang digarap serius dan bertahap menurut pengamat HD Indonesia Mr Thijs Roosjen Sweek (49) asal Belanda, akan berkembang menjadi Sturgis kecil di Asia Tenggara. “Memang tidak dapat disamakan dengan Sturgis sebagai tempat berkumpulnya para bikers tetapi akan berkembang tahap demi tahap,’’ ujar salah satu pengurus HDCI Bogor.
KPO/EDISI 103 APRIL 2006
Read More
Beny Uleander

T-Shirt Clubmania

(Catatan liputan Jogya Bike Rendesvous (JBR) 2006 yang berlangsung di Hall Jogya Expo Centre (JEC), selama tiga hari, 17-19 Maret 2006 lalu)

Siapapun yang ingin menjadi pengusaha dan pedagang sukses harus cerdik membaca ‘arah ingin’ atau celah usaha dan kebutuhan konsumen. Di mana ada semut di situ ada gula. Di mana ada peluang, di situ ada usaha. Itulah kiat bisnis di masa krisis yang menginspirasi para pedagang aksesoris dan merchandise klub otomotif seperti Harley Davidson (HD) dan motor tua memanfaatkan fanatisme konsumennya.
Celah usaha ini amat jeli dimanfaatkan Ir Ahmad Saiful Adhi yang mengibarkan bendera usaha Zip yang memproduksi T-Shirt dan aksesoris clubmania otomotif. Sebelumnya, adik kandungnya Radif Fitrata Salim sudah berkecimpung merintis usaha sablon pakaian kaos atau T-Shirt di rumah mereka Perum Sidoarum II, Jl A32, Godean, Yogyakarta. “Waktu itu, adik saya masih bermain dengan kaos underground, style, sports dan custom,’’ tutur pria kelahiran Nganjuk, 2 Juli 1968 yang pernah menjadi konsultan survey dan pemetaan lokasi minyak di Pertamina.
Setelah berhenti sebagai konsultan teknik, tahun 2004, Saiful tertarik mendukung usaha adiknya dengan menerobos pasar merchandise clubmania. Pertama kali, mereka memasarkan baju kaos bergambar sepeda motor antik dan lambang-lambangnya dalam ulang tahun ke-5 Ikatan Klub Otomotif Surakarta (IKOSA), 26 September 2005. Ternyata baju kaos benar-benar laris. Bahkan ada yang order 300 kaos. Dari situ, Saiful membagi tugas kerja. Adiknya fokus pada bidang design dan setting di komputer sementara dirinya sebagai manajer pemasaran sekaligus mengembang tugas humas atau membangun jaringan dengan pelaku otomotif.
‘’Kami mulai merekrut tiga karyawan. Bahan kami beli, jahit sendiri dan mulai mencari pasar dengan melihat agenda event-event seperti pameran otomotif. Kami masih kerjakan semuanya di rumah karena tempat kontrakan masih cukup mahal,’’ tutur alumni Teknik Geodesi UGM Jogja 1996.
Saat ini Zip sudah memiliki 7 karyawan tetap dan tahun 2006, Saiful mulai menggarap pasar para penggemar fanatik harleymania. Diakuinya, untuk ikut sebuah event saja, pihaknya nekat meminjam uang dari pihak ketiga untuk mencetak aksesoris maupun merchandise yang dikerjakan dengan skala home industry. Namun, suami Nuriah Zahra ini bersyukur dagangannya selalu laris dan modal dari pihak ketika maupun dari karyawannya sendiri bisa dikembalikan.
KPO/EDISI 103 APRIL 2006

Read More
Beny Uleander

Four Speed Riding Arts

(Catatan liputan Jogya Bike Rendesvous (JBR) 2006 yang berlangsung di Hall Jogya Expo Centre (JEC), selama tiga hari, 17-19 Maret 2006 lalu)
Keberanian digandeng aksi nekat. Itulah spirit yang diusung tiga anak muda asal Bandung, Dennie H, Atep dan Along kala menekuni usaha pembuatan merchandise dan aksesoris kendaraan bermotor. Apalagi produk yang diciptakan diklaim pertama di Asia dan dipasarkan hanya di Indonesia, yaitu di Kota Bandung. Ketiganya bahu-membahu merintis pembuatan dan penjualan produk riding arts tiga dimensi dengan nama Four Speed. Produksi atau finishing dibuat di Jepang. Sebuah kisah usaha mandiri yang dimulai dengan sebuah ceritera panjang.
Ditanya soal modal awal, Atep pun mulai berkisah. Semuanya berawal dari hobi chatting. Kebetulan Atep dan Dennie memiliki bakat seni ukir. Dan, isi chatting pun berkisar soal bisnis seni ukir. Atep pun akhirnya bisa bertemu dengan teman sharing asal Jepang yang juga punya minat mengembangkan kreatifitas di dunia ukir. Pertukaran informasi dan komunikasi yang intens mendorong mereka untuk mengembangkan usaha bersama membuat seni ukir tiga dimensi. Pilihan jatuh pada produksi riding arts.
Atep dan Dennie dibantu Along yang pernah bekerja di Jepang untuk mulai merintis usaha mereka secara kecil-kecilan di Kompleks Margahayu Raya, Blok 1-2 No 106 Bandung. ‘’Kami desain gambar maupun display lewat setting komputer. Proses hard made dibuat sendiri di Bandung seperti desain pahatan pada kayu dan matres (cetakan). Jadi kami seperti menjual imajinasi saja,’’ tutur Atep. Lalu. ‘bahan kasar’ ini dikirim kepada rekannya di Jepang untuk diproduksi menggunakan bahan metal aloe yaitu campuran murni bahan logam, perak, tembaga dan aluminium dengan menggunakan teknologi mesin injeksi.
Diakuinya, produk riding arts ini menyasar kelas khusus yaitu penghobi koleksi berbagai jenis kendaraan klasik maupun favorit. Maklum saja harganya terbilang mahal berkisar Rp 7 juta sampai Rp 10 juta. ‘’Sebuah sepeda motor bisa terdiri dari 75 cetakan (matres) yang bisa dilepaskan. Keunggulan lainnya, dikerjakan secara detil per bagian termasuk menulis huruf yang terkecil sekalipun sehingga bisa menyerupai bentuk asli,’’ tutur Dennie.
Produk aloe ini, lanjut Atep, memiliki keunggulan. Bila makin digosok akan makin mengkilap. Khusus untuk aksesoris seperti kalung, gelang atau cincin jika dipakai tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Untuk menerobos pasar, Denie dkk mulai membuka stand di berbagai pameran otomotif maupun pameran pembangunan. ‘’Untuk pameran otomotif, kami baru pertama kali ikut Jogja Bike Rendezvous 2006,’’ tutur Atep.
Kreatifitas menjual mimpi mendatangkan duit. Itulah sepak terjang nekat dan berani tiga punggawa Bandung dalam merintis usaha di tengah kesulitan mencari lapangan pekerjaan. KPO/EDISI 103 APRIL 2006


Read More

Minggu, Maret 05, 2006

Beny Uleander

Kontrol Sosial Bisa Jadi Mesin Uang

Pendulum: Akar perilaku korupsi di Indonesia tidak semata-mata bertumpu pada kontrol hukum yang lemah tetapi seakan sudah merupakan masalah kultural. Karena itu ada banyak jalan dan sekaligus jalan panjang menuju pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN. Pemerintahan yang bersih lahir dari kontrol sosial masyarakat, pena kritis lembaga pers dan kinerja aparat penegak hukum yang berkualitas. Berikut Koran Pak Oles menurunkan ragam perspektif terkait partisipasi rakyat dalam mengupayakan terciptanya clean government yang disarikan dari Seminar Nasional ‘’Partisipasi Masyarakat Dalam Mendukung Terciptanya Pemerintahan Yang Bersih’’ di Aula St Yoseph Denpasar, Minggu (5/3), yang diselenggarakan PMKRI Denpasar.

OLEH: BENNY ULEANDER

Deretan persoalan yang menciderai wibawa hukum bagaikan seuntai litani yang terbentang panjang mengikuti perguliran pemerintahan SBY-MJK. Sebuah titah permakluman bahwa upaya menciptakan pemerintahan yang bersih tidak berhenti di tataran wacana kampanye legislatif maupun pilpres.

Hermawi Taslim, SH,MH, aktivis Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), menyebut luka-luka KKN era SBY-MJK seperti korupsi di tubuh KPU, rekening gelap milik sejumlah perwira menengah atas, segelintir pejabat yang mengantongi ijasah palsu, tumpukan kredit macet tanpa sanksi yang tegas dan terakhir masalah surat Seskab Sudi Silalahi yang diklaim palsu tanpa bisa dibuktikan salinan aslinya.
Dari berbagai persoalan di atas, menurut Hermawi, upaya perbaikan citra pemerintahan yang bersih (clean government) harus dimulai dengan membersihkan halaman istana. Ada filosofi, ikan mulai membusuk dari kepalanya. Jika pemerintahan saat ini kembali terjebak dalam kultur KKN maka SBY-MJK harus siap mengikuti salah satu model turun tahta tradisi Asia Tenggara, people power ala Filipina atau Indonesia (1998) yang menumbangkan rezim Marcos dan Soeharto atau turun secara terhormat dilakoni Mahatir Mohammad dan Lee Kuan Yu.
Menyinggung keterlibatan masyarakat dalam ranah politik, Hermawi berpendapat harus disetting dengan strategi politik menimbang rakyat mempunyai hak dan kewajiban untuk menciptakan pemerintahan yang bersih. Ada tiga strategi yang bisa dikembangkan. Pertama, aksi massa yang tertib. Kedua, kampanye positif atau sosialisasi program pemulihan citra pemerintah dengan menggunakan media yang tepat. Ketiga, setiap elemen masyarakat bisa diberdayakan untuk memberikan kontribusi kontrol sosial. Hermawi mengingatkan agar kontrol sosial itu efektif jika tidak diupayakan untuk meningkatkan posisi tawar atau alat bargaining yang bisa mempresur pemerintah secara negatif. Posisi kontrol sosial bisa berubah menjadi mesin uang. ‘’Kontrol bukan alat bargaining, dikasih uang langsung diam,’’ tegas Ketua Badan Pengurus Nasional Forkoma PMKRI.
Diakuinya, masalah KKN memang sudah melembaga karena itu, upaya menciptakan pemerintahan bersih, bukan hanya ditegakkan melalui tindakan-tindakan hukum, juga membutuhkan langkah-langkah yang jelas dalam politik dan administrasi, di samping redefinition of morality. ‘’Kita harus mulai dari diri sendiri dalam hal yang terkecil dengan bertanya, korupsikah saya,’’ tandasnya.

Kampung Maling Skala Raksasa
OLEH: FRANS SARONG*

Upaya pemberantasan korupsi di negeri ini merupakan tanggung jawab setiap warga masyarakat. Rohaniwan Romo Aloysius Budi Purnomo (Kompas, 1/3/06), berpendapat membangun budaya bebas korupsi supaya dimulai dari diri sendiri. Rohaniwan yang juga pemimpin Redaksi Majalah “Inspirasi, Lentera yang Membebaskan” itu mengatakan, korupsi di Indonesia begitu subur, berakar dalam, kuat dan luas. Juga wajahnya sudah multiganda, begitu rumit, kompleks dan kusut hingga sulit untuk diurai.
Menyoroti upaya “memerangi korupsi”, penulis teringat sajian sebuah artikel empat tahun lalu tentang sebuah kampung di Yogyakarta. Kampung itu bernama Kampung Maling. Nama itu konon beralasan karena rata-rata penduduknya memang maling. Dikisahkan, dari generasi ke generasi, Kampung Maling selalu punya seseorang yang disebut gegedhug atau gembong maling.
Kalau kisah kampung di timur laut Yogyakarta itu dibawa ke panggung Indonesia, maka tidak berlebihan untuk menyebutkan negeri ini juga sebagai “Kampung Maling Skala Raksasa”. Sebutan ini tentu bukan tanpa alasan. Catat saja, sudah bertahun-tahun dunia memberi predikat kepada Indonesia sebagai negara paling korup di Asia, bahkan termasuk satu dari empat negara terkorup di dunia. Predikat memalukan itu hingga sekarang belum terhapuskan.

Tak Merasa Bersalah
Korupsi di Indonesia sudah massal dan semakin berakar pada lemahnya mekanisme kontrol, baik dari pemerintah maupun masyarakat umum. Atau seperti kata Haryatmoko (2002) -pengajar program pascasarjana filsafat di UI, IAIN Sunan Kalijaga dan Universitas Sanata Dharma Yogya– korupsi di negeri ini sudah pada tahap sangat meresahkan. Para koruptor tidak lagi merasa bersalah karena banyak orang melakukannya. Berarti suatu yang biasa. Kebiasaan itu menciptakan hak. Itu berarti kalau satu orang dituntut, semua harus bertanggung jawab. Kalau semua bertanggung jawab, sebenarnya sama dengan tidak ada yang bertanggung jawab.
Juga seperti penjarahan atau pembunuhan. Kalau dilakukan banyak orang, maka seakan sah karena dilakukan beramai-ramai. Jika yang melakukannya secara beramai-ramai, seakan sama dengan untuk kepentingan umum. Kalau bersentuhan dengan kepentingan umum, maka jelas tidak ada lagi yang berani menantangnya.
Pengacara terkemuka Indonesia, Adnan Buyung Nasution (Jawa Pos, 17/2/06) melihat salah satu penyebab tumbuh-suburnya korupsi di negeri ini adalah karena semakin merosotnya moralitas para penegak hukumnya. Mereka itu apakah polisi, advokat, jaksa, hakim, termasuk panitera serta staf di pengadilan. Banyak di antara mereka yang tidak bisa lepas dari praktik korupsi dan mafia peradilan.
Diakuinya, saat ini sudah sangat sulit mencari aparat penegak hukum yang benar-benar bersih. Sistem peradilan kita sudah sangat bobrok, terlihat dari mencuatnya sejumlah kasus yang terkait aparat penegak hukum.
Kembali ke topik “memerangi Korupsi”, pertanyaannya ialah dari mana memulainya? Romo Aloysius Budi Purnomo meyarankan agar memulainya dari diri sendiri. Cendekiawan Muslim, Nurcholis Madjid (alm) ketika masih menjadi Rektor Universitas Paramadina Mulya, Jakarta (2002), pernah menyarankan sebuah lompatan, yakni dengan menampilkan sosok orang yang punya visi dan kuat. Yang dimaksud di sini adalah sosok yang otentik, yakni sosok yang cara hidupnya selalu mencerminkan apa yang ia serukan. Keotentikan itu menjadi sumber wibawa dan energi yang tidak saja bagi dirinya, tetapi juga orng-orang di sekelilingnya.
Agus Nur Cahyo -Staf redaksi LPM Rhetor UIN Sunan Kalijaga (Jawa Pos, 14/2) berpendapat, untuk memberantas korupsi di Indonesia memerlukan sikap tegas dan keberanian pemerintah. Ia bahkan menyarankan agar Indonesia belajar dari China. Negeri China bertahun-tahun dalam belenggu korupsi. Sejak tahun 1998 dengan agenda khusus melibas korupsi. Upaya penindakannya tidak main-main. Sejak 2001 tercatat sekitar 4.000 orang yang ditembaki di depan umum karena korupsi. Bahkan selama kuartal pertama 2003 tercatat 33.761 anggota polisi dipecat karena menerima suap atau kasus lainnya. Jika Indonesia seperti Cina maka usaha peti mati dipastikan akan berkembang pesat karena begitu meluasnya korupsi di negeri ini.
Bahkan ada juga yang menyarankan bangsa ini sejak usia sekolah dasar didorong dan dirangsang agar akrab dengan dunia sastra. Seperti kata Ignas Kleden (Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan, 2004), keakraban dengan dunia sastra pada saatnya membuat seseorang justru meremehkan hal-hal yang dianggap begitu penting oleh kebanyakan orang, seperti uang, popularitas, status, dan juga jabatan. Justru sebaliknya, alkitab dengan sastra diyakini membuat seseorang semakin menyadari betapa pentingnya hal-hal kecil dan indah yang tenggelam dalam gemuruh rutinitas.
Dari Atas
Upaya memerangi korupsi di Indonesia, mirip ilustrasi harapan dan upaya kaum ibu rumah tangga mendapatkan ikan segar di pasar atau di tempat lainnya untuk konsumsi di rumah. Untuk itu sangat dituntut kecermatan Sang Ibu memilih ikan yang diharapkan. Ikan yang segar dilihat dari bagian kepalanya. Jika kepala ikan sudah kelihatan sembab dan kebiruan terutama di bagian mata dan insangnya, maka sebenarnya adalah indikasi bahwa bagian tubuh ikan sudah mulai membusuk. Dengan kata lain, jika bagian kepala masih segar, maka segar pula bagian tubuhnya. Intinya, pemberantasan korupsi haruslah dari atas. Mereka adalah para pemimpin atau elit bangsa tingkat nasional hingga daerah. Juga jajaran elit politik dan terutama aparat penegak hukumnya.
Karena korupsi sudah massal, maka perlu penataan dan penyadaran kembali sikap hidup dengan mengedepankan nilai luhur seperti kerja keras, kejujuran, keikhlasan dan keterbukaan. Keserakahan mesti dilawan dengan keugaharian dan keikhlasan. Penipuan dan kebohongan mesti diretas dengan kejujuran. Lalu ketertutupan mesti dikalahkan dengan keterbukaan. Kesemuanya hanya akan efektif jika dimulai dari atas.
Namun jika sebutan Indonesia sebagai Kampung Maling Skala Raksasa tetap saja tidak tergusur atau malah terus tumbuh subur, maka barang kali layak saja untuk sekalian mengorbitkan gembong maling atau koruptor kakap sebagai presiden kita. Dengan demikian dunia pasti bertepuk tangan dan kagum karena Indonesia secara tidak langsung mengakui dirinya bangsa paling korup di dunia.
*) Wartawan, Kepala Biro KOMPAS Bali-Nusra, tinggal di Denpasar, saya merasa tertarik mempublikasikan langsung tulisan Om Frans Sarong karena pemikiran beliau terus berkembang. Selain itu, di Denpasar, Om Frans menjadi teladan dalam dunia tulis-menulis, figur yang hangat, santung, akrabn dan tegas serta disiplin dalam memenuhi janji.

KPO/EDISI 101 MARET 2006
Read More
Beny Uleander

Negeri Pesakitan Bertabur Uang Panas

Belakangan ini korupsi kian menyeruak di semua lembaga, meski upaya pemberantasannya sudah mulai digalakkan sejak tahun 1960-an. Media massa asing beberapa tahun silam menyebut Indonesia sebagai the sick man of Asia karena masalah korupsi. Kebobrokan korupsi di Indonesia digambarkan lebih parah bila dibanding negara-negara lain seperti Haiti, Moldavia, Uganda. Kendati demikian bila dibanding dengan Kenya, Anggola, Madagaskar, Paraguay, Nigeria dan Banglades, Indonesia rangkingnya masih berada di bawah tetap menjadi masalah memprihatinkan. Kejahatan korupsi telah menggurita ke berbagai sektor pembangunan. Berikut petikan wawancara wartawan Koran Pak Oles Beny Uleander dengan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Udayana (Unud) Denpasar, Prof Dr Drs Johanes Usfunan, SH, MH:

Sektor mana yang berpotensi menimbulkan korupsi?


Pengadaan barang dan jasa dalam penyelenggaraan pemerintah merupakan sektor yang sangat berpotensi menimbulkan korupsi. Karena itu, pengawasan yang dilakukan harus benar-benar secara obyektif yang disertai keberanian lembaga-lembaga pengawasan termasuk kepolisian, guna mengungkapkan praktek-praktek korupsi yang merugikan negara, menghambat pembangunan dan upaya perwujudan kesejahteraan rakyat.
Badan pengawas Daerah ataupun lembaga lain yang terkait urusan pengawasan acapkali gagal menjalankan tugas dan wewenang secara obyektif karena faktor kedekatan dengan Gubernur/Bupati/Wali Kota. Tidaklah mengherankan bila temuan-temuan yang terkait korupsi sering mengecewakan publik karena secara diam-diam “diselesaikan”. Dengan demikian pengawasan terhadap penyalahgunaan wewenang di Republik ini masih lemah.


Sejauh mana pemberantasan korupsi di meja pengadilan?

Lembaga-lembaga penegak hukum terutama di daerah dalam kasus-kasus tertentu lebih “memprioritaskan” korupsi yang melibatkan pejabat kecil ketimbang kasus yang melibatkan bos-bos. Penegakan kasus korupsi masih mengesankan adanya diskriminasi. Belakangan “kritik keraspun dialamatkan ke PN Jakarta Selatan yang selama ini dikenal dengan sebutan “kuburan” dalam pemberantasan korupsi. Koruptor seringkali bisa tersenyum lega dan melenggang dari jerat hukum di pengadilan ini. Menurut catatan ICW setidaknya 13 perkara korupsi lepas ketika perkara disidangkan di PN Jakarta Selatan. Meskipun juga harus diakui ada terdakwa korupsi yang dihukum.

Bagaimanana Anda menilai kinerja Timtastipikor?

Berbeda halnya dengan penanganan kasus korupsi Pengadilan Tinggi Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang tak satupun meloloskan koruptor dari jeratan hukum. Dualisme penanganan korupsi oleh pengadilan umum dan pengadilan khusus tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini merupakan salah satu penyebab belum efektifnya penegakan hukum. Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi wewenangnya hanya mengadili kasus korupsi yang dituntut jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi sedangkan di lain pihak terdakwa kasus korupsi yang dituntut jaksa dari kejaksaan diadili di pengadilan umum.

Lalu apa wewenang KPK?

Sesuai UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, pasal 11 lembaga ini berwenang menyelidiki, menyidik dan menuntut tindak pidana korupsi yang melibatkan penegak hukum, penyelenggara negara, tindak pidana korupsi yang mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat serta menimbulkan kerugian kepada negara paling sedikit Rp 1 milyar. Kapling wewenang KPK dalam pemberantasan korupsi sudah jelas sehingga tidak menimbulkan konflik wewenang maupun koordinasi dengan lembaga pemberantasan korupsi lainnya.
Penanganan korupsi sebaiknya diserahkan saja kepada pengadilan tindak pidana khusus untuk menghindari dualisme dengan pengadilan umum. Selain itu juga agar pengadilan umum lebih mengkonsentrasikan penanganan perkara pidana lain dan perkara perdata.



Sejauh mana peran masyarakat memberantas korupsi?

Pemberantasan korupsi tidak saja menjadi tanggungjawab pemerintah khususnya lembaga-lembaga penegak hukum, tetapi juga menjadi hak masyarakat untuk berperan. Peran tersebut sebagai perwujudan kebebasan berpendapat yang merupakan benteng demokrasi untuk melakukan kontrol sosial terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dalam membuat keputusan, pelayanan umum dan penyelenggaraan pembangunan. Dalam negara hukum “rechtstaat” sesuai konsep hukum eropa kontinental, syarat legilitas dan perlindungan HAM menjadi bagian terpenting, sebagai jastifikasi teoretik peranan masyarakat menciptakan pemerintah yang bersih dari korupsi. Pembenaran yang sama berdasarkan prinsip supremasi hukum dan persamaan di muka hukum dari konsep the rule of law yang dikenal dalam sistem hukum common law.

Relevansinya bagi terciptanya pemerintahan yang bersih?

Asas legalitas (supremasi hukum) menentukan segala tindakan pemerintah harus berdasarkan hukum. Relevansinya, agar pejabat pemerintah dalam menjalankan tugas dan wewenang selalu menaati rambu-rambu hukum sehingga menjauhi penyalahgunaan wewenang. Kecuali itu, pengakuan HAM dalam konsep negara hukum dipergunakan sebagai pembenaran partisipasi masyarakat dalam mendukung terciptanya pemerintahan yang bersih “clean governance”. Dalam konsep Pemerintahan yang bersih salah satu syarat di antaranya partisipasi selain pemerintahan menurut hukum, pertanggungjawaban dan transparasi.

Fungsi kontrol sosial masyarat dilindung sebuah produk hukum?

Justifikasi partisipasi masyarakat memberantas korupsi diakui secara teoritik konseptual yang diperkuat dengan hukum positif. Pasal 8 dan pasal 9 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan negara yang bersih. Pengaturan yang sama dalam pasal 41 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidan Korupsi. Dalam ketentuan ini peran serta masyarakat untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi.
Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara yang bersih merupakan hak dan tanggungjawab masyarakat untuk ikut serta mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan dengan menaati norma hukum, moral dan sosial yang berlaku dalam masyarakat.


Bisa Anda sebutkan bentuk peran serta masyarakat?


Bentuk peran serta masyarakat seperti hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan Negara. Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara Negara. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab terhadap kebijakan penyelenggara negara. Hak memperoleh perlindungan hukum, dalam hal kehadiran dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan dalam sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, dan saksi ahli. Hak mencari dan memperoleh informasi tentang penyelenggaraan negara merupakan kebebasan yang dijamin menurut hukum.

Tujuannya?

Masyarakat yang mengetahui penyimpangan dalam penyelenggaraan negara melaporkan kepada lembaga-lembaga yang berkompeten dalam pemberantasan korupsi. Hak lain yaitu melaporkan penyelenggaraan pemerintahan yang diskriminatif dalam menjalankan fungsi pelayanan umum. Kebebasan menyampaikan saran dan pertimbangan-pertimbangan kepada pemerintah dalam mengambil keputusan sangat diharapkan. Dengan demikian penggunaan kebebasan untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dijamin dan dilindungi.


Adakah upaya preventif dan represif dalam memberantas KKN?


Upaya preventif dengan cara seperti sosialisasi berbagai aturan mengenai korupsi dan akibat-akibatnya oleh pemerintah. Penyebarluasan informasi mengenai kasus korupsi dan hukuman kepada koruptor. Merevisi aturan-aturan yang memberi peluang korupsi. Merevisi aturan-aturan yang berkaitan dengan Pilkada dan Pemilihan legislatif yang memberi peluang permainan uang “money politics”.

Lalu upaya represif dalam memberantas korupsi seperti penjatuhan sanksi hukuman berat seperti hukuman mati atau seumur hidup terhadap koruptor yang terbukti dan memenuhi unsur-unsur. Pengenaan sanksi hukuman berat kepada penegak hukum yang menjual hukum mafia peradilan. Pemberian penghargaan kepada hakim dan jaksa yang menuntut dan penjatuhan hukuman berat kepada koruptor.

(Lipsus, 5 Maret 2006)KPO/EDISI 101 MARET 2006

Read More
Beny Uleander

Saatnya Hukuman Mati Bagi Koruptor

Di tengah keterpurukan perekonomian bangsa saat ini, terdapat 200 juta rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka terus berharap adanya perubahan hidup pada tataran kesejahteraan. Sebuah siluet paradoksal terpampang di Bumi Pertiwi, warga busung lapar tergolek pasrah di sebuah gugusan negara kepulauan dalam kawasan tropis. Negeri subur dikelola para penyelenggara negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) yang gemar bertani di ‘ladang KKN’ yang kian subur –gema ripah loh jinawi.
Masalah korupsi menurut Simon Nahak, SH, yang sudah malang melintang dalam dunia advokasi di Bali, merupakan penyakit akut yang menimpa para pejabat di negeri ini termasuk para pendekar hukum. Nahak berpendapat bahwa hukuman mati bagi koruptor atau pelaku KKN sudah saatnya digulirkan. Selain bersifat peringatan kepada warga masyarakat yang lain, juga diyakini bisa mengembalikan wibawa lembaga peradilan yang kental dengan praktek jual beli hukum di bawah tangan.
Menanggapi wacana hukuman mati, Uskup Katolik Denpasar, Mgr Benyamin Yosef Bria mengungkapkan penolakan yang bertolak dari norma hukum moral. ‘’Dalam norma moral, prinsip sebuah hukuman adalah pendidikan bagi yang bersangkutan. Dalam hukuman mati, bukan pendidikan bagi orang bersangkutan tetapi bagi yang lain,’’ tegasnya.
Lanjut Uskup kelahiran Atambua, NTT, 7 Agustus 1956, ‘virus’ KKN dari perspektif moral bisa diatasi dengan gerakan pertobatan yang dimulai dari diri sendiri, mengembangkan sikap kritis terhadap segala kebijakan politisi, dalam pemilu memilih pribadi yang bijak & bermoral dan untuk jangka panjang adalah pendidikan nilai yang benar kepada anak mulai dari keluarga hingga pendidikan formal. Langkah terakhir ini, menurut Uskup Bria merupakan tahapan kaderisasi mencetak generasi Indonesia yang berkualitas. (Lipsus, 5 Maret 2006)
KPO/EDISI 101 MARET 2006
Read More